Berdasarkan yang diinput AWF, luas mangrove Aceh Tamiang (15.447,91 hektare), Kota Langsa (5.253,15 hektare), Aceh Timur (18.080,45 hektare), Aceh Utara (959,11 hektar), Lhokseumawe (88,34 hektare) dan Bireuen (25,57 hektare).
Tingkat kekritisan lahan mangrove di wilayah Kabupaten Aceh Timur diklasifikasikan menjadi rusak berat seluas 36.064 ha, rusak sedang seluas 28.729 ha dan yang tidak rusak hanya 7.548 ha.
Di pesisir timur, hutan mangrove terdiri dari tiga famili yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiaceae dan Euphorbiaceae dan 7 jenis pohon: Bruguiera gimnorrhiza, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Sonneratia ovata.
Hutan mangrove terus menysut akibat dijadikan lahan perkebunan, tambak, permukiman dan penebangan liar.
Luas hutan mangrove di pesisir timur Aceh berkurang tetrus berkurang, sebagian besar disebabkan penebangan liar untuk bahan baku arang.
Selain itu, persoalan banjir di Aceh saat ini disebabkan rusaknya kawasan hutan dan hilangnya area tangkapan air di sepanjang DAS. Karena itu lahan-lahan gambut di sepanjang DAS harus dikembalikan fungsinya sebagai kawasan resapan untuk mencegah banjir berulang.
Tata kelola hutan tidak tertib Tata kelola hutan mangrove di Aceh saat ini masih sangat amburadul.
Banyak aksi penebangan liar tanpa melalui tata kelola pemanfaatan kawasan hutan yang sesuai dengan mekanisme perhutanan sosial yang tercatat di Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH).