Elegi Pilu Seorang Joki Kuda Wisata Berastagi di Masa Covid-19

Ditengah pandemi Covid-19, pemilik kuda meluangkan waktu merawat kuda di kandang, karena wisatawan sepi berkunjung ke Berastagi. (Foto/Daniel Manik)

TANAH KARO- Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan dan nyawa setiap manusia, tetapi juga mengubah tatanan hidup manusia menyangkut sosial, budaya, ekonomi dan politik diseluruh dunia. Yang paling menyakitkan hilangnya harapan hidup karena kehilangan pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian untuk menafkahi keluarga sehari-hari.

Seperti yang diceritakan Sehat Soit (33) seorang pemandu/joky kuda yang sering mangkal di kawasan Taman Mejuahjuah-Pajak Buah Berastagi , Kamis (7/5/2020), Dia bersama seratusan teman seprofesinya sudah dua bulan tidak bekerja mencari sewa/tunggangan karena pandemi Covid-19, sehingga ada himbauan untuk tidak melakukan aktifitas mulai sejak bulan Maret 2020.

Imbas Covid-19 betul-betuk terasa, Berastagi sepi, tidak ada lagi tamu yang datang karena Corona. Biasanya hari besar dan libur banyak wisatawan yang datang berkunjung dan hari-hari biasa satu dua ada juga wisatawan yang berkunjung dan menyempatkan diri menunggang kuda,” tutur Sehat.

Imbas Covid-19, Seekor kuda terpaksa dikandangkan, karena tidak ada wisatawan berkunjung ke Berastagi. (Foto /Daniel Manik)

“Lihatlah, tidak ada satupun kenderaan tamu yang parkir, kios buah dan souvenir pun tutup apa lagi lapak kuliner jagung dan makananan khas lainnya, meja dan bangkunya dibalik bertolakan, pertanda tidak ada yang buka. Biasanya sisi kiri dan kanan badan jalan di sekitar pajak buah Berastagi dipadati berbagai jenis kendaraan tamu, termasuk dilapangan parkir Taman Mejuahjuah selalu dipadati mobil besar bus pariwista. Mungkin karena adanya larangan berpergian dan sosial distancing serta phsycal distancing secara nasional membuat kunjungan wisata tidak ada” lisannya.

“Hotel-hotel juga sepi, tidak ada aktifitas alias tutup, hampir semua karyawan di rumahkan, biasanya malam terlihat indahnya kelap kelip lampu, sejak pandemi Covid-19 gemerlap caha lampu malam tidak tampak lagi, karena nihil tamu yang menginap,” singgungnya.

“Terus terang, dari pekerjaan sebagai pemandu kuda wisata, dihari biasa kami bisa mendapatkan Rp. 100 ribu perhari, dan kalau hari libur dan Minggu kami bisa memperoleh lebih dari Rp 200 ribu perharo. Kami benar-benar menggantungkan harapan mata pencaharian kepada tamu atau wisatawan yang datang ke Berastagi termasuk usaha dan pekerjaan lainnya juga. Kalau tamu atau wisatawan tidak ada yang datang karena dampak pandemi Covid-19, bagamana lagi lah kami menyambung hidup dari pekerjaan sebagai pemandu kuda, Ngga tau lagi aku,” keluhnya pasrah.

“Susah, mau beralih mencari pekerjaan lain, lapangan pekerjaan pun sulit karena keadaan ini, sementara kuda peliharaan kami harus juga dikasih makan, belum lagi kebutuhan hidup bersama anak dan istri. Ada niat berniaga keliling modal pun tidak ada karena kami kerja harian. Bagaimana lah, saat ini untuk makan saja harus pinjam uang kepada teman atau keluarga. Jadi kami betul-betul terancam dan memprihatinkan. Menyambung hidup dengan uang pinjaman, bagaimana nanti kalau tidak ada lagi uang pinjaman, ampunlah,” terang Sehat Soit pilu sembari mengusap wajahnya.

“Saya bersama teman-teman se profesi pemandu kuda wisata di kota Berastagi. Dalam minggu ini, sepakat untuk mencoba beraktifitas kembali dengan harapan paling tidak ada tamu lokal yang datang mau menunggang kuda. Kami tidak memperhitungkan lagi resiko, karena ini kebutuhan yang mendesak dan harus. Mudah-mudahan ada yang menunggang kuda, biar bisa buat biaya untuk makanan kuda,” pintanya.

“Untuk itu, kami sangat berharap, supaya Pemerintah Kabupaten Karo memperhatikan nasib kami, mengambil langkah konkrit mencari solusinya. kami tidak malu mengungkapkan keadaan kami sebenarnya yang sangat memprihatinkan ini. Sekali lagi kami sangat butuh perhatian Pemkab Karo,” pungkasnya.

Reporter : Daniel Manik