MADINA- Praktisi hukum Ali Sumurung SH, MH menegaskan bahwa Pemkab Madina harus konsekwen dengan semboyan ‘Negeri Beribadat Taat Beribadat’ sehubungan dengan marak nya konflik Tenurial di wilayah Kabupaten Mandailing Natal diperlukan komitmen dan tindakan yang jelas dan tegas dari para pemangku kepentingan khususnya Pemkab Madina.
Demikian disampaikan Ali Sumurung yang juga Kuasa Hukum Masyarakat Batahan I Samsul Pane yang saat ini ditahan di Polres Madina kepada orbitdigitaldaily.com, Minggu (24/11/2019) .
Ali menjelaskan semisal besarnya luasan cakupan areal yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan yang di jadikan menjadi kawasan hutan negara di Provinsi Sumatera Utara khusus nya di wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
Hal mana kawasan yang dihunjuk tersebut secara fakta adalah merupakan wilayah yang dikuasai oleh masyarakat adat yang telah turun temurun mendiami dan mengelola wilayah tersebut.
Namun sebut Ali kembali dikarenakan adanya regulasi penunjukan kawasan hutan negara ini mengakibat kan akses – akses masyarakat terhadap tanah – tanah yang sejatinya merupakan tanah adat mereka menjadi terhalang bahkan di ancam dengan pidana berdasar kan ketentuan – ketentuan pidana yang diatur dalam pengelolaan kawasan hutan negara tanpa hak.
Kondisi ini sebutnya kembali bisa terhindarkan seiring dengan terbit nya putusan MK No. 35 tahun 2012 yang mengatakan dengan tegas bahwa tanah adat bukan tanah negara.Namun harus di barengi dengan legalitas melalui produk peratuaran daerah.
” Nah… Disinilah Pemkab Mandailing Natal menunjuk kan komitmen dengan melahir kan perda tanah adat,” kata Ali
Disisi lain ungkapnya maraknya konflik agraria yang terjadi di wilayah Kabupaten Mandailing Natal seperti penyerobotan lahan – lahan HPL transmigrasi yang diduga di lakukan oknum – oknum pengusaha – pengusaha nakal.
Ini terjadi kata dia lagi , dikarenakan kurang tegas nya pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal dalam hal mengaman kan aset – aset negara yang diamanah kan kepada pemerintahan Kabupaten.
“Bagai mana mungkin lahan HPL Transmigrasi Batahan I yang sertifikat HPL yang legalitas formal nya telah terpenuhi seiring dengan terbit nya surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : SK. 17/HPL/A/86, sebahagian dikuasai secara sepihak dan dengan melawan hak oleh pihak lain.
Bahkan warga transmigrasi Batahan I pernah dihukum dan pada saat ini masih ada yang sedang ditahan di Polres Madina yaitu bernama Samsul Pane masih menjalani tahanan akibat mempertahan kan hak atas lahan trans simigrasi yang diberikan negara kepada mereka,” ujar Ali
Kondisi ini sebut Ali lagi tidak akan terjadi apabila pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menegas kan dan menegak kan SK Menteri Dalam Negeri tentang HPL Transmigrasi Batahan I dan menindak pengusaha – pengusaha yang diduga melakukan okupasi lahan diatas HPL tran’s simigrasi.
Contohnya sebut Ali , salah satu warga Batahan I kecamatan Batahan yang bernama Suandi Batubara dan Samsul Pane sudah menjadi korban.
Seperti saat ini yang terjadi warga desa Batahan I yang merupakan salah satu pecahan KK transmigrasi Batahan I dia selaku keturunan dari pada transmigrasi Batahan I merasa tertekan dan takut di kriminalisasi ketika mengerjakan dan mengelola lahan pada areal Trans Suakarsa Mandiri (TSM) yang masih berada di dalam areal HPL trans karena adanya klaim sepihak oleh PT Palmaris Raya yang menyatakan bahwa lahan TSM tersebut dinyatakan oleh PT Palmaris sebagai milik nya, dan melapor kan warga yang bekerja diatas lahan tersebut.
Reporter : Afnan Lubis