Edy: Keputusan DKPP Pecat Evi Novida Ginting Abuse of Power

Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting yang divonis pecat oleh DKPP. Praktisi hukum asal Sumut, Dr Edy Ikhsan SH,MA menyatakan putusan itu abuse of law.

MEDAN – Kemarin Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengeluarkan putusan DKPP 317-PKE-DKPP/2019 yang menjatuhkan vonis pemecatan terhadap Evi Novida Ginting, salahseorang komisioner KPU RI.

Praktisi Hukum USU, Dr Edy Ikhsan, SH,MA memaparkan ada yang aneh dalam putusa DKPP dalam beberapa poin.

Pertama, dalam poin kesimpulan putusan DKPP menyatakan bahwa berdasarkan penilaian atas fakta persidangan, setelah memeriksa keterangan pengadu, jawaban dan keterangan para teradu, memeriksa bukti-bukti dokumen yang disampaikan Pengadu dan para Teradu, DKPP tidak pernah memeriksa keterangan pengadu.

“Karena pengadu sendiri pada 13 November 2019 dalam pemeriksaan di persidangan mencabut pengaduannya. Dan pada 17 Januari 2019, pengadu maupun pengacaranya tidak lagi menghadiri persidangan,” tutur Edy kepada orbitdigitaldaily.com, Senin (23/3/2020) pagi.

Namun, dalam persidangan lain, terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik yang tercatat dalam Register Pengaduan No. 134/DKPP-PKE-VI/2017 DKPP Republik Indonesia menetapkan, menyatakan : “Pengaduan Pengadu tidak dapat dilanjutkan ke tahap putusan karena pada tanggal 1 Desember 2017 Pengadu an. Bertholomeus George Da Silva telah melayangkan surat pencabutan gugatan atau pengaduan”.

“Jadi, perlakuan yang berbeda ini membuka ruang subjektivitas karena tidak ada aturan dan ukuran yang jelas baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 maupun Peraturan DKPP untuk menentukan apakah satu aduan dapat diteruskan atau tidak jika pengadu mencabut aduannya,” tutur Edy.

Rapat Pleno Tidak Qorum

Tak hanya itu, mencermati putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019, ternyata DKPP sendiri tidak melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, yang menyebutkan: “rapat pleno Putusan dilakukan secara tertutup yang dihadiri oleh 7 (tujuh) orang anggota DKPP kecuali dalam keadaan tertentu dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang”.  

“Rapat pleno kemarin hanya dihadiri oleh empat orang anggota DKPP, sebagaimana dapat dibaca dalam putusan DKPP halaman 34 bagian penutup. Dengan demikian putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tidak memenuhi syarat qorum rapat pleno untuk menjatuhkan putusan. Dan itu semua ada payung hukumnya. Artinya putusan DKPP itu dibuat dengan terburu-buru, tidak cermat dan cacat hukum,” sebutnya.

Edy mengaku prihatin dengan apa yang terjad di DKPP saat ini. Apalagi saat ini Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak se-Indonesia.

“Jadi seakan-akan putusan DKPP itu dipaksakan. Padahal DKPP ini harus mengambil keputusan yang sangat berhati-hati.  Apalagi menyangkut dalam waktu dekat dilaksankan Pilkada serentak yang akan memakan konsentrasi,” tuturnya

Menurut Edy lagi, dari sisi hukum terlalu gegabah vonis yang dilakukan DKPP. Padahal tuduhannya itu seolah-olah Evi ini memanipulasi suara sehingga memenangkan salahseorang calon dan mengalahkan calon yang lain.

“Proses-proses yang seperti ini kan tidak bisa dilaksanakan satu orang. Itu kolektif kolegial dan tidak mungkin sebagai Ketua Divisi Teknis ia bisa melakukan hal itu sendiri. Harusnya kalau mau diberikan sanksi semuanya ikut, buka  Evi saja,” katanya.

DKPP Dianggap Langgar Kode Etik

“Jadi ada sesuatu yang menurut saya mencurigakan atas putusan ini. Karena itu apa yang dilakukan Evi Novida Ginting melakukan perlawanan sesuatu yang pantas untuk dirinya dan institusi KPU itu sendiri.”

Edy berpendapat, putusan DKPP mencurigakan. Menurutnya, ada ketengangan selama ini antara DKPP dengan KPU RI berbeda di masa-masa sebelumnya.  

“Tidak seperti masa Jimly dan seterus. Karena di dalam DKPP itu ada orang-orang yang pernah kalah di KPU RI dan sekarang menjadi anggota DKPP. Kita melihat bisa saja bahwa ada sifatnya balas dendam atau apa yang membuat putusan DKPP itu nyeleneh,” tuturnya.  

Menurutnya, DKPP telah melakukan pelanggaran etik. Sayang tidak mekanisme di mana pelanggaran etik DKPP bisa disikapi.

“Kemana harus melapor. Ini juga yang saya lihat ada vacum of law, kekosongan hukum. Karena tidak ada lembaga lagi yang menjadi pengawas DKPP. Akhirnya lembaga ini jadi super body, membuat orang takut,” tuturnya.

Apa yang harus dilakukan sekarang ini adalah DKPP diperiksa kembali oleh Komisi II DPR RI yang memilih mereka.

“Saya pikir yang layak itu adalah Komisi II DPR RI. Mereka harus dipanggil. Karena sudah patut DPR RI memanggil mereka kembali. Karena banyak sekali keputusan-keputusan mereka itu mencurigakan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan investigasi terkait putusan-putusan itu,” pungkas Edy. (Rel/Diva Suwanda)