Dituding Kebal Hukum, Penambangan Sirtu di Lingga Bayu Madina Tetap Beroperasi

Pertambangan pasir dan batu (sirtu) diduga ilegal di Madina Kebal Hukum

MADINA | Aktivitas pertambangan pasir dan batu (sirtu) diduga ilegal tentu menjadi masalah tersendiri yang seakan tidak pernah selesai di wilayah hukum Polres Mandailing Natal maupun Polda Sumatera Utara.

Bahkan, pihak berwajib sudah melakukan imbauan dan serangkaian operasi hingga penutupan, namun tidak berselang lama tambang-tambang tersebut beraktivitas kembali seperti biasa.

Seperti yang terjadi di Kelurahan Tapus dan Desa Lancat, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, baru beberapa pekan yang lalu pihak Polres melakukan penindakan terhadap galian C Ilegal ini, namun mereka kembali melakukannya, kegiatan tersebut terpantau awak media pada Jumat,(14/6/2024) saat melintas di daerah tersebut.

Kata Hendri, seorang aktivis masalah sosial dan lingkungan yang juga jurnalis mengatakan, aktivitas penambangan selain perbuatan melanggar hukum, juga berpotensi mengakibatkan bencana alam, yang bisa merusak struktur tanah ataupun ekosistem alam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Hasil dari pantauan sebagai jurnalis/awak media di Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Jumat (14/6/2024), di daerah tersebut terdapat beberapa titik kegiatan penambangan yang dikelola oleh para Bos tambang.

Salah seorang disebut sebut berinisial A alias BD (di Desa Lancat) dan RS (di Kelurahan Tapus), mereka melakukan penambangan dengan menggunakan alat berat Bechoe (Excavator) serta armada dum truk Canter berlalu lalang mengangkut Sirtu, hal ini terkesan kebal hukum tanpa takut adanya ancaman pidana yang bakal diterima.

Sering Ditindak

Berdasarkan perihal tersebut, Hendri yang berprofesi wartawan / awak media mewawancarai salah seorang warga kelurahan Tapus mengatakan kegiatan itu sudah pernah ditindak oleh pihak berwajib namun masih beroperasi.

“Tambang ini sudah beroperasi kembali meskipun pernah ditindak oleh pihak berwajib, mereka beroperasi siang dan malam, berdasarkan informasi yang didapat bahwa material Sirtu tersebut dibawa ke Salah Satu PT. Perkebunan untuk penimbunan,” ungkap salah seorang warga Kelurahan Tapus tersebut yang enggan namanya disebutkan.

Warga menambahkan, jika tambang pasir ini tetap diteruskan, maka akan mengakibatkan rusaknya ekosistem dan mengakibatkan bencana alam yang akan menimpa warga sekitar.

Kepada Hendri Syaputra warga yang diwawancarai berharap kegiatan tambang tersebut lekas ditertibkan dan ditutup, agar tidak terjadi musibah yang tidak kita inginkan, apalagi saat ini sudah masuk musim penghujan, imbuh warga tersebut.

Sudah menjadi kewenangan dari aparat penegak hukum wilayah setempat untuk menindak, menutup dan menghentikan segala sesuatu kegiatan ilegal yang sudah jelas melanggar hukum, agar tercapainya penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu siapa pemilik dan backing di balik tambang pasir ilegal tersebut.

Terkait itu, saat dikonfirmasi, Kapolsek Lingga Bayu AKP Marlon Rajagukguk via WA seluler mengatakan bahwa galian C ilegal yang beroperasi di Sungai Batang Natal Kelurahan Tapus dan Desa Lancat Kecamatan Lingga Bayu sudah ditindak.

“Sudah sering dihimbau dan dilakukan penertiban, tapi tetap tidak ditanggapi untuk itu silahkan coba dilaporkan ke Mapolres dalam hal ini Kasat Reskrim agar bisa ditindak,” ucap Kapolsek yang ramah ini.

Di tempat terpisah Hendri /awak media mencoba mengkonfirmasi langsung Kapolres Mandailing Natal AKBP Arie Sofandi Paloh melalui Nomor WhatsApp “Malapor Pak Kapolres” 0813-2615-xxxx, namun belum ada jawaban hingga berita ini dikirimkan ke redaksi.

Untuk diketahui bila ditinjau dari sisi regulasi, Para Penambang diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Pada pasal 158 disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (Seratus Miliar Rupiah), kata Hendri Syaputra.

Reporter : A Lubis