MEDAN – Menuntut penegakan hukum di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut,
bukan hanya pekerjaan yang panjang dan melelahkan bagi Chika Nainggolan. Tapi, juga membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk ukuran ekonomi seperti Chika.
Paling tidak, ini dirasakan wanita 42 tahun ini ketika menuntut keadilan, agar mantan suaminya Yacub Welfrid Hulu yang 11 tahun lalu telah divonis 10 bulan penjara, bisa segera dijebloskan ke penjara sesuai putusan pengadilan.
Sejak putusan pengadilan hingga putusan kasasi tahun 2008, Chika berulangkali mendatangi Kejati Sumut. Menemui jaksa penuntut dalam perkara atas gugatannya tersebut, hingga menemui beberapa pejabat di Kejati. Warga Titi Kuning Medan ini terus berjuang agar mantan suaminya itu dihukum, sesuai putusan lembaga peradilan hingga putusan kasasi.
Tapi, apa yang ia dapat? Sampai hari ini, harapannya untuk tegaknya hukum itu, belum juga bisa dirasakannya melalui Kejati Sumut. Ironisnya, Chika pernah diminta beli 9 tiket pesawat berikut akomodasinya untuk tim jaksa yang akan menjemput mantan suaminya itu dari tempat pelariannya di Sanggau, Kalimantan Barat.
“Saya ada rekaman suaranya ketika oknum jaksa itu meminta saya membeli 9 tiket dan menyiapkan akomodasi bagi tim kejaksaan untuk menjemput Yacob ke Sanggau,” kata Chika dengan berlinang air mata, saat melapor ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Kamis (9/1/2020).
AWAL KISAH
Kisah pilu perempuan yang hanya pegawai perusahaan swasta ini, dimulai setelah perceraiannya dengan Yakub tahun 2007 di Pengadilan Negeri (PN) Tebingtinggi. Sejak itu, Chika menjanda dan harus berjuang seorang diri.
Tapi, yang lebih menyayat hati Chika, ketika hakim memutuskan hak asuh anak tunggal mereka Riki Hulu, yang ketika itu berusia 2 tahun jatuh pada Yakub. Sebagai seorang ibu, putusan hak asuh anak ini sangat tidak adil. Ia pun bersikukuh berjuang bisa mengasuh Riki, karena merasa mampu.
Lalu, pada 2008, saat dirinya tak dirumah, Yakub datang ke rumah orangtua Chika, dimana disitu juga ada Riki. Dengan alasan rindu, Yakub meminta izin ibu Chika untuk membawa Riki jalan-jalan. “Tapi sejak itu, Riki dibawanya. Dan tidak kembali,” kata Chika.
Ia pun mencari ke mana-mana. Hingga kemudian Chika menemukan Yakub dan Riki saat ibadah di GSJA, Sukadono, Helvetia. Chika yang berupaya mengambil anaknya, kemudian terlibat cek-cok hingga Chika dipukul Yakub. Pemukulan ini kemudian dilaporkan ke Polsek Helvetia. Kasus kemudian berproses ke PN Medan dan Yakub divonis 10 bulan penjara. “Tapi selama proses persidangan, Yakub tidak ditahan,” sebutnya.
Yakub kemudian diketahui mengajukan banding atas vonis itu. Karena tidak ditahan, kesempatan ini dimanfaatkan Yakub untuk meninggalkan Medan. Sejak itu, Yakub dan Riki tidak diketahui keberadaanya.
DIKETAHUI DI KALBAR
Chika pun mencaritahu kemana mereka pergi dengan harapan bertemu anaknya. Singkat cerita, melalui seorang teman bekas suaminya, Chika tahu kalau Yakub berada di Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar). Di tengah-tengah itu, setelah banding, Mahkamah Agung (MA) kemudian menolak kasasi Yakub dan memvonis Yakub 10 bulan penjara atas penganiayaan itu. Namun Yakub masih bebas berkeliaran.
Karena ingin menuntut keadilan, pada Desember 2017 Chika pun mendatangi jaksa yang menangani kasusnya. Ia kemudian mengaku bertemu dengan jaksa PS. “Waktu itu dia mengatakan jaksa bisa menangkap asal dibelikan 9 tiket. 4 tiket untuk pergi, dan 5 tiket untuk membawa Yakub serta akomodasi mereka. Saya rekam itu semua melalui HP,” ungkapnya.
ANAKNYA MENINGGAL
Karena tidak punya uang, Chika pun tak menyanggupi permintaan itu. Dan berfikir lain, yakni berusaha menemui anaknya langsung di Sanggau. Ia pun berangkat. Betapa terkejutnya ia bahwa anaknya, Riki ternyata sudah meninggal dunia sejak 31 Desember 2008 silam. “Para tetangga bilang anak itu sering dipukuli. Bekas suami saya setelah bercerai kemudian menikah lagi,” terangnya.
Betapa hancurnya hati Chika mendapati kenyataan ini. Ia pun mencoba mencari Yakub namun tak bertemu. Ia kembali ke Medan. Medio 2019, ia kembali menemui jaksa. Kali ini, ia bertemu dengan Sumanggar Siagian, Kasi Penkum Kejatisu. “Awalnya, Sumanggar meminta alamat jelas Yakub agar ditangkap. Setelah ada alamat lengkap, Sumanggar tidak bisa dihubungi atau ditemui,” ungkapnya. Ia pun bingung menghadapi kenyataan ini. Sekitar 11 tahun mencari keadilan tapi tak membuahkan hasil. Ia berharap Ombudsman bisa menyahuti tuntutannya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menyebutkan, bahwa laporan Chika masih diproses di Ombudsman. Mereka masih meneliti kelengkapan syarat formil dan materil laporan itu. Namun, dari penuturan pelapor, Abyadi mengaku sangat prihatin dengan pelayanan hukum di Kejati Sumut. “Tentu laporan ini akan kita tindaklanjuti,” katanya.rel/cr-03