ACEH SELATAN | Proses penegakan hukum terhadap pelanggaran Syariat Islam di Aceh Selatan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) masih menghadapi hambatan serius, terutama terkait keterbatasan anggaran operasional.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Syariat Islam (PPDSI) Satpol PP dan WH Aceh Selatan, Rudi Subrita, S.Ag, kepada media pada Kamis (25/9/2025).
Meski di tengah keterbatasan, jajaran WH tetap melaksanakan patroli dan razia sebagai bagian dari komitmen dalam menegakkan Syariat Islam di wilayah tersebut.
“Anggaran sangat terbatas, namun kami tetap menjalankan tugas sesuai tanggung jawab. Meski demikian, banyak kasus hanya bisa kami tindak sebatas pembinaan ringan,” ujar Rudi.
Rudi mengungkapkan, pada Senin malam (23/9/2025), tim WH melakukan patroli ke sejumlah titik rawan pelanggaran syariat mulai pukul 22.00 WIB. Lokasi yang disasar antara lain kawasan Alun-Alun, Gunung Peralung, Gunung Kerambil, hingga area sekitar Terminal dan Bundaran Masjid Agung Tapaktuan.
Razia dilakukan berdasarkan laporan masyarakat. Meskipun sebagian laporan tidak terbukti, petugas tetap menemukan sejumlah pelanggaran.
“Di Gunung Peralung, kami menerima laporan adanya aktivitas minum tuak dan dugaan perbuatan mesum, namun saat tiba di lokasi, situasi sudah kosong,” jelas Rudi.
Selanjutnya, di Gunung Kerambil, petugas menemukan sekelompok warga yang sedang bermain kartu, namun tidak ditemukan unsur pelanggaran syariat. Sementara itu, di bundaran depan Masjid Agung Tapaktuan, tiga pemuda kedapatan sedang mengonsumsi minuman keras jenis tuak dan langsung diamankan untuk dibina di kantor WH.
“Bila masih bisa dibina, tentu kami lakukan pembinaan ringan, seperti push-up atau membersihkan fasilitas umum. Tapi kalau pelanggarannya berat, tetap akan diproses sesuai aturan hukum syariat,” tambahnya.
Rudi juga menyebutkan bahwa tim WH lainnya turut menjaring pasangan muda-mudi yang diduga berbuat maksiat, namun keduanya berhasil melarikan diri saat hendak diamankan.
Terkait dukungan anggaran, Rudi mengaku sangat prihatin. Dari usulan dana sebesar Rp50 juta dalam perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK), pemerintah daerah hanya menyetujui Rp25 juta.
“Kami banyak menerima laporan dari masyarakat, mulai dari kasus judi, minuman keras, hingga zina. Tapi karena keterbatasan anggaran, penanganannya belum bisa maksimal,” pungkasnya.
Reporter : Yunardi