Ribuan Ha Lahan Sawit Berada di Kawasan Register, Ketua Komisi DPRD Sumut Minta Stanfas

MEDAN | Puluhan Tahun masyarakat Desa Marihat Mayang dan Jaya Baru Kecamatan Huta Bayu Raja Kabupaten Simalungun dilanda ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka usahai.

Masyarakat yang menggantungkan hidup pada perkebunan rakyat sebagai mata pencaharian utama akhirnya mulai terusik ketika kehadiran UD MAJS peralihan dari PT KASS , yang sebelumnya menggarap untuk lahan tanaman ubi hingga beralih hutan sawit.

Seiring waktu berlalu, masyarakat yang bermukim di kawasan hutan register 18 akhirnya mendapat alas hak pengolahan lahan sesuai surat keterangan tanah (SKT) yang dikeluarkan Kepala Desa Huta Bayu Raja pada tahun 1982. Dan warga pun mulai bercocok tanam tumpang sari untuk kebutuhan hidup.

Hal itu dikatakan Anggiat M Simorangkir saat penyampaian rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi B DPRD Pemprov Sumut dan Dinas Kehutanan Sumut bersama stakeholder penegak hukum di gedung DPRD Sumut, Senin(5/10/2020).

Anggiat M Simorangkir sebagai perwakilan masyarakat Desa Mayang mengungkapkan sejak tahun 1960 masyarakat sudah bercocok tanam di areal hutan register 18. Namun belakangan pihak koorporasi PT KASS mengaku telah memiliki hak milik dari BPN Simalungun.

“Pada tahun 1984 lahan disewa oleh Aan dari masyarakat untuk ditanam ubi kayu. Di tahun yang sama lahan ubi berubah lahan sawit. Namun setelah masa sewa berakhir pihak PT KASS diduga melakukan intimidasi. Tawaran ganti rugi lahan masyarakat tak sebanding kemampuan warga hingga lahan tersebut tetap miliknya koorporasi, “kata Anggiat M Simorangkir kepada orbitdigitaldaily.com, usai rapat berakhir.

Anggiat bersama rekannya warga Desa Mayang, menyebut peralihan lahan ubi tersebut tanpa sepengetahuan warga. Dan mirisnya PT KASS mulai panen sawit pada tahun 1989 hingga merambah memperluas lahan sawit ke areal lahan warga saat ini.

“Menurut pengakuan mantan pegawai PT KASS bahwa lahan sawit telah dijual kepada UD. MAJS dan sesuai keterangan kuasa hukum UD MAJS, Zulkifli SH di Polsek Tanah Jawa sudah memiliki sertifikat hak milik. Jadi inilah awal konflik masyarakat dengan perusahaan. Masyarakat diperhadapkan kegagahan polisi dan rentan tudingan melakukan pencurian hingga berakhir penjara padahal UD MAJS belum pernah menunjukkan salinan SHM,”sebut Anggiat.

Masyarakat, selain diperhadapkan hukum sambung Anggiat. Minimnya lapangan pekerjaan membuat sebagian kepala keluarga harus merantau meninggalkan istri dan anak-anak demi nafkah kelangsungan hidup.

Diperparah lagi, pandemi Covid -19, dua desa itu hanya 105 kepala keluarga (KK) yang penerima bantuan pemerintah padahal jumlah penduduknya 2.320 jiwa. Dan kondisi jarak tempuh akses kesehatan dan pendidikan untuk SLTP mencapai 15 Km, sangat memprihatinkan.

“Secara geografis Desa Marihat Mayang dan Jawa Baru dikelilingi PTPN 4 Mayang, Sungai Bah Boluk dan hutan register 18. Ironisnya saat ini mobil pengangkutan sawit milik koorporasi membuat infrastruktur jalan rusak parah tanpa ada tanggungjawab sosial,”terang Anggiat.

Anggiat yang juga Sekretaris Yayasan Punguan Guru Mangaloksa (PGM) meminta DPRD Sumut agar menangguhkan persoalan hukum yang menjerat masyarakat kelompok tani. Sebab masyarakat panen sawit diladang

“Hak hak masyarakat untuk hidup jangan diabaikan. Koorporasi bisa menguasai kawasan register 18 sampai ribuan hektare hingga bertahun tahun lamanya, ada apa dengan Dinas Kehutanan Sumut dan Gakkum?. Permintaan kami tidak muluk-muluk, biarkan kami hidup tanpa intimidasi,”tegasnya.

Ketua Komisi B DPRD Sumut Viktor Silaen mengatakan dulunya masyarakat sudah bermukim dan menguasai kawasan register 18. Diperjalanan waktu, kehadiran UD MAJS mulai menguasai kawasan register dan terjadilah sengketa dengan masyarakat dilahan tersebut.

“Inikan masalahnya terjadi sengketa dilahan tuhan, makanya tidak ada ijinnya. Luas arealnya lahannya mencapai ribuan hektar. Karena bersengketa dengan masyarakat maka kita lakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan semua pihak, termasuk Dinas Kehutanan Pemprov Sumut dan pihak UD MAJS,”ujar Viktor usai RDP kepada orbitdigitaldaily.com, Senin(5/10/2020).

Menurut Viktor, kuat dugaan lahan UD MAJS bermasalah sebab instansi mana yang berani mengeluarkan izinnya bila lahan tersebut masuk kawasan register 18. Apalagi luasnya mencapai ribuan hektare penegak hukum harus telusuri pajak dan status lahan tersebut.

“Kita rekomendasikan Dinas Kehutanan Sumut sebagai pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengembalikan status lahan bersengketa ini ke register 18. Jadi agar terang benderang, stanvaskan status lahannya biar tak ada masyarakat yang terintimidasi,”tegas Viktor.

Selanjutnya, sambung Viktor, rapat terpaksa di skorsing berhubung pihak UD MAJS tidak hadir padahal sudah disurati resmi.

“Satupun perwakilan UD MAJS tidak hadir. Jadi RDP kita skorsing sementara waktu sembari menunggu hasil kunjungan kita ke lokasi sengketa guna kepastian hak rakyat, “tutupnya.

Reporter : Toni Hutagalung