MEDAN | Kucuran dana corporate social responsibility (CSR) PT. Bank Sumut tahun 2016
sebesar Rp15.000.000.000, diduga ajang korupsi sejumlah oknum elit pejabat, Kamis(23/2/2023).
Pasalnya, LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor: 73/LHP/XVIII.MDN/12/2017, 12 Desember 2017, menguraikan ada 32 kantor cabang (KC) tidak melaporkan jumlah dana yang sudah disalurkan ke panitia program.
Sebab, tim pengawas pelaksanaan CSR dan divisi akuntansi sebagai penanggung jawab perusahaan tidak mengetahui jumlah biaya yang telah direalisasikan dan justeru menjadi utang PT. Bank Sumut hingga 31 Desember 2016.
Kemudian, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa (LB) PT Bank Sumut, tanggal 4 Juni 2016, dana program CSR TB 2016 maksimal Rp15.000.000.000, ditampung dalam Rencana Bisnis Bank (RBB).
Dan, dialokasikan kepada seluruh pemda sebesar Rp13.000.000.000,00 dan untuk dikelola PT Bank Sumut Kantor Pusat hanya Rp2.000.000.0000,00.
Ironisnya, pemeriksaan atas buku besar, ternyata realisasi beban CSR program ekonomi, pendidikan dan kewirasahaan, serta lingkungan hidup TB 2016 sebesar Rp14.383.735.183,00.
Alhasil, dana CSR didukung bukti riil sebesar hanya Rp7.330.276.832,00 atau 48,87% dari Rp15.000.000.000, total target penyaluran dana CSR berdasarkan RUPS. Selain belum disalurkan namun dibebankan pada laporan laba rugi dan dicatat sebagai kas dan kewajiban PT Bank Sumut.
Jadi, per 31 Desember 2016 dana Rp 20.582.766.889, diantaranya merupakan beban TB 2016 sebesar Rp7.053.458.351.
Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran, Ratama Saragi angkat bicara soal temuan BPK RI akibat kesalahan manajemen pada klasifikasi kode rekening sebesar Rp 2.144.674.573.
Sebagai tanggungjawab sosial dana CSR sebesar Rp20.582.766.889, diduga tidak dilaksanakan dan laba TB 2011 s/d 2016 dicatat lebih rendah dari Rp22.282.766.889.
Kemudian kekurangan bayar PPh Pasal 25 minimal sebesar Rp 5.145.691.722, dan pembagian dividen dan jasa produksi berpotensi lebih rendah.
Ratama Saragih mengatakan hampir ratusan miliar uang negara tidak menentu juntrung realisasi anggaran dan terkesan masuk kantong pribadi, kelompok, atau pejabat tertentu.
Berdasarkan alokasi biaya CSR, berikut uraiannya sebagai berikut.
- Alokasi biaya CSR tahun 2011 s/d 2013 disetujui RUPS sebesar Rp 11.110.927.207, namun sampai tanggal 31 Desember 2016 belum terdapat bukti pengeluaran.
- Alokasi biaya CSR tahun 2014 s/d 2016 untuk proposal kegiatan disetujui sekretaris perusahaan adalah sebesar Rp 9.471.839.682, namun sampai tanggal 31 Desember 2016 belum terdapat bukti pengeluaran CSR.
Dengan demikian, beban yang dicatat pada laporan laba rugi TB 2011 s/d 2016 tidak didukung bukti pengeluaran CSR sebesar Rp 20.582.766.889.
Disebutkan, hasil wawancara tim CSR tanggal 10 November 2017, bahwa seluruh KC (32 KC) tidak melaporkan jumlah dana yang sudah disalurkan ke panitia program dan menjadi utang PT Bank Sumut hingga 31 Desember 2016.
Divisi Akuntansi dan Pajak pihak yang bertanggung jawab menyusun laporan laba rugi, dengan tidak berdasarkan bukti riil pengeluaran CSR sehingga mengalihkan akun kewajiban lancar dan kas. Sebab, perusahaan tidak mengetahui jumlah biaya CSR yang direalisasikan.
Sementara, biaya rekrutmen tahun 2016 sebesar Rp1.500.000.000, namun dibayarkan untuk biaya rekrutmen tahun 2017 sebesar Rp1.472.269.439, sesuai bukti pengeluaran dan Rp 27.730.561, belum didukung bukti pengeluaran.
Sedangkan biaya sistem aplikasi penilaian kompetensi dan talent pool management yang dibebankan pada tahun 2016 Rp 200.000.000, tetapi dibayarkan tahun 2017 sebesar Rp104.500.000, dan belum didukung bukti pengeluaran senilai Rp95.500.000.
