Sumber Duit Suap ke Puluhan Anggota DPRD Sumut 2009-2014 Dipertanyakan

Mantan Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 Tohonan Silalahi saat menyerahkan surat ke Dumas KPK di Jakarta, Selasa (30/1/2024). Foto/Istimewa

MEDAN | Kasus suap melibatkan mantan Gubernur Gatot Pujo Nugroho yang menjerat puluhan anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014 kembali menjadi sorotan publik.

Hal itu setelah sejumlah anggota DPRD Sumut 2009-2014 yang telah menjalani hukuman penjara terkait kasus tersebut mendatangi Gedung KPK di Jakarta, Selasa 30 Januari 2024 lalu untuk menuntut keadilan.

Praktisi hukum Lamsiang Sitompul menilai meski kasus nya sudah cukup lama, penanganan kasus ini di KPK terkesan tebang pilih.

Sebab belum semua anggota dewan yang diduga turut menerima suap serta pihak yang memberi suap diproses hukum oleh KPK. Dari 100 anggota DPRD Sumut 2009-2014, baru 64 yang diproses hukum.

“Wajar jika beberapa anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang telah menjalani hukuman menuntut keadilan,” kata Lamsiang yang juga Ketua Umum DPP Horas Bangso Batak (HBB) kepada wartawan, dikutip Senin (5/2/2024).

Salah satu persoalan yang menjadi pertanyaan besar dari kasus tersebut adalah soal sumber duit untuk suap yang diberikan kepada anggota DPRD Sumut 2009-2014.

“Melihat dari segi hukum, mestinya KPK menggunakan skala prioritas. Yakni menghukum terlebih dahulu pemilik sumber dananya. Ibarat kalau dalam narkoba misalnya, maka bandarnya dulu adili,” kata Lamsiang.

Lamsiang sendiri juga mengaku heran, ada apa sehingga kasus ini terkesan ‘tebang pilih.’ Termasuk dengan status para pemberi suap serta oknum sumber uang suap yang masih belum tersentuh KPK hingga saat ini.

“Masak mereka (KPK) tidak tahu darimana sumber uangnya? Siapa yang mendahulukan uangnya? Seperti apa perjalanan uangnya? Lalu kenapa hanya sebagian anggota dewan itu yang menjalani hukuman? Dan banyak pertanyaan lain, yang menurut saya memang perlu penjelasan dari KPK,” urai Lamsiang.

“Jadi seperti saya katakan di atas, KPK harus memakai skala prioritas. Yang pemain utama juga harus diproses. Jangan hanya yang di bawah saja,” tandas pimpinan ormas HBB dengan puluhan ribu anggota yang tersebar di Indonesia ini.

Sorotan terhadap keberadaan para terduga pemberi suap terhadap anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang diantaranya para pimpinan SKPD Pemprov Sumut saat itu serta pihak swasta, juga disampaikan aktivis antikorupsi, Raya Timbul Manurung.

Raya mengingatkan kembali saat di pemeriksaan KPK hingga persidangan di pengadilan, para terdakwa menyebut ada kepala dinas, sekwan, dan lainnya dari Pemprov Sumut yang memberikan uang suap kepada anggota DPRD Sumut 2009-2014.

“Kan ini (informasi) harus dicari kebenarannya. Paling tidak harus ada pemeriksaan terhadap nama-nama yang muncul di persidangan,” katanya.

Untuk diketahui, sebelumnya sejumlah mantan anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014 eks narapidana kasus suap terkait pengesahan P-APBD 2013, APBD 2013, P-APBD 2014, APBD 2014, dan hak interpelasi 2015 mendatangi Gedung KPK di Jakarta pada Selasa 30 Januari 2024.

Sejumlah mantan anggota DPRD Sumut yang mendatangi Gedung KPK tersebut yakni Datuk Muda (Dtm) Abul Hasan Maturidi, Safrida Fitri, Tohonan Silalahi, Wasinton Pane, Murni Munte, dan Rahmiana Pulungan.

“Kami menuntut keadilan dan persamaan hak di mata hukum terkait penuntasan persoalan kasus suap ini tanpa tebang pilih,” tegas Hasan kepada orbitdigitaldaily.com, Senin (5/2) di Medan.

Ia menyebutkan dari 100 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang disebut menerima suap, baru 64 orang yang menjalani hukuman.

Sementara 36 orang lagi beserta pihak-pihak pemberi suap–kecuali Gubernur Gatot Pujo Nugroho–belum diproses secara hukum.

“KPK belum ada menyatakan kasus suap Gubernur Gatot Pujo Nugroho ke anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dihentikan atau ditutup. Tapi kasus ini sekarang senyap,” katanya.

Hasan menuturkan, di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) baik di penyelidikan, penyidikan, persidangan, hingga putusan, jelas disebutkan keterlibatan semua anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 sebagai penerima uang suap terkait pengesahan P-APBD 2013, APBD 2013, P-APBD 2014, APBD 2014, dan hak interpelasi 2015.

Hasan menegaskan kalau misalnya ke-36 orang itu tidak dilanjutkan proses hukumnya karena alasan telah mengembalikan uang suap yang mereka terima ke negara, semestinya KPK memberikan perlakuan hukum yang sama bagi semua anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

“Tapi kenapa hanya kami 64 orang (anggota DPRD Sumut 2009-2014) yang dihukum. Faktanya, sebagian besar dari kami juga telah mengembalikan uang suap ke negara. Kenapa yang 36 orang lagi belum diproses hukum. Ada apa? Apa ada?,” tanyanya.

Hasan menyebut ada tiga tuntutan mereka ke KPK terkait kasus tersebut.

“Pertama, tuntaskan kasus suap anggota DPRD Sumut 2009-2014 secara menyeluruh dan tidak tebang pilih. Kedua, proses anggota DPRD Sumut 2009-2014 yang belum ditersangkakan beserta seluruh pihak pemberi suap yaitu SKPD dan pihak swasta. Ketiga, jangan buat kasus DPRD Sumut 2009-2014 sebagai kasus mangkrak,” kata mantan Anggota DPRD Sumut dari PPP itu.

Mereka juga mendesak penyidik KPK transparan dan profesional dalam menuntaskan kasus suap Gubernur Gatot Pujo Nugroho kepada anggota DPRD Sumut 2009-2014.

“Dalam aksi kemarin di KPK, pernyataan tuntutan kami diterima oleh petugas dari bagian Dumas [Pengaduan Masyarakat] KPK.

“Pihak KPK berjanji akan menerima kami untuk bertemu. Mereka akan mengabari kami dalam waktu dekat,” pungkas Hasan.

Berdasarkan catatan, 36 anggota DPRD Sumut 2009-2014 yang belum diproses hukum dalam kasus suap yang melibatkan Gubernur Gatot Pujo Nugroho ini adalah ML, BM, IF, TPS, ED, MH, AS, KF, Rt, IH, YS, OS, NZL, AH, PN, IBN, Hd, MN, Zl, AA, AN, NT, RP, SA, MN, dan TH serta yang telah meninggal dunia yakni MS, MR, TD, AJN, HH, EN, JS, Hm, dan ER. (Red)