SERGAI | Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin inilah yang terjadi pada Selamet (54) warga Dusun 7 Kampung Lalang Desa Simpang Empat Kecamatan Sei Rampah Serdang Bedagai.
Dia ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh pihak Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai (Sergai) pada Senin (9/12/2024) bertepatan dengan hari anti korupsi sedunia.
Pasalnya, Selamet yang sehari harinya berprofesi sebagai pembuat dan pengepul opak ini mengalami kebangkrutan sehingga tidak bisa membayar cicilan ke Bank Sumut.
Dalam kondisi kebangkrutannya, pria yang memiliki 3 anak ini malah dijadikan tersangka korupsi oleh Kejari Sergai
Selamet ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan ditahan pada hari Senin (9/12/2024) karena dianggap oleh Kejari Sergai telah me mark up (membesarkan) nilai agunan.
“Nilai agunannya dilakukan Mark up, kemudian status agunan masih terikat kredit pada Bank BTPN sehingga dari hasil perhitungan sementara oleh KJPP didapat kerugian sebesar Rp964.542.000,” kata Kajari Sergai Rufina Ginting dalam konferensi pers Senin yang lalu.
Keterangan pers Kajari Sergai ini sangat bertolak belakang dengan penyampaian dari Mujiani (44) yang merupakan istri dari Selamet.
Menurut Mujiani kepada Tim Penasehat Hukumnya Jumat (13/12/2024) di Kejari Sergai mengatakan bahwa ada 2 fasilitas agunan yang mereka berikan pada saat kredit senilai 750.000.000 kepada Bank Sumut berupa bangunan rumah berikut sebidang tanah seluas 11 rante di Dusun 7 Kampung Lalang dan sebidang tanah seluas 21,5 rante di Dusun 9 Desa Simpang Empat.
“Jadi dimana korupsinya, untuk makan aja susah karena usaha kami bangkrut,” ucap Mujiani sambil menangis
Penetapan tersangka terhadap Selamat ini dianggap terlalu prematur oleh Dedi Suheri SH selaku Ketua Tim Penasehat hukum tersangka.
“Kita melihat Kejari ini terlalu prematur dalam membuat konferensi pers dan menjelaskan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya, dan ini sangat mengecewakan kami selaku kuasa hukum,” kata Dedi
Secara terperinci Dedi menyampaikan bahwa aset yang menjadi hak tanggungan (agunan) dari kliennya yang dianggap oleh Kejari Sergai masih terikat kredit pada Bank BTPN itu adalah sebidang tanah seluas 21,5 rante milik Y warga Dusun 5 Desa Cempedak Lobang Kecamatan Sei Rampah, dimana pemilik meminta kepada kliennya agar tanah yang masih digadaikan di BTPN itu dibayari oleh keluarga Selamet
Atas tawaran itu kemudian kliennya memohon kepada Bank Sumut untuk menambah pinjaman dari 500.000.000 menjadi 750.000.000 untuk membayari tanah yang ditamani ubi sebagai penghasil bahan baku pembuatan opak
“Setelah dimohonkan, pihak Bank Sumut meng acc kemudian keluarlah anggaran pinjaman dari Bank Sumut diberikanlah uang tersebut, maka dibayarlah hutang kepada Bank BTPN dan kemudian diproses”.
Setelah proses Roya lanjut Dedi, surat dan dokumen serta objek tanah seluas 21,5 rante tersebut diserahkan kepada Bank Sumut oleh klienya sebagai hak tanggungan (agunan).
“Jelas ini tidak melakukan perbuatan melawan hukum, dan hal ini disampaikan klien kita secara terang benderang dan sebenarnya,” ungkap Dedi.
Euforia Kekjari
Dedi menilai bahwa penetapan Selamet sebagai tersangka korupsi merupakan euforia pihak Kejari Sergai dalam menyambut hari anti korupsi yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2024 yang lalu.
“Biar dianggap bahwa pihak Kejari Sergai berhasil menetapkan pelaku UMKM menjadi tersangka korupsi,” ucap Dedi
Dari kasus ini Dedi justru menilai tidak ada prestasi pihak Kejari Sergai dalam mengungkap kasus korupsi di wilayahnya
“Kita lihat tidak ada kasus korupsi besar yang diungkap, hanya seorang pedagang UMKM dan begitu juga dalam konferensi persnya seolah olah ada perbuatan melawan hukum dengan menyatakan hak tanggungan (agunan) masih menjadi hak tanggungan BTPN, harusnya mereka periksa dulu Bank BTPN, apakah hak tanggungan tanah 21,5 Rante masih menjadi hak tanggungan di BTPN ataukah hak tanggungan di Bank Sumut, jangan asal ngomong,” tegas Dedi.
Padahal menurut Dedi, seharusnya pelaku UMKM dilindungi oleh negara dan baru baru ini Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 47 pada bulan November tahun 2024 untuk menghilangkan pinjaman terhadap petani, nelayan dan pelaku UMKM
Pengacara dari Kantor DSP Law Firm & Partners ini meminta evaluasi terhadap MOU yang dibuat oleh pihak kejaksaan terhadap Bank plat merah ( Pemerintah ) karena ini dianggap sudah melanggar aturan hukum.
“Karena undang undang perbankan sudah mengatur dengan jelas di pasal 49, begitu juga seorang nasabah yang telah melakukan kontrak kredit dengan pihak Bank atau lain telah ada kontrak dan perjanjian yang sah sesuai 1320 KUH Perdata, kenapa pelaku UMKM seperti ini dinyatakan korupsi yang jelas ada agunannya, lelang, jual, ganti uang negara. selesai,” ujar Dedi
Dedi mempertanyakan rasa keadilan yang dimiliki oleh Kejari Sergai dengan menetapkan seorang nasabah bank yang juga pelaku UMKM menjadi tersangka korupsi.
“Ini sudah harta mau disita, direbut kemerdekaan seorang pelaku UMKM, dimana keadilan ini,” tanya Dedi
Penetapan nasabah Bank Sumut Cabang Sei Rampah ini memang terbilang aneh, karena jika pun terjadi kerugian negara, hingga saat ini pihak Bank Sumut selaku pihak yang mengeluarkan uang, belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejari Sergai, sementara nasabah yang jelas memiliki agunan yang bisa dilelang asetnya malah menjadi tersangka.
Atas keanehan ini, Kasi Intel Kejari Sergai Hasan Afif Muhammad ketika dikonfirmasi beberapa wartawan belum bisa memberikan keterangan karena masih di luar kota.
“Hari Senin ya bang, sekarang saya lagi ada giat di Medan,” jawab Afif melalui pesan WhatsApp.
Reporter : Pujianto