LANGKAT | Wisata Bukit Lawang di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara menjadi tujuan utama pengunjung yang ingin melihat orangutan secara langsung. Hutan tropis Bukit Lawang berbatasan ,langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, air sungai yang jernih dan bersih membuat wisatawan lokal maupun mancanegara tertarik mengunjunginya.
Orangutan merupakan satwa endemik khas Sumatera yang terdapat di Indonesia.
Dibalik wisatanya yang mendunia, Bukit Lawang memiliki para pelaku seni kerajinan lokal. Seperti perupa hingga pemahat (carving). Salah satunya Dr Wood berdiri sejak 2011 yang lokasinya terdapat di Kampung Tengah Wisata Bukit Lawang, tepatnya di depan penginapan Eriono.
Dr Wood merupakan pengerajin seni ukir pahat menggunakan media limbah kayu di Sungai Bahorok sejak tahun 2011, hingga saat ini.
Berawal dari pemandu (guide), pria berbadan kekar, bertato serta murah senyum tersebut mengisahkan singkat awal berdirinya Dr Wood.
Dr Wood berprofesi menjadi pemandu wisata pada era 90-an, di beberapa penginapan seperti Jungle Inn dan lainnya.
“Awalnya berprofesi seorang guide pada 1989 hingga saat ini masih juga. Tragedi bandang di tahun 2003 membuat wisata Bukit Lawang menjadi lumpuh. Pada tahun 2007 geliat wisata Bukit Lawang mulai bangkit kembali. Hingga memasuki tahun 2011 wisatawan mancanegara pun mulai ramai berkunjung. Saya pun mulai menekuni seni pahat dan hasil karya pun laku terjual dengan harga lumayan,” ungkapnya.
Lalu di tahun 2019 aktifitas tracking mulai jarang ia lakukan. Seperti tahun- tahun sebelumnya
“Tahun 2019 membawa tamu wisatawan tracking berkemah ke hutan lalu pulang menaiki ban menyusuri sungai bahorok mulai jarang saya lakukan,” terang Babe sapaan akrabnya, Minggu (5/10/2025) siang.
Menjaga Kelestarian
Seni ukir ia lakoni secara konsisten hingga sebuah kios ia dirikan dengan bahan kayu limbah sungai serta berbagai hasil karya yang ia hasilkan. Ia juga mengatakan bahan baku ukiran kayu diperoleh dari limbah di Sungai Bahorok dan diolah menjadi berbagai miniatur berupa hiasan meja, topeng, patung, mainan kalung hingga gantungan kunci bertema orangutan, ujarnya.
“Bagi para wisatawan yang ingin belajar membuat ukiran, Dr wood menyediakan kelas buat belajar memahat. Carving class salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan edukasi proses pengerjaan hingga menjadi sebuah karya yang bernilai kepada pengunjung baik Mancanegara maupun lokal. Untuk mengikuti carving class dikenakan tarif Rp.700.000, sampai finishing dengan sudah membawa hasil karya buatannya sendiri,” sambungnya.
Babeh juga mengatakan untuk menjaga kelestarian alam bahan yang digunakan bukanlah menebang kayu di hutan melainkan kayu limbah yang terbawa arus sungai kemudian menjadi sampah berbentuk fosil di pinggirannya.
Jenis kayu yang ia dapatkan bukan lah kayu sembarang melainkan jenis kayu keras dan bernilai tinggi. Berupa kayu merbau, kayu meranti dan lainnya Hal tersebut menciptakan suatu imajinasi membuat berbagai bentuk ukiran bertema orangutan. “yang menarik pertama sekali hasil karya saya di ditawari turis mancanegara dari eropa seharga Rp.500.000,-” terangnya
Beberapa hasil karyanya sudah sampai ke mancanegara seperti eropa melalui turis yang berkunjung ke Bukit Lawang. Turis tersebut menghargai sebesar Rp15.000.000.
“Pernah ada pamannya Cristiano Ronaldo membeli beberapa ukiran berbagai bentuk pahatan orangutan seharga Rp15.000.000, yang berasal dari Negara Spanyol,” ucapnya.
Hal yang ditekuni babeh membuat hingga saat ini ia masih terus bertahan menghasilkan karya artistik dari sebuah limbah kayu. Berbagai ukiran serta fosil kayu menjadi benda bernilai dengan harga relatif.
Ia berharap generasi kedepannya mampu memberikan suatu yang bermanfaat bagi lingkungannya.. untuk terus memajukan pariwisata Bukit lawang melalui kerajinan seni pahat agar terus beregenerasi.(OM/011)