Sebanyak 103 Warga Negara Asing (WNA) pemilik Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) diduga masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tersebar di 17 provinsi dan 54 kabupaten/kota.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dalam keterangan tertulis, Selasa (5/3) menyebut, untuk memperjelas hal itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakal melakukan verifikasi data ke 103 WNA tersebut.
Sementara Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan pihaknya langsung menindaklanjuti temuan tersebut dengan menginstruksikan KPU daerah di 17 Provinsi dan 54 Kabupaten dan Kota melakukan verifikasi data dan faktual menemui 103 WNA yang masuk ke DPT itu.
Viryan mengatakan kegiatan verifikasi itu meliputi pengecekan data ke daftar pemilih dan penelusuran lapangan menemui WNA tersebut guna memastikan keberadaannya.
Menurut Viryan terdapat sejumlah kemungkinan terkait data tersebut. Pertama, WNA itu sudah tidak ada di DPT. Kedua, apabila WNA pemilik e-KTP itu masuk ke dalam DPT maka akan langsung dicoret.
“Kegiatan verifikasi ditargetkan selesai hari ini juga dan hasilkan akan disampaikan ke Dukcapil, Bawaslu, Peserta pemilu dan masyarakat,” ujar Viryan.
Sebelumnya, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan pihaknya menemukan 103 warga negara asing terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Dia mengaku sudah menyerahkan data tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Sudah Kita serahkan semua datanya ke KPU. Iya diserahkan 103 data,” ucap Zudan saat dihubungi, Senin (4/3).
Zudan mengatakan data itu ditemukan ketika Kemendagri melakukan analisis terhadap e-KTP WNA dan DPT. Dari 1.600 WNA yang memiliki e-KTP, lanjutnya, ada 103 nama yang tercantum dalam DPT. Setelah itu, Kemendagri memberikan data tersebut kepada KPU.
Perihal munculnya nama WNA ke dalam DPT itu kali pertama terkuak setelah ribut-ribut soal seorang warga China yang memiliki e-KTP. Kemendagri kemudian menyatakan warga tersebut memang memiliki KTP sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Namun, akibat hal tersebut ditemukan bahwa WNA tersebut masuk ke dalam DPT. Itu diketahui karena nomor induk kependudukan (NIK)-nya tertukar dengan milik WNI yang berdomisili di Cianjur.
Atas kekeliruan yang terjadi tersebut, KPU dan Disdukcapil Kemendagri pun mendapatkan tekanan. Hari ini, puluhan orang dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cianjur melakukan unjukrasa di depan Kantor KPU Cianjur memprotes kesalahan yang telah dilakukan panitia pemilu terkait data WNA yang masuk dalam DPT.
Koordinator aksi Dede Romansyah mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk kepedulian mahasiswa dalam mengawal demokrasi pada Pemilu 2019.
“Kami sangat kecewa karena KPU Cianjur telah lalai dan melakukan kesalahan dalam memasukkan data, dimana seorang WNA dapat masuk Daftar Pemilihan Tetap (DPT),” katanya di depan Kantor KPU Cianjur, Senin (4/3) seperti dikutip dari Antara.
Mereka menuntut KPU Cianjur agar tidak lagi melakukan kesalahan serupa, sehingga dapat meresahkan warga di Cianjur khususnya dan Indonesia pada umumnya.
“Kalau kemudian hari hal serupa ditemukan, kami akan menuntut agar ketua KPU dan komisoner KPU lainnya mundur dari jabatannya,” kata Dede.
Menanggapi aksi demo tersebut, Ketua KPU Cianjur Hilman Wahyudi menerima kritik dan saran yang disampaikan mahasiswa. Pihaknya menilai aksi di depan kantor KPU itu, merupakan hal wajar sebagai bentuk demokrasi. Di satu sisi, ia menegaskan masuknya nama WNA itu sudah diputuskan Bawaslu akibat kelalaian pihaknya, bukan pelanggaran administrasi.
Sumber: CNNIndonesia