Pemko Medan melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) kembali meluruskan bahwasannya Medan bukan kota metropolitan terkotor seperti yang dilansir sejumlah media beberapa waktu lalu.
Yang benar Kota Medan mendapat nilai rendah ketika penilaian Adipura dilakukan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, sebab salah satu indikator utama penilaian yakni pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir masih menggunakan sistem open dumping bukan sanitary landfill seperti yang diamanahkan dalam UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Demikian disampaikan Kadis DKP Kota Medan H M Husni ketika menerima perwakilan dari Gebraksu dan LSM LKH (Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup) di Balai Kota Medan, Jumat (18/1). Husni menjelaskan, sebenarnya pengeloaan sampah di TPA Terjun ada yang telah menggunakan sistem sanitary landfill.
Hanya saja belum dilakukan sepenuhnya karena keterbatasan lahan sehingga tetap menggunakan open dumping.
Meski demikian ketika tim penilaian Adipura turun, jelas Husni, mereka menilai Pemko Medan masih menggunakan open dumping sehingga mendapat nilai rendah. “Jadi bukan karena Kota Medan kotor. Hal itu berdasarkan hasil konsultasi yang telah saya lakukan langsung dengan pihak Kementrian LHK di Jakarta sehari setelah pemberian Medan kota metropolitan terkotor,” kata Husni.
Guna menyikapi hal itulah papar Husni, pihaknya akan segera melakukan pembenahan sehingga pengelolaan sampah di TPA Terjun sepenuhnya berbasis sanitary landfill. Apalagi sambungnya, pihak Kemnetrian LHK siap membantu dan memberikan pendampingan untuk mewujudkan hal itu.
Di samping itu jelas Husni, keterbatasan lahan TPA juga akan disikapi dengan mengaktifkan kembali TPA Namo Bintang yang telah ditutup Pemko Medan sejak 2013. Dari 16 hektar lahan yang ada di TPA Namo Bintang, sekitar 8 hektar akan digunakan untuk menampung sampah dan dikelola dengan sistem sanitary landfill.
“Sebagian lagi lahan di Namo Bintang telah digunakan untuk penghijauan sekaligus direncanakan menjadi Taman Agrowisata.