Tarutung-ORBIT: Dua kali mangkir dari panggilan kepolisian, tiga terdakwa Kirib Bakkara (63), Nurhayati Sihombing (61) dan Sabrina Bakkara (24) warga Desa Simatupang, Kecamatan Muara, kasus kekerasan terhadap anak inisial RMS (14 ) berujung upaya jemput paksa oleh petugas dihadiri Kepala Desa setempat pada 5 Juni 2018 lalu.
Upaya jemput paksa itu dilakukan Polri setelah memenuhi unsur lengkapnya berkas penyidikan yang selanjutnya proses penyerahan berkas dan tersangka kala itu ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk disidangkan di PN Tarutung.
Dan ketiga terdakwa sudah divonis pengadilan bersalah dan harus menjalani hukuman penjara selama 10 (sepuluh) bulan.
Diduga akibat upaya paksa yang berujung vonis pengadilan, terdakwa SB (24) melayangkan ciutan di wall Facebook atas nama Sabrina Bakkara pada 13 Februari 2018 sekira pukul 12.26 WIB.
Sabrina Bakkara menyebut penanganan hukum yang dialami mereka disebut-sebut melebihi penanganan tersangka teroris. Sabrina Bakkara menulis pesan itu agar jadi perhatian serius Kapolri dan Presiden RI Ir Joko Widodo.
Menyahuti cuitan itu, Polres Taput dalam keterangan persnya, menyebut sudah melakukan pendekatan persuasif baik dari pihak Polsek Muara, Kepala Desa Simatupang Bontor Sianturi dan Camat Muara Richand Situmorang pada 5 Juni 2018 lalu, tiga terdakwa itu sama sekali tidak mau kooperatif malah melakukan perlawanan terhadap petugas.
Bujukan mengikuti proses hukum agar dihiraukan, malah terdakwa NS menggigit tangan dan mencakar pinggang sebelah kanan anggota Polsek Muara atas nama Alinton Nainggolan dan menggigit tangan anggota Polsek atas nama Peri Samosir.
“Dua personil Polsek Muara mengalami cidera luka karena gigitan dan cakaran oleh terdakwa NS saat upaya jemput paksa saat itu. Jadi buat apa lagi diungkit di medsos,” terang Aiptu Sutomo M Simaremare SH Kasubbag Humas Polres kepada wartawan di sela press rilis di Mapolres, Kamis (14/2/2019).
Padahal langkah upaya jemput paksa tersebut sudah sesuai diatur di dalam Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan pendampingan Kepala Desa setempat bahkan hadirnya Camat Muara.
“Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa, orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya,” jelas Sutomo.
Adapun kronologi penanganan kasus kekerasan anak itu, terang Aiptu Sutomo M Simaremare SH, bermula dari kejadian dugaan pencurian uang oleh RMS (14) seorang pelajar sekolah dasar pada tanggal 16 April 2018 lalu di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.
Terdakwa menuduh korban RMS mencuri sejumlah uang dari rumah mereka dengan alasan NS saat itu ada melihat RMS berada di kolong rumah tersangka pada tanggal 16 April 2018 sekira pukul 16.00 WIB.
Namun berita kehilangan uang tersebut tidak segera dilaporkannya ke pihak berwajib, namun langsung mendatangi rumah korban RMS dan terjadilah penganiayaan disaksikan tiga orang warga HO, MLS dan JT sekira pukul 20.00 WIB.
“Saat itu korban RMS berada di rumahnya didatangi ketiga tersangka dan terjadi tanya jawab antara terdakwa SB dengan korban RMS. Tidak puas dengan jawaban korban RMS tidak ada melakukan pencurian uang lantas ketiga terdakwa KB, SN dan SB justru melakukan penganiayaan dengan kekerasan”
Dan sesuai hasil visum et revertum, korban mengalami luka bengkak dan memar di pinggang sebelah kiri, luka memar dan bengkak di pinggang sebelah kanan, luka memar dilengan sebelah kanan korban dan bibir korban menjadi bengkak akibat penganiayaan ketiga pelaku,” terang Sutomo.
AKP Hendro Sutarno SH Kasat Reskrim Polres Tapanuli Utara mengatakan tulisan pesan Sabrina Bakkara sudah menciderai proses hukum yang sudah inkrah.
“Demi menjaga nama baik institusi Polri dalam penanganan hukum atas kasus terdakwa Sabrina Bakkara, kicauan itu kami nyatakan berita hoaks dan bisa merugikan dirinya sendiri”, tegas Hendro Sutarno menjawab wartawan di Aula Mini Polres Taput. Od-Jum