Medan  

Sumut dan Aceh Perkuat Pembangunan Berkelanjutan dengan CSL

Foto bersama peserta pertemuan Coalition for Sustainable Livelihoods (CSL). Foto: ist

MEDAN | Para pemangku kepentingan di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh yang tergabung dalam Coalition for Sustainable Livelihoods (CSL) kembali menggelar pertemuan tahunan, Selasa (29/4/2025).

Agenda pertemuan yang telah memasuki tahun keempat ini bukan sekadar ajang temu, melainkan memperkuat komitmen kolaborasi, menyatukan langkah, dan berbagi cerita keberhasilan.

Pertemuan tersebut berlangsung di Ballroom Hotel Santika Medan yang dihadiri 200 tamu undangan dan terselenggara atas dukungan dari kedua provinsi serta Konservasi Indonesia, selaku salah satu anggota CSL.

Peserta pertemuan berasal dari berbagai sektor mulai dari perwakilan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, masyarakat sipil, hingga akademisi, dengan visi yang sama yakni mengembangkan mata pencaharian masyarakat yang ramah lingkungan.

Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yang diwakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Yuliani Siregar, dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi para pihak yang dibangun lewat CSL.

“Sumatera Utara memiliki potensi kekayaan alam, kehutanan, pertanian, dan sumber daya manusia yang besar. Kami menyadari bahwa pencapaian tujuan berkelanjutan tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah sendiri. Diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas lokal. CSL telah membuktikan bahwa pendekatan kolaboratif lintas sektor dapat menghasilkan perubahan nyata di lapangan”, ujarnya.

Hal senada disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf, yang diwakilI Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Zulkifli, bahwa Aceh dikaruniaI kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, salah satunya hutan yang perlu dilestarikan. Begitu juga potensi perikanan perlu pengembangan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

“Potensi-potensi yang ada di Aceh, jika dikelola secara bertanggung jawab, bukan hanya akan mengangkat ekonomi Aceh, tetapi juga akan memastikan kelestarian alam untuk generasi yang akan datang. Inilah makna dari penghidupan berkelanjutan, seperti fokus CSL, yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial,” ungkapnya.
 
Sejak 2018, CSL menjadi wadah bagi para jejaring dan mitra strategis untuk mencapai tujuan bersama melalui pendekatan bentang alam. Bekerja di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh, koalisi ini bertujuan untuk mendukung visi pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada pilar konservasi, restorasi, tata kelola, dan produksi berkelanjutan.
 
Sementara Edward Manihuruk selaku CSL Lead, mengapresiasi para jejaring dan mitra strategis yang telah berkontribusi dalam mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh sepanjang tahun 2024.

“Hingga 2024, para jejaring CSL telah berdampak pada peningkatan kapasitas petani mandiri hingga perluasan area pemulihan ekosistem hutan, baik di Kabupaten Aceh Tamiang, maupun Kabupaten Tapanuli Selatan yang menjadi pilot kegiatan jejaring CSL,” ungkapnya.

Fitri Hasibuan, Vice President Program Konservasi Indonesia, menambahkan bahwa kolaborasi lintas sektor dalam satu jurisdiksi yang difasilitasi oleh CSL menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan bukan sekadar wacana, tetapi sesuatu yang dapat diwujudkan secara nyata.

“Selama ini kita melihat hasil nyata dari kerja bersama, mulai dari petani kecil yang mendapat pelatihan, lahan yang dipulihkan, dan komunitas yang mulai mandiri secara ekonomi tanpa merusak lingkungan. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan bersama Konservasi Indonesia dengan dukungan dari Unilever di wilayah tersebut telah memfasilitasi  803 petani mandiri dalam memperoleh sertifikasi sawit berkelanjutan, yang berkontribusi dalam peningkatan penerapan praktik budi daya secara lestari di lahan seluas 1.186,87 hektare,” jelas Fitri.

Edward juga menambahkan anggota CSL telah mencatat berbagai pencapaian penting, di antaranya pembentukan Labor Working Group untuk mendorong perbaikan isu ketenagakerjaan di sektor sawit, pelaksanaan dialog multipihak yang menjangkau hampir 300 peserta dari berbagai sektor, serta pertukaran pembelajaran antar kabupaten untuk memperkuat praktik pertanian regeneratif bagi petani sawit rakyat.

“Salah satu isu ketenagakerjaan sektor sawit yang lahir dari jejaring CSL adalah dokumen Rekomendasi Koalisi Buruh untuk Mata Pencaharian Berkelanjutan. Dokumen ini bertujuan untuk mendorong pemenuhan hak-hak buruh, mempromosikan citra positif profesi buruh di industri sawit, serta menjembatani kepentingan stakeholder untuk mendukung pengembangan keberlanjutan industri sawit di Sumatera Utara dan Aceh,” terangnya.

Di pertemuan ini, CSL juga memberikan apresiasi kepada para individu dan kelompok masyarakat yang telah menunjukkan komitmen luar biasa dalam menjaga kelestarian alam. (REL/0M-11)