7 Tahun Laporan Korban Penipuan Mandek, Hinca: Jaksa dan Polisi Kurang Profesional‎

Anggota Komisi III DPR RI Dr Hinca Panjaitan bersama Kabidkum Polda Sumut Kombes Ramses

MEDAN | Anggota Komisi III DPR RI, Dr Hinca IP Panjaitan XIII menyoroti kinerja aparat penegak hukum di Sumatera Utara lantaran kurang profesional menangani laporan Fitryah (41), korban penipuan dan penggelapan.

‎Hinca IP Panjaitan mengatakan berkas perkara bolak-balik akibat egosentrisme penyidik dan jaksa penuntut umum. Dampaknya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

‎”Kasus sudah 7 tahun tanpa kepastian hukum maka jaksa dan polisi kurang profesional. Jangan – jangan kasus ini sengaja dibuntu-buntukan. Kejahatan yang sempurna adalah keadilan yang ditunda-tunda. Lalu siapa korban? tentu warga negara,” respon Hinca Panjaitan usai memberikan semangat KUHAP baru di Gedung Pancasila BPMP Provinsi Sumatera Utara.

‎Menurutnya, keadilan tidak boleh mencari jalan buntu, apalagi sampai ditunda-tunda merupakan kejahatan yang sempurna. Padahal, Jaksa dan Polisi sama – sama belajar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tetapi faktanya masih ada perkara mandek.

‎”Kita berharap KUHAP baru nanti tidak ada lagi perkara bolak-balik, apalagi sampai bertahun-tahun tanpa kepastian hukum. Jika tak cukup bukti hentikan dan jangan sampai keadilan itu menemui jalan buntu. Presiden dan undang-undangnya masih sama tetapi kenapa ada kasus mangkrak,” kata Hinca menanggapi LP/528/III/2019/SPKT, Polda Sumut.

‎Kapolda Sumatera Utara melalui Kabid Humas Kombes Ferry Walintukan mengatakan penyidik Polrestabes Medan telah melimpahkan berkas perkara tetapi dikembalikan jaksa karena syarat formil dan materil belum terpenuhi atau P-19.

‎”Penyidik masih melengkapi petunjuk Kejari Medan”kata Ferry saat ditemui di Polda Sumut usai paparan tiga tersangka penipuan calon siswa Bintara Polisi tahun 2024, Selasa (10/6/2025).

‎Sementara, Kapolrestabes dan Kasat Reskrim Polrestabes Medan AKBP Bayu Putro Wijayanto ketika dikonfirmasi wartawan sejak 28 Mei 2025 hingga sekarang belum merespon tindak lanjut penyidikan perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan untuk dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.

‎Di mana sebelumnya, putusan Praperadilan Nomor : 3/Pid.Pra/2022/PN Medan, menyatakan penghentian penyidikan LP/528/III/2019/SPKT, tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum.

‎Hakim PN Medan mengabulkan pra peradilan untuk seluruhnya dan surat ketetapan Nomor : S. TAP/539-b/X/RES 1.11/2021/Reskrim tanggal 4 Oktober 2021, tidak sah serta menolak eksepsi Kapolrestabes Medan seluruhnya selaku termohon.

Sudah Bolak balik

Kepala Kejaksaan Negeri Medan melalui Kasi Pidum, Deny Marincka mengaku berkas perkara sudah lama bergulir dan telah memberikan petunjuk ke penyidik untuk melengkapi berkas perkara.

‎”Petunjuk hanya satu kali dan apabila penyidik belum bisa memenuhi petunjuk maka dilakukan koordinasi. Jika hasil koordinasi, penyidik tidak dapat memenuhi, maka berkas dikembalikan untuk menentukan sikap”kata Deny Marincka.

‎Deny menjelaskan penyidik Polrestabes Medan sudah bolak balik melimpahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tetapi berkas yang dikirim malah hasil berita acara pemeriksaan (BAP) lama atau yang sudah dihentikan (SP3)

‎”Bahkan tim jaksa yang menangani kasus ini sampai 4 kali berganti, mulai Jaksa Evie Panggabean, Novalita, Putra, Sopyan dan Reza. Hanya SPDP yang baru tetapi isi BAP itu – itu saja,” ujar Deny Marincka.

‎Sebelumnya penyidik Polrestabes Medan telah menetapkan Suriyani alias Li Hui sebagai tersangka pada 27 Februari 2023 tetapi tidak ditahan.

‎Mirisnya, sebagai mahkota perkara, penyidik berdalih saksi  Soh Liang Seng alias Aseng selaku orang tua tersangka tidak bersedia memberikan kuasa meminta bukti rekening koran untuk mengurai aliran rekening tersangka terhadap saksi.

‎”Penyidik tunggal itu hanya Polri. Mana mungkin kami melakukan penyidikan tambahan sementara tidak memiliki  kewenangan penyidikan pidana umum kecuali perkara korupsi”kata Deny menyinggung ketidakmampuan penyidik memenuhi petunjuk jaksa.

‎Kasus penipuan dan penggelapan dialami korban Fitryah berawal pada tahun 2017 silam ketika Suriyani alias Li Hui menawarkan bisnis dengan iming-iming keuntungan.

‎Meski sempat menolak tetapi karena bujuk rayu akhirnya korban menyerahkan kartu kredit, tetapi tanpa seizin Fitryah, Suriyani melakukan penarikan tunai di beberapa toko berbeda mulai Rp20 juta, Rp15 juta, Rp 10juta.

‎Mengetahui tindakan Suriyani, Fitryah meminta kartu kredit tetapi Suriyani malah meminta tambahan modal berupa perhiasan emas dan mainan Liontin 25 gram, gelang tangan 20 gram, dua rantai tangan masing-masing seberat 30 gram dan 20 gram.

‎Hingga akhirnya sampai tahun 2018, Fitryah menagih modal dan keuntungan bisnis tetapi Suriyani justeru mengulur waktu dan tidak menepati janji sama sekali.

‎Apalagi Suryani mengalihkan uang tunai milik Fitryah ke rekening Soh Liang Seng. Lalu, Suryani dilaporkan ke Polrestabes Medan tahun 2019 tetapi hingga kini belum tuntas. OM -009.