Medan  

“Bukan Kota Terkotor, Tapi Nilai Rendah Dalam Pengelolaan TPA”

Kementrian Lingkungan Hidup  dan Kehutanan (KLK) Republik Indonesia sebenarnya  tidak ada memberikan penilaian 10 kota terkotor, salah satunya Kota Medan  secara khusus dan resmi dalam penyerahan  Piala Adipura 2018 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (14/1) kemarin.

Yang ada hanya penilaian berdasarkan bobot yang ditentukan, salah satunya  yang paling utama adalah pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dalam penilaian TPA tersebut, Kota Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping bukan sanitary landfill.

Demikian hasil konsultasi yang dilakukan langsung Kadis Kebersihan ddan Pertamanan Kota Medan H M Husni kepada Kementrian LHK di Jakarta, Selasa (15/1). Kedatangan Husni diterima Kasubdin Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah Kementrian LHK RI  Agus Saifudin didampingi Kepala Seksi TPA Arif Sugari S.

“Berdasarkan hasil konsulatasi yang kita lakukan dengan pihak Kementrian LHK, penilaian Adipura yang dilakukan berdasarkan bobot yang ditentukan, pengelolaan TPA  ternyata merupakan salah satu penilaian yang paling utama. Ternyata dalam pengelolaan TPA ini, kita (Kota Medan) mendapat nilai rendah karena masih menggunakan sistem open dumping, seharusnya menggunakan sistem sanitary landfill. Jadi bukan kota terkotor seperti yang dilansir sejumlah media,” kata Husni.

Mantan Kadispenda Kota Medan ini menjelaskan, pengelolaan sistem sanitary landfil  yakni melakukan pemusnahan dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya dan kemudian menimbunya dengan tanah sehingga memberikan dampak positif bagi sekitar TPA.

Selain tidak menimbulkan bau dan penyakir, sanitary landfill juga dapat meninggikan lokasi rendah yang ada di TPA.

“Sedangkan pengelolaan sampah yang kita lakukan di TPA Terjun selama ini menggunakan sistem open dumping yakni sitem yang paling sederhana dimana sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa dilakukan pengelolaan lebih lanjut. Nilai kita rendah karena open dumping sudah tidak layak dipergunakan lagi karena dapat menimbulkan banyak persoalan mulai dari kotaminasi atau pencemaran air tanah, menimbulkan bau, terjadinya ceceran sampah sehingga dapat menjadi tempat perkembangbiakan organisme penyebar penyakit,” jelasnya.