TANAH KARO | Buntut maraknya perambahan hutan dan alih fungsi di kawasan Lau Gedang Kecamatan Sibolangit Deliserdang dan perambahan hutan di jalan tembus Karo-Langkat kawasan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran m, Komisi B DPRD Sumut gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemkab Karo, Pemkab Deliserdang dan Pengurus Wahana Lingkungan Alam Nusantara (Walantara) Kabuoaten Karo, Selasa (9/3/2021) di ruang Komisi B DPRD Sumut Medan.
Diawal RDP itu, salah utusan DPD
Wahana Lingkungan Alam Nusantara (Walantara) Kabupaten Karo, Daris Kaban langsung mengungkapkan kondisi hutan raya konservasi Tahura persisnya di kawasan Lau Gedang Kecamatan Sibolangit dan Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo marak perambahan hutan oleh mafia tanah sesuai hasil investigasi Walantara.
“Mirisnya, mafia perambahanhutan ini dilakukan setiap hari dan ada pembiaran, sehingga hutan diwilayah itu sudah sebagian beralih fungsi menjadi lahan perkebunan,” ungkapnya.
“Lebih tragis lagi, akibat perambahan hutan, habitat ekosistem hutan terganggu, sehingga belum lama ini tersiar kabar harimau memangsa ternak-ternak masyrakat STM Hilir Langkat, karena tempat mereka diusik,” sambungnya.
Dikesempatan yang sama, Kabid Kehutanan Provsu Anas Zulpan Lubis menyebutkan Tim Tahura sering melakukan patroli, namun faktor keterbatasan personil, patroli tidak efektif menjangkau semua wilayah hutan konservasi , walaupun rutin tim polhut patroli.
“Pihaknya mengakui ada sekelompok orang telah melakukan perambahan dan mengalihfungsikan hutan konservasi Tahura menjadi lahan perkebunan. Secara aturan Itu sebenarnya tidak boleh, apapun bentuknya itu adalah Ilegal,” kecamnya.
“Menyinggung soal harimau ke perkampungan warga, pihaknya juga membenarkan akibat habitatnya terasa terganggu.
Hal Senada ditambahkan Kepala UPT Tahura Dinas Kehutanan Provsu Timbul Naibaho bahwa saat ini personel UPT Tahura hanya berjumlah 4 orang, sehingga dia mengaku kurang mampu mengawasi secara ketat luas hutan yang ada lebih kurang 560.000 Ha.
“Sedangkan sesuai SOP perosenel 1 orang polhut hanya mampu menjaga 1 ha,” ucapnya.
Sementara Bupati Karo Terkelin BrahmanaSH MH didampingi Kadis LHK Radius Tarigan mengatakan bahwa hutan jalan tembus Karo – Langkat awalnya sebagian dikuasai oleh masyrakat terdampak erupsi gunung Sinabung, semasa aktifnya dan ganasnya erupsi gunung Sinabung, sehingga masyrakat sementara memilih bermukim disana.
“Namun sekian tahun berjalan , Pemkab Karo belum ada kembali melakukan pendataan dilokasi itu, tapi dulu yang saya khwatirkan ada perambahan, akhirnya terjadi, padahal saat pembukaan jalan Karo-Langkat saya pernah usulkan agar dibangun pos portal kehutanan atau pos terpadu, guna menjaga kelestarian hutan, tapi sayang belum terealisasi sampai sekarang, imbasnya hutan kurang terminimalisir dari tindak kejahatan hutan,” ucapnya.
Dipihak yang sama, Bupati Deli Serdang melalui asisten 2 Ekbang Putra Manalu menegaskan sampai saat ini di RT RW Pemkab Deli Serdang masih tercatat kawasan hutan Lau Gedang belum berubah fungsi, dalam arti kata masih kawasan hutan belum beralih fungsi.
“Hanya saja dibawah tahun 1980 masyrakat yang bermukim disana sudah ada memiliki lahan pertanian dan perkebunan, sehingga secara otoritas Pemkab Deli Serdang tidak memiliki kewenangan untuk menertibkan,” jelasnya.
Menanggapi hal itu anggota komisi B DPRD Sumut Leonardo Samosir, mengatakan disnyalir ada oknum pejabat dan oknum ASN memiliki lahan pertanian di Lau Gedang dan di jalan Tembus-Karo Langkat, ini harus dicuci, apapun bentuknya ini tidak dibenarkan, kalau dibiarkan terus perambahan hutan dan alih fungsi akan semakinmarak, dan imbasnya kota Medan akan tenggelam,” ujarnya.
“Tindakan itu harus menjadi perhatian serius semua APH dan elemen masyrakat, dan hutan harus diselamatkan. Bila butuh anggaran penyelamatan, saya akan berjuang menganggarkaj di APBD Provinsi,” imbuhnya.
Hal yang sama ditegaskan anggota Komisi B DPRDS Sumut lainnya Sugianta Makmur, Terkait jalan tembus Karo – Langkat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo dan Hutan di Lau Gedang Deli Serdang bukan hal yang baru, ini sudah mengancam kelestarian hutan, bayangkan kedua tempat itu, lahan tanahnya sudah diperjual belikan dengan harga bervariasi.
“ini sungguh miris, hutan milik negara dijual untuk mencari keuntungan perorangan. Satu sisi dampaknya lingkungan akan terancam,” ucapnya.
“Jika serius tidak perlu kita RDP seperti ini, cukup kita action gandeng Gakkumdu dilapangan, dan jangan ada istilah nego dilapangan, kalau ketemu ada rumah-rumah yang tidak sesuai peruntukannya, kita hancurkan, dan pulihkan kembali ke ekosistem hutan,” tegasnya.
Menyahuti berbagai tanggapan dalam RDP itu, Ketua Komisi B DPRD Dodi Taher menyimpulkan bahwa kegiatan ini akan ada rapat lanjutan minggu depan dengan mengundang Gakkumdu teridiri dari TNI/Polri dan Kejaksaan, agar bersama pihak kehutanan dapat bersinergi dan berkolaborasi dalam menyelamatkan hutan negara.
“Namun demikian, saya minta Polhut lebih tingkatkan pengawasan lebih ketat lagi, sebelum ada keputusan bersama tim penegakan hukum terpadu,” pungkasnya sembari menutup rapat.
Reporter : Daniel Manik