BALIGE – Menindaklanjuti aksi penolakan pembukaan akses jalan Badan Pelaksanaan Otorita Danau Toba (BPODT) di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata yang berujung ricuh pada Kamis (12/9/2019) lalu, ratusan warga mengenakan ulos batak mendatangi Kantor Bupati Toba Samosir pada Kamis (26/9/2019) siang.
Koordinator aksi, Manogu Manurung dalam orasinya di hadapan para Pejabat Tobasa dan aparat kepolisian serta puluhan Polosi Pamong Praja (Pol-PP) yang sudah standby di halaman gedung sejak pukul 10.00 wib pagi menyebut bahwa mereka datang sebagai masyarakat adat bukan untuk anarkis.
“Kami datang kemari untuk meminta pemerintah daerah dan DPRD mengakui dan melindungi hak hak masyarakat adat atas wilayah adatnya dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) dan atau Surat Keputusan (SK) Bupati,” teriaknya menggunakan pengeras suara.
“Kami menuntut hak atas tanah kami, tanah milik Raja Bius Raja Naopat Sigapiton, yang diklaim kehutanan dari luas 914 hektar menjadi hanya 81 hektar. Kami tidak terima, itulah yang kami perjuangkan,” sambungnya disambut yel yel para warga sambil membentangkan poster.
Beberapa poster itu bertuliskan: Tanah Batak Menangis; Tenggelamkan Perampas Tanah Adat; Akui dan Lindungi Keberadaan Kami Sebagai Masyarakat Adat Beserta Hak Kami Atas Tanah Adat Kami; Hai DPR, Engkau Digaji Rakyat Bukan Untuk Bungkam; Kembalikan Tanah Adat Sigapiton dan belasan poster lainnya.
Perwakilan dari Raja Bius Naopat-pun ikut berorasi menyampaiakan bahwa aksi mereka itu merupakan lanjutan aksi beberapa hari yang lalu. “Sebenarnya persoalan ini gampang diselesaikan oleh Bupati, hanya mengakui bahwa kamilah pemilik lahan itu. Kami ini hanya rakyat kecil yang tidak memiliki kekuatan melawan pemerintah,” kata perwakilan Bius Butar butar.
Menanggapi tuntutan warga itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir, Audi Murphy Sitorus tampak berusaha membujuk agar disampaikan secara baik baik. “Ayo kita duduk dialog bersama di dalam gedung, jangan kita di halaman ini,” pinta Murphy.
Mendengar itu, spontan ketua aksi teriak dan mengatakan bahwa mereka belum selesai membacakan tuntutan yang akan ditandatangani oleh Bupati. Selanjutnya ketua aksi membacakan 10 butir tuntutan, salah satunya pengakuan hak mereka atas tanah adatnya dengan menerbitkan Perda dan atau SK.
Tak lama berselang, Bupati Tobasa, Ir Darwin Siagian hadir dan menanggapi tuntutan ratusan warga Sigapiton yang mayoritas terdiri dari ibu ibu yang sudah terbilang tua.
“Perlu diketahui masyarakat Sigapiton, bahwa persolan tanah BPODT saat ini, bukan lagi wewenang dari Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, melainkan sudah kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,” ujarnya.
Darwin mengajak agar persoalan itu dapat dibicarakan melaui hati ke hati. “Kita bicarakan secara diskusi dengan menghadirkan pihak Kehutanan, Lingkungan Hidup dan BPODT. Kita bersedia melakukan diskusi dimanapun, apakah itu di Desa Sigapiton, kawasan BPODT dan di Kantor Bupati,” jelasnya mengakhiri.
Reporter : Bernard Tampubolon