MADINA | Perjuangan panjang untuk keadilan dan kesejahteraan hakim kini mencapai titik kulminasi.
Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) yang telah menjadi denyut nadi perjuangan keadilan, akan memasuki fase kritis melalui aksi cuti bersama pada 7 hingga 11 Oktober 2024.
Sebuah langkah terakhir -ultimum remedium- yang diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.
Aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa. Sejak tahun 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh, dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut. Namun, hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah. Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia.
Isu Krusial
Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia ini membawa empat isu penting yang menjadi inti dari perjuangan.
Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 23P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012 : Sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejah teraan hakim.
Pengesahan RUU Jabatan Hakim: Sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan.
Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi Hakim: Hakim yang menjalankan tugas negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan agar dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau ancaman.
Pengesahan RUU ContemptofCourt : Sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan.
Gerakan ini telah mendapatkan dukungan yang sangat besar dari berbagai kalangan.
Dukungan ini datang dari hakim tingkat pertama yang berjuang di seluruh nusantara, hakim tingkat banding, hingga beberapa hakim agung yang turut menyuarakan pentingnya gerakan ini. Tak hanya dari kalangan hakim, solidaritas ini juga mendapatkan dukungan dari civil society, kelompok akademisi, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap independensi peradilan di Indonesia.
Dukungan mereka menjadi bukti bahwa perjuangan ini adalah milik semua, milik bangsa Indonesia yang mendambakan peradilan yang adil dan berwibawa.
Informasi diperoleh menyebutkan, hingga tanggal 27 September 2024 pukul 22.00 WIB, sebanyak 1.326 hakim telah bergabung dalam gerakan ini. Lebih dari 70 di antaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim.
Aksi Cuti Bersama
Aksi cuti bersama oleh para hakim akan dilaksanakan dalam tiga skema, pertama : Hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas.
Skema Kedua: Hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta.
Skema Ketiga : Bagi hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis, akan didorong untuk mengosongkan jadwal sidang selama tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024, namun tetap menjaga agar hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan.
Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia adalah panggilan jiwa untuk setiap insan yang masih percaya pada kekuatan keadilan.Inibukanhanya perjuangan para hakim, tetapi seruan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berdiri di sisi kebenaran, kata mereka melalui siaran pers yang diterima.
Kontak Informasi Jurubicara: Fauzan Arrasyid–0895611070178, Aulia Ali Reza–082113048875
Isna Latifa–089617303595
Demikian disampaikan Humas Pengadilan Negeri Mandailing Natal lewat WhatsApp-nya pada 28 September 2024/ Press Release kedua pada Awak Media ini.
Reporter : Afnan