ACEH SINGKIL- Lokasi Kuala Gabi Kecamatan Singkil Aceh Singkil, belakangan menjadi sorotan dan banyak diburu para pecinta alam.
Lantaran lokasi hutan yang masih asri berada di pulau-pulau kecil di tepi pantai laut antara muara Sungai Singkil. Menuju lokasi itu harus menyeberang menggunakan perahu mesin nelayan sekitar 10 menit menyusuri hutan nipah, bakau dan cemara, serta lokasi spot mancing warga dari dermaga Pulo Sarok Singkil.
Sayangnya, lokasi yang telah dikelola oleh masyarakat untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata daerah itu kini menjadi polemik. Dikarenakan lokasinya yang sedikit terlalu jauh dari keramaian dan dikhawatirkan rentan terhadap pelanggaran Syariat Islam.
Sejumlah Tokoh Agama Desa Pulo Sarok, Kabupaten Aceh Singkil menyampaikan menolak pengembangan Destinasi Wisata Kuala Gabi tersebut karena khawatir menjadi pemicu terjadinya pelanggaran Syariat Islam.
Penegasan itu disampaikan para perangkat keagamaan dalam agenda pembahasan Destinasi Kuala Gabi di Gedung Pemuda Pulo Sarok Aceh Singkil Rabu (10/6/2020) kemarin.
Dalam pertemuan itu, Imam Musfar, salah seorang perangkat keagamaan, Desa Pulo Sarok mengatakan, pengembangan Kuala Gabi dikhawatirkan berdampak sosial negatif pada masyarakat. Karena wujud wisatanya membuka peluang pelanggaran Syariat Islam meski dikelola secara kearifan lokalnya.
“Kita agak anti sekali karena imbasnya ke masyarakat, nantinya bisa mengarah pelanggaran syariat, mengingat kedepan semakin berat untuk memberantasnya,” kata Musfar menyikapi lokasi wisata tersebut.
Musfar juga menegaskan pihaknya tidak ingin wisata baru itu dikembangkan, karena proses wisata dikhawatirkan membaur dengan perbuatan maksiat.
Pihaknya sepakat untuk sementara pengembangan Wisata Kuala Gabi jangan ada pelayanan. “Hal ini perlu saya tegaskan pengalaman yang sudah-sudah, baik dipantai, yang ada hiburannya untuk mengatasi pelanggar syariat, instansi terkait dan pihak desa kewalahan,” bebernya.
Terlepas dari apa yang diuntungkan, kata Imam desa itu, mari kita sama-sama mempertimbangkan kembali, setidaknya tanggung jawab bersama, jangan sampai kampung kita diturunkan ‘Bala’, katanya.
Khatib Desa Pulo Sarok Sabaruddin, juga menolak dikelolanya Destinasi Wisata Kuala Gabi. “Tidak boleh ada pelanggaran syariat di Bumi Syekh Abdurrauf Aceh Singkil,” sebutnya.
“Berkunjung tidak dilarang, namun inisiasinya bila terjadi pelanggaran syariat, bagaimana? mohon jadwal kunjungan diatur,” ujarnya.
Sementara Keuchik Pulo Sarok Sabri Parti, menyampaikan, pulau-pulau kecil Kuala Gabi yang masuk kawasan Dusun Perdamaian, Pulo Sarok sudah lama dilirik pegiat wisata lokal.
“Dampak ekonominya memang sangat dirasa bergeliat untuk pendapatan masyarakat setempat beberapa pekan ini, namun dampak sosialnya perlu kita sikapi lagi,” ujarnya dalam forum itu.
Dikatakannya Kuala Gabi hingga sampai kawasan Singkil Lamo merupakan bagian Rawa Singkil, yang tergolong lahan konservasi atau termasuk hutan lindung, ditumbuhi pohon cemara dan pohon Bakau (Manggrove).
Hal senada juga dikatakan Panglima Laut Kampung Pulo Sarok Basri. Diakuinya Kuala Gabi dapat mendongkrak ekonomi masyarakat terutama nelayan. Yakni dari transport antar jemput serta membuka peluang dagang dilokasi yang sangat menguntungkan.
Menurutnya, hal lain juga penting disampaikan pada kelompok pengelola dan pembinanya agar bisa memberikan pengertian secara arif.
“Lokasi muara (kuala pertemuan air asin-tawar) labil dan cendrung berpindah-pindah, sehingga lokasi wisata patut dipertimbangkan, agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Beberapa tokoh masyarakat lainnya juga menyampaikan, pengelolaan dan pengembangan Kuala Gabi harus turut campur pemerintahan desa untuk mengatur regulasi.
Seperti pengaturan jadwal kunjungan, tidak boleh malam, dan pengelola diminta tanggung jawab penuh.
Sebelumnya pihak perwakilan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Aceh Singkil Admi, SHut yang dihadirkan pihak desa dalam kesempatan itu menyampaikan Hutan lindung tercetus berdasarkan keputusan pemerintah pusat. Hutan lindung hak paten tidak boleh diganggu dalam bentuk aktivitas apapun.
Fungsi hutan lindung di Pulo Sarok, yakni mengurangi abrasi, kurangi tiupan angin, tempat berkembangnya biota laut, dan sebagai tameng bila ada gelombang pasang.
“Pada dasarnya Hutan lindung, suakamarga satwa, segala aktivitas apapun tidak boleh digunakan, termasuk Wisata, penebangan pohon, itu tidak dibenarkan apapun alasannya,” ujarnya.
Namun, kata Admi tergantung kebijakan pemerintah desa, cara baiknya untuk dikelola guna peningkatan ekonomi. Pada intinya masyarakat bisa sejahtera namun hutan tetap lestari.
Musyawarah desa dipimpin Kepala Desa Pulo Sarok Sabri Party, yang turut dihadiri Sekdes Yasmi, Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Nasruddin, sejumlah perangkat Keagamaan Kampung, para Kepala Dusun dan para tokoh masyarakat.
Reporter : Saleh