MA Vonis Bebas Terpidana Korupsi Konglomerat Medan Mujianto

Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara. Jakarta Pusat, Senin (8/11/2021). (Tatang Guritno/ Kompas.com)

JAKARTA | Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas pengusaha properti asal Kota Medan, Sumatera Utara, Mujianto, pada tingkat Peninjauan Kembali (PK). Mujianto merupakan terpidana dalam kasus korupsi terkait kredit macet di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan sebesar Rp 39,5 miliar.

Dalam putusan ini, Majelis Hakim PK menilai bahwa Mujianto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum. Putusan PK nomor 1102 PK/Pid.Sus/2024 ini mengembalikan keputusan yang pernah dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan. Putusan perkara PK nomor 1102 PK/Pid.Sus/2024 ini mengembalikan putusan seperti yang pernah dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Medan.

“Kabul peninjauan kembali pemohon, batal judex juris, adili kembali, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan penuntut umum, membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum,” demikian putusan PK yang dikutip dari situs MA, Rabu (18/9/2024).

Vonis bebas ini dijatuhkan oleh majelis hakim PK yang dipimpin oleh Hakim Agung Desnayeti, bersama Hakim Agung Agustinus Purnomo dan Hakim Agung Yohanes Priyana pada 7 Agustus 2024.

Mujianto sebelumnya telah divonis bebas oleh majelis hakim PN Medan pada 23 Desember 2022. Pada kasus nomor 54/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn ini, majelis hakim dipimpin oleh Hakim Ketua Immanuel dengan Hakim Eli Warti dan Hakim Rurita Ningrum sebagai anggota.

Pengadilan tingkat I menilai bahwa Mujianto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum.

Namun, di tingkat kasasi, MA membatalkan vonis bebas tersebut pada 7 Juni 2023. Dalam putusan kasasi nomor 2082 K/Pid.Sus/2023, MA menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada Mujianto.

Putusan ini diketuk oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Agung Surya Jaya, dengan Hakim Agung Anshori dan Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarti sebagai anggota.

Di tingkat kasasi, Mujianto dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 5 ke-1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

MA juga menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 13,4 miliar subsidair 4 tahun penjara kepada Mujianto.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, Mujianto terjerat perkara ini setelah menyepakati perjanjian jual beli tanah kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman seluas 13.680 meter persegi di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, Sumut.

PT KAYA kemudian mengajukan kredit modal kerja ke BTN Medan dengan plafon Rp 39,5 miliar. Kredit modal ini akan digunakan untuk pengembangan perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 unit di kompleks Graha Metropolitan di Jalan Kapten Sumarsono, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.

Namun, proses pencairan kredit tidak sesuai aturan yang berlaku dalam penyetujuan kredit di perbankan. Kredit ini kemudian macet dan diduga terjadi tindak pidana yang merugikan keuangan negara. (Kompas.com)