MEDAN – PT. Bank Sumut mulai angkat bicara soal dugaan kasus korupsi pencairan kredit surat perintah kerja (SPK) senilai Rp1.548.000.000. Kini sedang dibongkar tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Selain temuan Badan Pemariksa Keuangan (BPK) RI Nomor : 73/LHP/XVIII.MDN/12/2017. IH selaku pucuk pimpinan Kantor Cabang Pembantu (KCP) Kabupaten Langkat diduga terlibat namun belum tersentuh padahal turut menyetujui pencairan kredit tahun 2016 silam.
Apalagi peran IH cukup diperhitungkan selaku pimpinan KCP justeru menyetujui pencairan atas rekomendasi anggotanya selaku pimpinan seksi pemasaran meski banyak kejanggalan, seperti jaminan utama maupun kontrak kerja tidak dikuasai kreditur.
Kini, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah menahan 2 tersangka, yaitu Direktur Utama PT. Pollung Karya Abadi, Suherdi (debitur) dan Fa mantan Pemimpin Seksi Pemasaran Cabang Stabat 2016. Plafond kredit Rp1.548.000.000, terhitung 21 Oktober 2016 s/d 21 Februari 2017.
Menanggapi hal tersebut, PT Bank Sumut menegaskan perseroan berkomitmen untuk tetap menjalankan proses penyaluran kredit dengan mempedomani peraturan yang ada serta mengedepankan prinsip kehati hatian.
Selain itu, PT Bank Sumut juga terus memperbaiki dan meningkatkan sistem dan prosedur penyaluran kredit guna mengantisipasi pemburukan kualitas kredit termasuk gagal bayar serta minimalisir fraud yang terjadi.
Kepada Orbitdigitaldaily.com, Kamis (23/2/2023) Corporate Secretary Bank Sumut Agus Condro Wibowo membenarkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah penahanan salah seorang pegawainya berinisial FA.
Agus mengatakan Bank Sumut menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sejak awal menindaklanjuti kasus kredit macet yang melibatkan PT Pollung Karya Abadi (PKA) dengan Bank Sumut Cabang Stabat tahun 2016 lalu.
Agus mengungkapkan Bank Sumut siap memberikan pendampingan hukum kepada karyawannya tersebut dalam setiap proses pemeriksaan termasuk memberikan keterangan yang dibutuhkan
“Kami menyerahkan proses penanganan perkara sepenuhnya kepada Kejaksaan Tinggi dan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah” kata Agus dalam keterangannya lewat staf humas Rini Rafika.
Jangan Pilih Kasih
Sebelumnya, Anggota Komisi C DPRD Sumut Edi Susanto Ritonga ST mendesak Kejati Sumut tidak tebang pilih tersangka kasus korupsi apalagi jika sampai ‘melindungi’.
“Maka wajar kita bertanya, ada apa dengan IH, KCP Stabat dan secara gamblang dapat kita lihat kredit sebesar itu tanpa mekanisme. Selaku pimpinan harusnya meneliti kelengkapan administrasi kreditur,” kata Edi Susanto Ritonga ST anggota Komisi C DPRD Sumut.
Wakil Sekretaris Fraksi Hanura DPRD Sumut menuturkan proses hukum tidak berhenti begitu saja, dan tidak cukup hanya pimpinan pemasaran dan kreditur. Sebab, korupsi itu terselubung dan masif.
Pola penanganan kasus korupsi tidak boleh ‘tawar menawar’ atau tebang pilih, bila penting babat hingga pimpinan tertinggi.
Jika tidak, pola pemikiran lama itu akan kerap berkembang biak. Tentunya masyarakat luas melihat kondisi ini cukup miris.
“Bila kita lihat proses hukum saat ini seharusnya bukan hanya Fakhrizal saja, tetapi IH dan direktur perusahaan. Persoalan ini dibuka luas agar terang benderang. Kita minta penyidik Kejati Sumut menyusuri keterlibatan IH dan jika tidak kita pertanyakan integritas penegak hukum,”ujar Edi politisi partai Hanura asal Dapil Sumut VI.
Reporter : Toni Hutagalung