Kemudian, beban TB 2016 merupakan nilai estimasi atas kelebihan pembebanan mencapai Rp123.230.561, setelah dipindahbukukan ke rekening buku besar pendapatan sampai diakui sebagai pendapatan perusahaan pada TB 2017.
Alhasil, beban CSR, biaya jasa konsultan, dan biaya lainnya sebesar Rp 22.282.766.889, yaitu Rp 20.582.766.889 + Rp1.700.000.000, tidak dapat dibebankan pada laporan laba rugi TB 2011 s/d 2016.
Namun, biaya jasa konsultan dan biaya lainnya seharusnya dibebankan laporan laba rugi TB 2017 sehingga, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atas beban CSR yang tidak tepat kurang diperhitungkan minimal sebesar Rp5.145.691.722 (Rp20.582.766.889 x 25%).
“Potensi atas kesalahan pengklasifikasian kode rekening sebesar Rp2.144.674.573, dan kewajiban CSR Rp20.582.766.889, tidak dilaksanakan untuk tanggung jawab sosial. Laba PT Bank Sumut TB 2011 s/d 2016 dicatat lebih rendah Rp 22.282.766.889. Kemudian, potensi kekurangan bayar PPh Pasal 25 minimal Rp5.145.691.722, serta pembagian dividen dan jasa produksi lebih rendah”kata Ratama menguraikan dampak temuan BPK.
Menurut Ratama yang juga responden BPK RI bahwa LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor : 73/LHP/XVIII.MDN/12/2017, membuktikan praktek Korupsi berjemaa di tubuh BUMD Provinsi Sumatera masih marak dan sepenuhnya belum tersentuh aparat penegak hukum (APH).
“Kita minta Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menindaklanjuti temuan audit BPK untuk manyelamatkan uang negara. Sebab hinggi kini aparat penegak hukum belum menyentuh dugaan korupsi di tubuh Bank Sumut. Ini akan preseden buruk jika tak dibongkar”ungkap Ratama lewat pesan kepada Orbitdigitaldaily.com, Kamis (23/2/2023).
Terpisah Corporate Secretary Bank Sumut Agus Condro Wibowo melalui staf humas Rini mengaku akan menelusuri temuan audit BPK berhubung rentan waktunya sudah cukup lama dan angka yang disebut lumayan fantastis.
“Secara pasti kami belum mengetahui LHP BPK, tetapi itu pun kami telusuri. Namun yang pasti setiap tahun ada tim internal yang mengaudit laporan keuangan, termasuk audit eksternal maupun akuntan publik dan akuntan independen. Jadi tak mungkinlah perusahaan sebesar Bank Sumut tidak transparan” kata Rini saat ditemui diruangannya beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Agus Condro Wibowo Agus Condro Wibowo menyebut penyaluran CSR telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Tentunya, sebagai perusahaan bergerak di bidang industri perbankan juga diawasi regulator perbankan, termasuk lembaga negara demi menjaga kepercayaan masyarakat luas.
Agus mengatakan uraian temuan LHP BPK RI rentang waktu 2011 sampai 2016 lalu telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi. Meski demikian, Agus turut menyampaikan terimakasih peran media sebagai kontrol sosial untuk menggali data faktual lebih mendalam.
“Hak jawab PT. Bank Sumut belum memenuhi unsur formil. Jika benar Bank Sumut telah menidaklanjuti rekomendasi maka BPK RI akan menuangkan dalam bentuk surat bukan lisan atau verbal. Seharusnya Agus Chondro menyebutkan nomor surat dan tanggalnya sehingga unsur formil dan material sebagai kepastian hukum” kata Ratama, pemilik sertifikat Role Of The Ombudsman In Access To Justice.
Ratama menuturkan jika Bank Sumut bekerja sesuai ketentuan yang berlaku maka harus menyebutkan regulasinya sehingga unsur formil itu nyata dan bukan mengada-ada. Dan jangan salah, ada peraturan perundang undangan dan turunannya yang tidak berlaku lagi dan harus menjadi pertimbangan.
“Rekomendasi wajib menyetor PPh pasal 25 sebesar Rp 5.145.691.722, dan kekurangan devident harus di buktikan lewat surat setoran pajak, minimal nomor kwintansi pembayaran atau tanggal setoran untuk menambah kepercayaan masyarakat luas” terang Ratama
Lebih lanjut, sambung Ratama surat keputusan (SK) Direksi Nomor : 302/Dir/DTIA-ak/SK/2011, Oktober 2011 tentang buku pedoman akuntansi PT. Bank Sumut terkait sistem akuntansi pelaporan keuangan, jenis beban, penyajian klasifikasi pos-pos dan Peraturan Bank Indinesia (PBI).
Reporter : Toni Hutagalung