MEDAN | Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menangkap terpidana pencemaran lingkungan hidup saat menikmati makan malam di salah satu restoran mewah kawasan Tanjung Morawa, Jumat (11/4/2025).
Aksi penangkapan dua orang masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejari Bengkalis itu tergolong dramatis karena tanpa perlawanan bahkan pasrah digiring ke kantor Kejati Sumut, Jl AH Nasution Medan untuk proses lebih lanjut.
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting mengatakan terpidana Agus Nugroho(43) merupakan DPO Kejaksaan Negeri Bengkalis dan penangkapan Agus Nugroho tak lama setelah penangkapan Erick Kurniawan di Villa Makmur Indah, Kelurahan Sei Agul, Kota Medan, Kamis (10/4/2025).
Dimana kedua terpidana Erick Kurniawan, Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) dan Agus Nugroho, General Manager PT SIPP terbukti melakukan tindak pidana pencemaran limbah pabrik Sawit Inti Prima Perkasa.
Adre W Ginting menjelaskan eksekusi terpidana Agus Nugroho berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 6094 K/Pid.Sus-LH/2024 tanggal 28 November 2024.
Agus Nugroho dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp100.000.000, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.
Sementara berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 6098 K/Pid.Sus-LH/2024 tanggal 28 November 2024, Erick Kurniawan divonis pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti kurungan selama 2 bulan.
Kemudian, pidana tambahan terdakwa untuk dan atas nama PT Sawit Inti Prima Perkasa, yaitu berupa perbaikan akibat tindak pidana dengan ketentuan membayar biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp250 juta dalam jangka waktu paling lama 6 bulan.
Kronologi Kebocoran Limbah Pabrik
Mantan Kasi Intelijen Kejari Binjai ini menuturkan awal mula kejadian 3 Oktober 2020 lalu, saat itu empat kolam penampungan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT SIPP mengalami kebocoran limbah dan langsung mencemari lahan masyarakat sekitar dan anak sungai.
“Meskipun kerusakan sudah terjadi kebocoran limbah, baik Erick Kurniawan selaku Direktur dan Agus Nugroho sebagai General Manager justeru tidak mengambil langkah perbaikan,” jelasnya.
Tak sampai disitu, kebocoran serupa kembali terulang pada 2 Februari 2021 dan keduanya tetap tidak melakukan tindakan perbaikan sebagaimana semestinya.
Parahnya, laporan masyarakat ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis pun tidak ditindaklanjuti pihak perusahaan, bahkan perwakilan perusahaan tidak menghadiri pertemuan bersama masyarakat terdampak.
“Dalam perkara ini terpidana melanggar Pasal 104 Ayat (1) juncto Pasal 116 Ayat (1) huruf b UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” paparnya.
Selanjutnya setelah terpidana diamankan, keduanya langsung dibawa ke Kantor Kejati Sumut untuk diserahkan ke Tim Kejari Bengkalis guna dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru.
Sebelumnya, putusan banding PT Pekanbaru mengubah amar putusan kepada Erick dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp200 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 2 bulan.
Saat di PN Bengkalis, Erick hanya divonis pidana percobaan 1 tahun dan penahanan ditangguhkan padahal sejak kasus ini ditangani Gakkum KLHK dan Kejari Bengkalis, Erick selalu ditahan.
Kemudian Jaksa penuntut umum dalam surat tuntutannya meminta majelis hakim menghukum Erick Kurniawan 7 tahun penjara dengan Pasal 98 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf b UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Selain itu, jaksa menuntut membayar denda sebesar Rp4 miliar subsider 1 tahun kurungan.
(OM – 009)