Aceh  

Soal Guru Asusila, PGRI Aceh Singkil Tolak Berikan Bantuan Hukum

Ketua PGRI Aceh Singkil usai menerima piagam penghargaan manageman keuangan terbaik, dari Ketum PB PGRI, Prof Doktor Unifah Rosyidi di Jakarta, baru-baru ini. (orbitdigitaldaily.com/Saleh)

ACEH SINGKIL-Beredar kabar tak sedap kembali mencoreng wajah dunia pendidikan di Aceh Singkil.

Beberapa kali terjadi tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum guru di Bumi Sekata Sepekat.

Menanggapi merebaknya berita kasus asusila itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aceh Singkil M Najur dengan tegas menyampaikan tidak akan memberikan bantuan hukum terhadap guru yang melanggar kode etik profesi guru. Apalagi pelaku tindakan asusila.

“Ini sangat memalukan,” katanya saat ditemui orbitdigitaldaily.com, Rabu (3/6/2020) di Singkil.

Ini menjadi pukulan berat bagi tenaga pendidik lainnya di Aceh Singkil.

Sebab akibatnya, satu berbuat, wajah dunia pendidikan menjadi tercoreng.

Apalagi bagi seseorang berprofesi guru, yang seharusnya sangat menjunjung tinggi nilai moral dan etika sebagai seorang tenaga pendidik, sebaliknya malah menciderai profesi mulia ini.

PGRI akan sepenuhnya menyerahkan proses hukum dan sanksi kepegawaianya, kepada pihak Kepolisian dan BKPSDM.

“Oknum tersebut sudah mencoreng nama baik profesi. Yang bersangkutan harus menjalani proses hukum. Ini harus menjadi pelajaran bagi guru-guru lainnya,” ucapnya.

Sebagai sanksi organisasi profesi, PGRI berkomitmen akan memberikan sanksi tegas kapada guru yang sudah terbukti melanggar kode etik profesi.

Berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PGRI dapat dikenai sanksi sesuai pasal 12 ayat (3) poin : (a)peringatan lisan atau tertulis (b)pemberhentian/pembebasan selaku pengurus organisasi (c)pemberhentian/pembebasan sementara sebagai anggota, atau (d)pemberhentian tetap sebagai anggota.

Untuk itu PGRI menghimbau kepada seluruh guru Aceh Singkil agar kejadian tersebut menjadi pelajaran agar tidak terulang. Dan selalu mendekatkan diri dengan agama untuk menangkal hal-hal buruk.

Belajar dari kasus tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayan perlu mempertimbangkan beberapa saran untuk penyelenggaraan pendidikan.

Diantaranya dalam melakukan rekruitmen guru bukan PNS (GBPNS) agar tetap mempedomani UU Nomor 14 Tahun 2005, yakni guru harus memiliki ijazah S1 dan linear antara disiplin ilmu yang dimiliki dengan bidang study yang diajarkan disekolah dan tidak hanya mengandalkan ijazah SMA.

Kemudian, dalam melaksanakan Pendidikan dan pelatihan kepada guru, tidak hanya memasukan materi yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik. Namun materi Pendidikan karakter dan keagamaan sangat diperlukan bagi tenaga pendidik, beber Najur.

Reporter: Saleh

.