Walikota Medan Drs H T Dzulmi Eldin S MSi MH melepas kereta kecana yang membawa patung Dewa Murugan dalam perayaan Thaipusam di depan Kuil Sree Soepramaniam Nagararattar Jalan Kejaksaan Medan, Senin (21/1) malam.
Meski sempat diguyur hujan deras namun ribuan umat Hindu keturunan Tamil hadir untuk mengikuti prosesi Thaipusam yang merupakan perayaan kemenangan nilai-nilai kebaikan atas segala bentuk kejahatan, nafsu dan angkara murka tersebut.
Tidak hanya umat Hindu, perayaan Thaipusam juga dihadiri warga Kota Medan yang berlatar suku dan agama berbeda karena menariknya ritual yang dilaksanakan. Oleh karenanya menurut Walikota, tidak heran jika momen ini kerap menjadi salah satu momen yang senantiasa dinantikan mayoritas warga Kota Medan meskipun berasal dari keyakinan berbeda.
“Hal ini menunjukkan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai yang masih kuat terpartri di sanubari warga Kota Medan. Untuk itu marilah kita i terus menjaga toleransi dan rasa saling menghargai dengan baik,” kata Walikota ketika memberikan sambutan.
Selain sebagai bentuk perayaan dan penghormatan atas momen Parvati memberikan tombak vel kepada Dewa Murugan atau dikenal juga sebagai Dewa Subramaniam agar bisa mengalahkan sang setan Soorapadman, Thaipusam juga dianggap sebagai hari menunaikan nazar dan menebus dosa serta memohon ampunan atas segala salah dan dosa yang telah dilakukan selama ini.
Meski cara nazar untuk menebus dosa yang dilakukan cukup ekstrim hingga membuat yang melihatnya merinding, jelas Walikota, namun karenadilandasi iman yang kuat, umat Hindu yang melakukan penebusa dosa itu senantiasa terlindungi dari segala bentuk marabahaya selama prosesi perayaan Thaipusam berlangsung.
Selanjutnya Walikota tak lupa mengingatkan, momen perayaan Thaipusam tahun ini berjarak sekitar 3 bulan jelang pemilu baik Pileg dan Pilpres yang akan berlangsung pada April mendatang. Menyikapi hal itulah, Walikota mengajak seluruh umat beragama di Kota Medan untuk bersama-sama menjaga suasana kondusif yang telah terbina dengan baik selama ini.
“Jangan sampai karena berbeda pilihan momen pemilu malah menjadi ajang saling caci, maki dan benci antar sesama warga Kota Medan yang berbilang kaum. Pemilu boleh datang dan pergi setiap lima tahun sekali. Pemimpin silih berganti dipercaya memimpin negara nesar ini. Namun yang perlu kita camkan di dalam hati bahwa siapapun yang menjadi pemimpin nanti, jalinan silaturahmi antar warga Kota Medan harus tetap kita jaga dengan baik,” tegasnya.