Aceh  

Pendemo Tuding Bupati Aceh Singkil Pembohong 

ACEH SINGKIL- Diperkirakan mencapai seratusan masyarakat dari eks Transmigrasi menuding Bupati Aceh Singkil, termasuk Kabag Hukum, dan Dinas Pertanahan Aceh Singkil pembohong.

Tudingan itu mereka serukan saat menggelar aksi demontrasi di Halaman Kantor Bupati Aceh Singkil, dihadapan Asissten I Junaidi, Asissten II Mujni, Kabag Hukum Setdakab serta pengamanan pihak Kepolisian, Senin (2/12/2019).

Sayangnya aksi demontrasi yang dilancarkan ratusan masyarakat eks transmigrasi, meliputi dari Desa Gosong Telaga Barat, Desa Bukit Harapan, Desa Srikayu, Desa Pea Jambu dan Desa Muara Pea, tanpa kehadiran tiga pejabat tinggi kabupaten.

Selain Bupati, Wakil Bupati maupun Sekda, ketiganya beralasan sedang berada diluar daerah. Para pendemo pun   mengancam akan menduduki kantor bupati hingga ada keputusan dari bupati terkait penyelesaian sengketa lahan eks transmigrasi itu.


“Bupati pembohong, kabag hukum pembohong Kadis Pertanahan pembohong,” seru Iin Cianjur koordinator aksi saat menyampaikan orasinya di halaman kantor Bupati Aceh Singkil.

Alasan menuding Bupati pembohong, katanya, mereka sudah duduk bersama dengan Bupati, Kabag Hukum dan Dinas Pertanahan.

Bupati sudah meneken dan berjanji akan menyelesaikan persoalan sengketa lahan eks transmigrasi ini.

Kami pernah rapat 15 oktober 2018, disaksikan Sekda dan Wakil Bupati. Mereka berjanji akan menyelesaikan dan sudah membentuk tim. Kenyataan semua itu bohong. “Pemimpin yg tak punya integritas suka bohongi rakyat,” seru Iin dan Burhanuddin yang diikuti pendemo lainnya.


Lanjut Burhanuddin Koordinator aksi lainnya, kalau mereka tidak mampu menyelesaikan, kami punya peta eks lahan transmigrasi dan legalitas data-data lainnya. Lahan yang sudah diambil PT Nafasindo.

“Pemerintah mau menyelesaikan tapi sampai sekarang belum ada hasil. Kami akan mengadu ke presiden dan menteri,” tegasnya.

Sebab katanya, itu merupakan lahan Hak Pengelola (HPL) yang merupakan areal aset Transmigrasi. Sehingga lahan itu tidak bisa dikuasai apalagi pihak asing Malaysia.
“Kami minta turunkan BPN, buka peta transmigrasi, namun belum pernah dilaksanakan,” tandasnya.

Malah surat pending HGU Nafasindo sudah diteken Dulmusrid. Seharusnya tidak diteken dulu dan kembalikan lahan eks transmigrasi.

Banyak saudara kita tertekan di Malaysia, jangan kita tertekan juga di negeri sendiri  hak kita harus diperjuangkan, bebernya.
Sementara Mujni dan Junaidi menjawab orasi pendemo mengatakan, Bupati yang sedang tidak berada ditempat.
Disebutkannya, lahan eks transmigrasi masih dalam proses penyelesaian sesuai mekanisme yang ada.

Sedang diproses bukan mandek dan bukan didiamkan. Untuk penyelesaian eks transmigrasi ada mekanisme penyelesaian yang harus dijalankan. Dan akan kami kami fasilitasi hingga tahap akhir sesuai arahan Bupati, ” ucap Junaidi

Sebelumnya Iin Cianjur menjelaskan, keberadaan masyarakat eks transmigrasi merupakan proyek pemerintah sejak masa Presiden Suharto tahun 80-an. Dan kami diberi jatah lahan untuk menghidupi keluarga kami sekira 1.150 ha lebih dari 5 desa.

Sementara lahan itu sekarang sudah banyak dikuasai PT Nafasindo, padahal sebagian lahan sudah ada bersertifikat. Sudah sejak tahun 98 kami berjuang, namun sampai sekarang belum juga ada titik terang. Dan kami seperti dibola-bola oleh Pemda maupun Nafasindo, terangnya.
Kemudian disebutkan, izin HGU PT Nafasindo dikeluarkan 31 Desember 1988. Sesuai UU perseroan terbatas, nomor 40 tahun 2007 izin HGU hanya 30 tahun. Maka masa izin PT Nafasindo terhitung berakhir 31 Desember 2018, bebernya.

Reporter : Saleh