MEDAN | Pengurus Wilayah Ikatan Pelajar Al Washliyah (IPA) Provinsi Sumatera Utara kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, Selasa (3/6/1025). Mereka mendesak percepatan penanganan kasus dugaan penyelewengan anggaran stunting di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) senilai Rp103 miliar.
Koordinator aksi, Zaldi Hafiz Umaiyyah, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk keprihatinan atas lambannya proses penegakan hukum terkait penggunaan anggaran stunting tahun 2022–2023 di Madina. Ia mempertanyakan kelanjutan proses hukum terhadap sejumlah pejabat yang sebelumnya telah dipanggil oleh Kejati Sumut.
“Kami mempertanyakan sejauh mana perkembangan pemeriksaan terhadap dugaan penyelewengan anggaran stunting yang jumlahnya cukup fantastis. Kami menduga ada ketidaktegasan dari Kejati Sumut,” ujar Zaldi dalam orasinya.
Zaldi juga menyoroti kunjungan Kepala Kejati Sumut ke Mandailing Natal pada 19 Mei 2025 lalu yang disambut oleh Bupati dan Wakil Bupati Madina. Ia menyayangkan momen tersebut karena dianggap mengaburkan keseriusan penanganan perkara yang tengah disoroti publik.
Padahal, lanjut Zaldi, pada 17 Desember 2024 lalu, Kejati Sumut telah memanggil Wakil Bupati Madina selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB), serta beberapa kepala bidang. Pemanggilan lanjutan juga dilakukan terhadap kepala desa dan kepala puskesmas pada 22 April 2025. Namun, hingga kini belum ada kejelasan hasil penyelidikan.
Di tempat yang sama, Ketua PW IPA Sumut Mhd Amril Harahap, menegaskan bahwa pihaknya mendesak Kejati Sumut untuk tidak membiarkan kasus ini mengendap.
“Kami minta Kejati Sumut segera menindak tegas oknum-oknum yang diduga terlibat, termasuk Wakil Bupati dan pejabat lainnya. Bahkan mantan Bupati periode 2021–2024 pun perlu diperiksa karena punya tanggung jawab dalam penggunaan anggaran tersebut,” ujar Amril kepada wartawan.
Menurutnya, dugaan penyelewengan dana stunting sebesar Rp103 miliar—terdiri dari Rp34 miliar pada tahun 2022 dan Rp69 miliar pada tahun 2023—telah berdampak pada terganggunya layanan kesehatan ibu dan anak serta pembangunan infrastruktur kesehatan.
Aksi unjuk rasa sempat diwarnai perdebatan antara massa PW IPA Sumut dan pihak Kejati Sumut yang diwakili oleh Kasi Intel, Dewi, dan Sarjani. Namun pihak kejaksaan berjanji akan menyampaikan aspirasi massa kepada Kepala Kejati Sumut serta membuka ruang kolaborasi dengan PW IPA dalam mengawal kasus tersebut.
Aksi ditutup dengan penyerahan laporan pengaduan secara resmi oleh perwakilan PW IPA Sumut kepada Kejati Sumut. Para pengunjuk rasa juga menegaskan akan terus mengawal kasus ini dan tidak segan membawa persoalan ke tingkat Kejaksaan Agung bila tak ada perkembangan signifikan. (Rel/OM-03)