JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Setelah beberapa pekan ini kisruh menyoal revisi UU KPK, sang RI 1 menyatakan dirinya tidak tahu menahu soal rencana tersebut.
Ia menyebut, revisi itu merupakan usul dari DPR. Menurutnya, tak sedikitpun ia tahu isi apa saja yang hendal diusulkan revisi oleh DPR.
“Itu inisiatif DPR. Saya belum tahu isinya,” kata Jokowi saat ditanya wartawan disela kunjungan kerja di Pontianak, Kamis (5/9/2019) kemarin seperti dilansir dari kompas.com.
Jokowi menyebut, KPK selama ini bekerja dengan baik. Namun ia belum bisa berkomentar apakah revisi UU ini diperlukan atau tidak.
“Saya belum tahu, jadi saya belum bisa sampaikan apa-apa,” kata Jokowi.
Revisi UU KPK yang diajukan Badan Legislasi DPR sudah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR dalam sidang paripurna Kamis (5/9/2019) siang kemarin.
Setelah itu, RUU ini akan dibahas bersama pemerintah. Anggota Baleg Hendrawan Supratikno mengatakan, Baleg akan mengebut pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 habis pada 30 September mendatang.
Berdasarkan rapat Baleg pada 3 September 2019 dengan agenda pandangan fraksi-fraksi tentang penyusunan draf revisi UU KPK, ada enam poin revisi UU KPK.
Pertama, mengenai kedudukan KPK disepakati berada pada cabang eksekutif atau pemerintahan yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, bersifat independen.
Pegawai KPK ke depan juga akan berstatus aparatur sipil negara yang tunduk pada Undang-Undang ASN.
Sementara itu, status KPK selama ini sebagai lembaga ad hoc independen yang bukan bagian dari pemerintah.
Kedua, kewenangan penyadapan oleh KPK baru dapat dilakukan setelah mendapat izin dari dewan pengawas.
Ketiga, penegasan KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu sehingga diwajibkan bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Keempat, tugas KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan, sehingga setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan sesudah berakhir masa jabatan.
Kelima, pembentukan dewan pengawas KPK berjumlah lima orang yang bertugas mengawasi KPK.
Keenam, kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP3.
Penghentian itu harus dilaporkan kepada dewan pengawas dan diumumkan ke publik. (*)
Sumber: detik.com