MEDAN – Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana miliaran rupiah dengan terdakwa Sulaiman Ibrahim kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (10/3) siang. Kali ini, terungkap kalau terdakwa sempat minta damai dan memulangkan uang korban.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan menghadirkan T. Hasyimi sebagai saksi untuk dimintai keterangan. Hasyimi merupakan putera kandung dari saksi korban, H.T.M. Razali.
Di depan majelis hakim yang diketuai Hendra Utama Sutardodo, Hasyimi menjelaskan kasus ini bermula pada tahun 2012 lalu. Sulaiman ketika itu menemui ayahnya H.T.M Razali dan mengaku mempunyai perusahaan konstruksi dan perkebunan di Lhoksumawe, yakni PT. Kasama Ganda.
“Perusahaannya, kata Sulaiman waktu itu, sedang bekerja sama dengan Pemda Simeulue dalam pengelolaan kebun kelapa sawit. Kemudian, Sulaiman menawarkan kepada ayah saya untuk bergabung dalam bisnis PT. Kasama Ganda. Sulaiman meminta sejumlah uang,” ucap Hasyimi.
Setelah melakukan pengecekan ke lokasi kebun kelapa sawit tersebut, lanjut Hasyimi, ayahnya menyerahkan uang Rp16,2 miliar kepada Sulaiman, untuk dipergunakan mengelola kebun sawit milik Pemda Simeulue. Kesepakatannya, keuntungan yang diperoleh dari kerjasama tersebut harus dimasukkan ke dalam satu rekening yang sepakati.
“Namun, berjalan beberapa bulan kemudian, hal itu tidak dipenuhi. Karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal dan merasa dibohongi, ayah saya lalu minta uangnya dikembalikan,” beber Hasyimi.
Lebih lanjut Hasyimi mengatakan, dari uang Rp16,2 miliar yang sudah diterima Sulaiman yang dikembalikan baru sekitar Rp13 miliar lebih. Dalam bentuk bangunan gudang seharga Rp10 miliar lalu ada juga dalam bentuk uang sekitar Rp3 miliar lebih.
“Kalau menurut orangtua saya. Ada perjanjian, Sulaiman akan menggantikan bunga bank. Jadi, total yang harus dikembalikan Sulaiman sekitar Rp5,2 miliar. Karena uang Rp16,2 miliar yang diberikan kepada Sulaiman itu merupakan pinjaman dari bank. Selanjutnya, setelah ditagih terus agar mengembalikan sisa uang yang sudah diterimanya, Sulaiman lalu memberikan enam lembar cek,” beber Hasyimi.
Belakangan, keenam cek tersebut ternyata tidak bisa dicairkan. Sulaiman kemudian menarik dua cek dan menggantinya dengan uang tunai. Sementara, empat cek lagi tidak ditarik dan dikatakan akan bisa dicairkan kemudian. Ternyata, keempat cek tersebut tetap tak kunjung bisa dicairkan, hingga akhirnya kasus ini dilaporkan ke Polda Sumut,” pungkas Hasyimi.
Kemudian majelis hakim memberikan kesempatan kepada penasihat hukum Sulaiman untuk bertanya. Selama bertanya, penasihat hukum Sulaiman kerap bertanya tentang gugatan perdata yang diajukan pihaknya kepada H.T.M Razali.
Mendengar pertanyaan itu, Hasyimi menjelaskan tidak mengetahuinya secara mendetail. “Iya saya tau ada digugat perdata. Sulaiman merasa sudah lebih bayar. Saat ini kasusnya sudah di Mahkamah Agung,” jelas Hasyimi.
Kemudian penasihat hukum Sulaiman yang berkali-kali mengatakan H.T.M Razali menerima kelebihan pembayaran dari Sulaiman sebesar Rp50 juta akhirnya terkejut ketika Hasyimi meminta bunyi tuntutan pada gugatan perdata dibacakan. Sebab, sepengetahuan Hasyimi tidak ada tuntutan dalam gugatan perdata yang diajukan Sulaiman yang menyatakan H.T.M Razali telah menerima pengembalian uang secara lebih sebesar Rp50 juta.
