Kasus Kekerasan Anak Tinggi, Mayoritas di Jenjang Sekolah Dasar

Ilustrasi.

Selama Januari hingga April 2019 kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan masih tinggi. Pelanggaran hak anak mayoritas terjadi pada kasus perundungan.

“Diperoleh data bahwa pelanggaran hak anak di bidang pendidikan masih didominasi oleh perundungan, yaitu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umur, Menteng Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019).

Selain itu, dituturkan Retno berdasarkan pengaduan yang diterima oleh KPAI, korban kekerasan psikis dan bullying masih tertinggi. Adapun anak korban kebijakan dan kekerasan fisik berada di posisi kedua. Sementara kasus terendah adalah korban pengeroyokan dan kekerasan seksual.

“Anak korban kebijakan sebanyak 8 orang, pengeroyokan sebanyak 3 kasus, korban kekerasan seksual sebanyak 3 kasus, kekerasan fisik sebanyak 8 kasus. Anak korban kekerasan psikis dan bullying sebanyak 12 kasus dan anak pelaku bullying terhadap guru sebanyak 4 kasus,” lanjut Retno.

Sementara itu, dikatakan Retno, anak korban kebijakan meliputi pemberian sanksi yang mempermalukan kepada anak. Sehingga anak menerima sanksi yang keras setelah melakukan pelanggaran.

“Diberi sanksi yang mempermalukan, tidak mendapat surat pindah, tidak bisa mengikuti ujian sekolah, siswa dikeluarkan akibat tawuran, anak dieksploitasi di sekolah, anak ditolak karena HIV dan anak korban kekerasan seksual dikeluarkan dari sekolah,” lanjutnya.

Lebih lanjut Retno memaparkan data KPAI atas anak korban kekerasan fisik dan bullying meliputi anak dituduh mencuri, anak dibully oleh teman-temannya, anak dibully oleh pendidik dan saling ejek di dunia maya. Selain itu adalah permasalahan anak dipersekusi di dunia nyata, anak korban pemukulan, anak korban pengeroyokan dan sejumlah siswa SD dilaporkan ke Polisi oleh kepada sekolah.

Retno melanjutkan kasus berikutnya adalah kasus anak sebagai bullying terhadap guru kemudian divideokan dan viral di dunia maya. Berdasarkan data yang diperoleh KPAI kasus ini meningkat di tahun 2019.

“Selain itu, anak sebagai pelaku bullying terhadap guru kemudian divideokan dan viral juga meningkat pada tahun 2019. Dengan cakupan wilayah yaitu Gresik, Yogyakarta dan Jakarta Utara. Sementara pada tahun 2018 hanya satu yaitu di Gresik,” kata dia.

Berdasarkan jenjang pendididikan lanjut Retno, mayoritas kasus terjadi di jenjang Sekolah Dasar (SD). Dari 37 kasus kekerasan di jenjang pendidikan pada Januari hingga April 2019, 25 kasus terjadi di SD, sementara terendah ada di perguruan tinggi sebanyak 1 kasus.

“Mayoritas kasus terjadi di jenjang pendidikan SD sederajat yaitu sebanyak 25 kasus atau mencapai 67 persen. Jenjang SMP sebanyak 5 kasus, SMA sebanyak 6 kasus dan perguruan tinggi sebanyak 1 kasus,” lanjutnya.

Sementara itu ketua KPAI Susanto menyatakan kasus kekerasan tidak hanya didominasi di usia Sekolah Dasar namun memiliki peluang yang sama disetiap jenjang. Menurutnya kasus anak sebagai pelaku kekerasan adalah akibat kurang perhatian dari orangtua.

“Bukan hanya anak SD semua usia, TK, SD, SMP dan SMA memang rentan menjadi korban kekerasan bahkan rentan juga menjadi pelaku karena perhatian orangtua memang lemah. Kompleklsitas masing-masing jenjang itu berbeda beda-beda. Jadi memang tren kasusnya berbeda tapi semuanya juga berpotensi rentan,” ujar Susanto.

sumber; detikcom