BANDA ACEH | Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Azhari Cage Sip, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap praktik politik uang yang terjadi selama proses Pilkada di beberapa wilayah Aceh, seperti Langsa, Bireuen, dan Banda Aceh.
Praktik ini menurutnya, mencederai nilai-nilai demokrasi dan merusak tatanan berbangsa serta bernegara.
“Money politik yang terjadi di beberapa daerah sangat mencederai demokrasi kita. Ini bukan hanya kejahatan demokrasi, tetapi juga langkah mundur yang serius dalam kehidupan politik kita. Pemimpin yang lahir dari praktik seperti ini cenderung berorientasi pada keuntungan pribadi, bukan berdasarkan pilihan hati nurani rakyat,” ujar Azhari dalam keterangannya, Senin (2/12/2024).
Azhari menegaskan bahwa politik uang merupakan bentuk kejahatan demokrasi yang harus segera dihentikan. Ia mendesak Penyelenggara Pemilu, khususnya Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih), Kepolisian, dan Tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), untuk menindak tegas setiap laporan terkait praktik ini.
“Kami meminta Panwaslih, kepolisian, dan kejaksaan melalui tim Gakumdu untuk memproses setiap temuan politik uang secara serius. Demokrasi yang sehat hanya akan terwujud jika rakyat memilih berdasarkan hati nurani, bukan uang. Jika praktik ini dibiarkan, dampaknya akan sangat merusak tatanan sosial masyarakat kita,” tegasnya.
Menurut Azhari, pembiaran terhadap praktik politik uang tidak hanya merusak demokrasi, tetapi juga berdampak pada tatanan sosial masyarakat. Ia menyebutkan bahwa praktik semacam ini melahirkan pemimpin yang tidak memiliki integritas dan cenderung mengabaikan kepentingan publik.
“Jika pemimpin dipilih bukan berdasarkan keinginan rakyat, melainkan berdasarkan transaksi uang, maka pemerintahan yang terbentuk tidak akan berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Ini adalah ancaman nyata bagi masa depan Aceh dan bangsa kita secara keseluruhan,” tambahnya.
Selama masa pengawasan Pilkada yang dilakukan Azhari, laporan terkait politik uang terus berdatangan dari berbagai daerah di Aceh. Ia menyampaikan keprihatinan atas masih maraknya praktik ini meskipun sudah ada aturan dan pengawasan yang ketat.
“Dalam pengawasan yang saya lakukan kemarin di Aceh, laporan tentang politik uang terus masuk. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan kita perlu diperkuat. Saya mengingatkan pentingnya perhatian lebih dari Panwaslih dan kepolisian terhadap kasus ini,” ujarnya.
Azhari menilai bahwa politik uang adalah ancaman serius bagi proses demokrasi yang sehat. Ia mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, untuk bersikap proaktif dalam melaporkan kasus-kasus politik uang yang mereka temui. Selain itu, ia menekankan perlunya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memilih pemimpin berdasarkan kualitas dan integritas, bukan uang.
“Kita harus membangun kesadaran kolektif bahwa suara rakyat adalah amanah. Pilihan yang didasarkan pada uang hanya akan menghancurkan masa depan kita. Mari bersama-sama menjaga demokrasi ini agar tetap berjalan sebagaimana mestinya,” kata Azhari.
Di akhir keterangannya, Azhari menyampaikan harapannya agar demokrasi di Aceh dapat berjalan dengan lebih baik di masa depan. Ia meminta agar semua elemen masyarakat, termasuk lembaga pengawas dan penegak hukum, bekerja sama untuk memutus rantai politik uang demi menciptakan kontestasi politik yang bersih dan adil.
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Jika kita ingin Aceh maju, maka kita harus memulai dengan memperbaiki sistem demokrasi kita. Hanya dengan cara itu kita bisa melahirkan pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat,” pungkasnya.
Dengan adanya langkah tegas dan kerja sama dari berbagai pihak, Azhari optimis Aceh dapat mewujudkan demokrasi yang lebih sehat dan transparan, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mencerminkan kehendak rakyat. (red)