Usai penasihat hukum Sulaiman, giliran hakim anggota Aswardi Idris yang bertanya, “Yang mana duluan, gugatan perdata Sulaiman atau laporan pidana H.T.M. Razali ke Polda Sumut?”
“Laporan pidana kami Pak Hakim. Kami duluan melaporkan Sulaiman ke Polda Sumut, baru Sulaiman menggugat secara perdata,” tegas Hasyimi.
Pertanyaan Azwardi tersebut langsung membuat suasana persidangan hening. Ketua Majelis, Hendra Utama Sutardodo maupun penasihat hukum Sulaiman, yang sebelumnya mencecar saksi dengan beragam pertanyaan, terdiam beberapa saat. Pertanyaan Azwardi seolah memperkuat asumsi bahwa Sulaiman mengajukan gugatan perdata lantaran delik pidana penipuan dan penggelapan yang dilaporkan H.T.M. Razali ke Polda Sumut telah memenuhi unsur, sehingga tak bisa dihentikan.
Hasyimi juga menambahkan, saat kasus ini bergulir di Polda Sumut, penyidik ada menyarankan kedua belah pihak agar berdamai saja. “Awalnya ayah saya tidak mau, lalu saya kuatkan. Yaudahlah Yah, berdamai saja. Capek juga kita ribut-ribut terus. Kemudian besoknya ayah saya datang ke Polda Sumut membawa mesin penghitung uang dan pegawainya. Niatnya memang mau berdamai. Saat itu Sulaiman membawa uang Rp2,9 miliar,” kata Hasyimi.
Namun, setelah membaca isi surat perdamaian yang disodorkan untuk ditandatanganinya, H.T.M Razali urung niat. Dia membatalkan perdamaian lantaran ada kalimat yang merugikan dirinya.
“Sewaktu mau tanda tangan, ada kata-kata yang mengurungkan niat ayah saya untuk berdamai. Karena di situ tertulis jika sudah dibayar, maka gugurlah perkara pidana dan perdatanya. Padahal uang saat itu sudah pindah tas,” tukas Hasyimi.
Bagi Hasyimi, permintaan damai dan kesediaannya mengembalikan uang H.T.M. Razali secara terbuka menunjukkan Sulaiman merasa bersalah. “Terus apa tujuan Sulaiman membawa uang, kalau dia (dalam persidangan) tidak mengakui bersalah?” tandas Hasyimi.
Usai mendengarkan keterangan Hasyimi, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda saksi.
Terpisah, kuasa hukum H.T.M Razali, Mhd. Erwin S.H., M.Hum saat dikonfirmasi wartawan mengenai pertanyaan penasihat hukum Sulaiman mengatakan, tuntutan Sulaiman dalam perkara perdata yang diajukannya, tidak tersebut satu kalimat pun yang meminta majelis hakim PN Medan untuk menghukum H.T.M Razali mengembalikan uang kelebihan pembayaran sebesar Rp50 juta. “Kalau di dalam putusan ternyata ada (perintah kepada H.T.M. Razali mengembalikan uang Rp50 juta kepada Sulaiman), berarti ada cacat yuridis. Hakim PN Medan memutus apa yang tidak dituntut oleh Sulaiman dalam kasus perdata,” jelas Erwin.
Kemudian, Erwin kembali menegaskan adanya pengakuan bersalah dari Sulaiman yang ditunjukkan dengan permintaan damai di Polda Sumut. “Saat itu dia (Sulaiman) sudah bawa uang untuk dipulangkan kepada Pak Razali. Lalu, apa tujuan Sulaiman membawa uang kalau dia tidak mengakui?” tutup Erwin.
Reporter: Iin