Tomas Simorangkir Julu Minta Polres Kaji Ulang Penetapan Tersangka Jualbeli Hutan

Kades Simorangkir Julu Daniel Simorangkir bersama Tokoh Masyarakat Jan Mangasa Simorangkir dan Ketua KTH Kasih Bersatu Dingin Alfredo Simorangkir saat konfrensi pers terkait telah dibentuknya KTH dan sudah diusulkan ke Kemenhut. ORBIT/Jumpa P Manullang

Tarutung-ORBIT: Pascaditetapkannya 2 orang tersangka oleh Polres Tapanuli Utara atas kasus dugaan jual beli lahan di kawasan hutan Pea Tolong Simorangkir Julu Siatas Barita baru-baru ini, tokoh masyarakat (Tomas) Siatas Barita meminta polisi mengkaji ulang dasar hukum yang digunakan untuk menjerat keduanya.

Salahsatunya dengan menggunakan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017. Dalam Pepres tersebut disebutkan, apabila secara turun temurun selama 20 tahun telah mengusahai lahan hutan maka itu langsung diberikan hak atau bukti kepemilikan yang sah oleh pemerintah kepada yang mengusahakannya.

“Kemudian apabila kurang dari 20 tahun diusahai masyarakat lahan hutan maka dilakukan pembinaan oleh pemerintah melalui perhutanan sosial kepada masyarakat, ” ujar Jan Mangasa Simorangkir selaku tokoh masyarakat Siatas Barita kepada sejumlah wartawan, Senin (14/1/2019).

Ia juga mengatakan, tanah di Pea Tolong sudah dari leluhurnya membuka usaha di kawasan tersebut, namun mengapa sekarang jadi masalah bagi masyarakat. Selama ini pihak dari Kehutanan khususnya KPH IV tidak pernah memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kawasan Pea Tolong merupakan kawasan hutan. Lagian Tapal Batas Hutan pun tidak ada tertera.

“Kenapa setelah sekian lama kami usahai dan baru sekarang ada terjadi masalah. Setelah ada terjadi masalah inilah, pihak KPH IV langsung turun mengukur titik koordinat. Melihat persoalan Pea Tolong itu, kami langsung membentuk kelompok tani hutan (KTH) Kasih Bersatu melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) ke Kementrian Kehutanan,” jelasnya.

Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Kasih Bersatu Dingin Alberto Simorangkir menyatakan, kelompok tani hutan yang dibentuk warga langsung ditandatangani oleh Kades Simorangkir Julu Daniel Simorangkir 21 Novomber 2018.

“Kelompok tani yang kami bentuk ini merupakan bagian dari solusi dan amanat pemerintah serta Nawacita Presiden Jokowi yang bilamana bagi rakyat yang beraktifitas dan mengelola kawasan hutan maka ada solusinya dengan pembinaan kepada masyarakat melalui perhutanan sosial ,” terangnya.

Menurutnya, pemerintah hadir di tengah – tengah rakyat ketika rakyat itu merasa gelisah. Dalam Perpres Nomor 88 Tahun 2017 jelas menyatakan ada penyelesaian konflik yang menggunakan atau beraktifitas di lahan hutan melalui pembinaan dengan perhutanan sosial.

“Kami berharap kepada pemerintah dan penegak hukum, kami memiliki niat tulus dan patuh kepada aturan dengan membentuk KTH Kasih Bersatu. Tolonglah kami diberikan kesempatan sesuai dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 yang menjadi bahagian masa depan kami,” tuturnya.

Kepala Desa Simorangkir Julu, Daniel Simorangkir juga mengutarakan, dirinya merasa bingung karena Oktober 2018 lalu pihak KPH IV sudah pernah datang ke Simorangkir Julu dengan tujuan mendata dan membina para petani di kawasan hutan Siatas Barita. Namun sampai sekarang tindak lanjutnya tidak diketahui oleh masyarakat.

“Hal ini menjadi pertanyaan bagi saya dan rakyat gelisah karena tanah nenek moyang kami diambil alih dan diklaim sudah menjadi lahan hutan. Kami mohon kepada Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara memberikan solusi dan pembinaan serta penjelasan kepada kami warga masyarakat. Agar masyarakt tidak merasa ada penyerobotan tanah rakyat oleh pemerintah. Serta ada kepastian hak kami untuk bisa bertani dan beraktifitas diladang kami demi kelangsungan hidup keluarga kami,” ujar Daniel Simorangkir.