MEDAN | Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta DPRD Sumatera Utara (Sumut) segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.
Ketua AMAN Sumut Khairul Bukhari mengatakan Rancangan Perda tersebut sudah hampir 10 tahun mengendap di DPRD Sumut dan hingga kini tak kunjung disahkan.
Padahal para aktivis yang tergabung dalam koalisi AMAN sudah mendukung penyusunan Rancangan Perda tersebut, termasuk dalam hal naskah akademiknya.
“Komparasi data sudah ada di DPRD Sumut. Jadi kami bertanya, sebenarnya kesulitan DPRD Sumut itu apa sehingga tak kunjung mengesahkan Perda tersebut,” kata Khairul Bukhari usai menggelar diskusi bersama CSO di Sekretariat AMAN Sumut, Jalan STM Ujung, Suka Eka, Medan Johor, Kota Medan, Selasa (25/03/2025).
Menurut aktivis yang sering sapa Ari itu, masyarakat adat terus dihantui oleh korporasi dan pembangunan yang tidak memikirkan keberadaan dan perlindungan bagi masyarakat adat di Sumut.
“Bukan kita tidak suka terhadap pembangunan di negeri yang kita cintai ini, tapi pikirkan juga keberadaan masyarakat adat yang sudah berjuang demi mempertahankan tanah leluhurnya,” ujar Ari.
Dengan tak kunjung disahkannya Perda tersebut, maka pasti akan lebih banyak lagi kasus penggusuran dan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat adat di wilayah adatnya.
“Maka DPRD Sumut harus bertanggung jawab atas musibah yang menimpa masyarakat adat yang terus memperjuangkan tanah adatnya,” tandasnya.
Ari dalam kesempatan itu juga mengajak insan pers maupun media menjadi corong menyuarakan aspirasi masyarakat adat.
“Kami mengharapkan teman-teman media bersama-bersama menyuarakan Perda Masyarakat Adat agar disahkan oleh DPRD Sumut,” pungkasnya.
Sementara itu perwakilan KontraS Sumut yang juga menjadi salah satu pembicara dalam diskusi publik tersebut mengharapkan Perda Masyarakat Adat segera disahkan, karena kriminalisasi dan intimidasi terus terjadi kepada masyarakat adat di Sumut.
“Salah satu contoh kasus kriminalisasi dan pelanggaran HAM adalah eperti yang terjadi di Sihaporas di mana ketua masyarakat adat ditangkap dan dikriminalisasi, padahal mereka mengelola tanah di wilayah adatnya sendiri,” ungkap perwakilan KonTras Sumut.
Direktur BAKUMSU Juniati Aritonang mengungkapkan harapan senada yang meminta DPRD Sumut segera mengesahkan Perda Masyarakat Adat di Sumut.
Rianda Purba, Direktur WALHI Sumut, menyebut jampir 10 tahun draf Perda Masyarakat Adat masuk di Prolegda DPRD Sumut, dan bahkan sudah menjadi pembahasan di tingkat legislatif.
“Tetapi kenapa (Perda) tidak disahkan. Apakah tidak ada itikad baik DPRD Sumut kita terhadap perlindungan dan pengakuan masyarakat adat di Sumut,” sentilnya.
Rianda juga meminta DPRD Sumut segera mengesahkan Perda Masyarakat Adat. “Karena masyarakat adat mampu menjaga hutan adatnya. Saat ini hutan kita di Sumatera Utara sudah level kritis,” kata Rianda.
Sementara itu Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Sumut menilai konflik agraria di Sumut saat ini seperti bom waktu, yang sewaktu-waktu dapat meledak jika tidak ada penyelesaian.
Sama halnya dengan perjuangan masyarakat adat, kaum tani yang memperjuangkan tanah-tanah adatnya juga terus mendapatkan intimidasi dan kriminalisasi”.
Kegiatan diskusi ini di-support oleh CSO yang ada di Sumut, KPA, GJI, AMAN Sumut, WALHI Sumut, dan KontraS Sumut. Mereka mendesak.DPRD Sumut mendukung Perda Masyarakat Adat segera disyahkan. (Rel/OM-03)