Ricuh di PN Siantar, Nasib Korban Koperasi Bodong BNI Belum Berujung

Para Korban Koperasi Bodong BNI Pematangsiantar Datangi Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar

SIANTAR | Para korban koperasi bodong Bank Nasional Indonesia (BNI) Cabang Pematangsiantar temui Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar meminta kasus tersebut untuk secepatnya dieksekusi. Ketua PN Pematangsiantar, Rinto Leoni Manullang pun menerima kedatangan para korban di ruangan Kartika, (24/2/2025).

Para korban yang didominasi lanjut usia itu dalam dialog dengan Ketua PN Pematangsiantar meminta agar secepatnya mengeksekusi putusan Nomor 40/Pdt.G/2020/PN Pms, PT Medan Nomor 33/PDT/2021/PT dan PK Nomor 1278 PK/Pdt/2023.

Gugatan ini dilayangkan 15 korban kepada Dirut PT. BNI (Persero) Tbk, cq. Kepala Kantor Wilayah BNI Medan, cq. Kepala Kantor BNI Cabang Pematangsiantar selaku tergugat I, Pengurus Koperasi BNI Pematangsiantar selaku tergugat II, Fachrul Rizal alias Pahrul (Eks Kepala Kantor BNI Cabang Pematangsiantar) selaku tergugat III, Rahmat alias Rahmad (eks Penyelia JUC PT. BNI Cabang Pematangsiantar) selaku tergugat IV.

Kemudian Agus Surya Dharma (eks Ketua/ Manager Koperasi Swadharma) selaku tergugat V, Siti Aisyah Pulungan (eks Sekretaris Koperasi Swadharma) selaku tergugat VI, Tressa Evawani (eks Bendahara Koperasi Swadharma) selaku tergugat VII, Hadi Warsono (eks Pengawas Koperasi Swadharma) selaku tergugat VIII dan Sucipta Ritonga (eks Pengawas Koperasi Swadharma) selaku tergugat IX.

Dalam putusan pengadilan sejak tingkat satu sampai Mahkamah Agung, para tergugat dihukum membayar ganti rugi secara tanggung renteng sebesar Rp4.090.000.000.

Pantauan awak media saat berada di lokasi, Rinto mengatakan bahwa melaksanakan eksekusi yang dimaksud tak segampang seperti disampaikan para korban.

“Harus memetakan aset-aset pihak tergugat dan memastikan jika harta benda itu merupakan milik mereka dengan bukti surat ataupun tidak dalam status agunan. Proses ini harus dilakukan korban bukan pengadilan,” ujar Rinto.

Namun penjelasan itu diprotes para korban, Hotna sebagai perwakilan para korban menyampaikan bahwa tidak memiliki kemampuan untuk menelusuri aset-aset para tergugat. Ia bahkan telah sempat menemui pihak Kantor Badan Pertanahan Kota Pematangsiantar namun mendapat penolakan.

“Untuk menanyakan aset-aset itu, BPN minta legalitas kami. Mereka meminta surat rekomendasi dari pengadilan dan kami sudah melayangkan permohonan. Tapi tidak ada tindak lanjut dari pengadilan,” kata Hotna.

Rinto merespon pernyataan tersebut, ia mengatakan pengadilan tidak dapat mengeluarkan surat rekomendasi seperti yang dituturkan korban.

Mendengar jawaban itu, para korban memberontak, Hotna yang menjadi juru bicara para korban mendebat pernyataan Rinto. Diskusi alot pun terjadi, bahkan nada bicara kedua pihak meninggi dan berakhir saling bentak.

Rinto mengancam akan mengeluarkan Hotna jika terus-terusan berteriak, namun ternyata ancaman itu tidak dihiraukan. Keduanya pun saling adu mulut yang membuat suasana memanas.

Rinto kemudian meninggalkan ruangan untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan terjadi.

Para korban bahkan hampir menyerang Rinto, beruntung petugas pengamanan internal dan Polisi mencegah mereka. (WOD/023)