LANGKAT | Ganti rugi lahan pembangunan Jalan Tol Binjai-Langsa tepatnya di Dusun III, Desa Bukit Mengkirai, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, masih menjadi persoalan.
Pasalnya, warga sekitar yang lahannya terkena pembangunan ruas jalan tol tersebut, mengaku belum menerima ganti rugi.
Alhasil warga emosi dan ricuh hingga nyaris baku hantam dengan petugas PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI). Tenda milik PT HKI yang terpasang di sekitar proyek pembangunan tol, nyaris roboh.
Warga juga memblokade akses jalan pengerjaan jalan tol dengan bambu. Hal ini dilakukan warga karena proses ganti rugi lahan belum diselesaikan.
Tak hanya itu. Warga juga memprotes pihak PT HKI lantaran sebagian lahan sawit warga juga terendam akibat pembangunan Jalan Tol Binjai-Langsa. Air yang menggenangi lahan perkebunan sawit warga diduga disebabkan buruk atau tertutupnya drainase.
Apalagi sebagian besar warga Dusun III, Desa Bukit Mengkirai, menggantungkan hidupnya dari bertani sawit.
Akibat lahan perkebunan sawit yang terendam air, penghasilan mereka menjadi sangat menurun drastis bahkan rugi.
“Kami yang terdampak ini merasa dibodohi dan ditindas, serta hak kami dirampas. Dan surat kami jelas, ada suratnya dan SHM,” ujar Hondol Sianturi, salah seorang pemilik lahan, Selasa (8/10/2024).
“Mereka (PT HK) mengatakan ini sudah melalui prosedur, tapi kalau kami bilang tidak. Dari awal pun kami tidak pernah dikumpulkan untuk rapat atau musyawarah,” sambungnya.
Sianturi menjelaskan, dari hasil rapat atau musyawarah seharusnya terjadi kesepakatan harga ganti rugi lahan. Apalagi menurutnya, lahannya yang terkena pembangunan jalan tol adalah lahan produktif.
“Kalaupun ini dikerjakan oleh pemerintah untuk program pembangunan proyek negara, ya sah-sah saja. Tapi imbas dari lahan kami yang dipakai ini dibayar sesuai. Tapi kami yakin oknum-oknum di beberapa instansi yang terlibat dalam proyek ini, mereka mengatasnamakan peraturan atau hukum, tapi hukum yang seperti apa,” kesal Sianturi.
Seandainya, kata dia jika hukum dan kebenaran itu ada, para pemilik lahan tak akan memberontak.
“Kami punya naluri mana yang benar dan yang salah, makanya kami gak terima. Ganti ruginya sama sekali belum ada. Tapi dalih mereka, sudah menitipkan di pengadilan. Pernah saya bilang, tanah ini bukan milik pengadilan, tanah ini milik bapak saya,” ujar Sianturi.
Disinggung berapa meter total lahan miliknya yang terkena lahan pembangunan jalan tol, Sianturi mengaku seluas 3.200 meter.
“Tapi kalau menurut kasat mata kami itu pasti lebih. Artinya tidak sesuai dengan ukuran yang mereka berikan dengan lahan yang terpakai. Saya juga sudah tawarkan dengan mereka, mari kita ukur lahan saya yang sisa, supaya ketahuan berapa yang terpakai. Karena tanah sudah lengkap volumenya berapa dalam sertifikat,” kata Sianturi.
Meski begitu, para pemilik lahan yang terkena proyek pembangunan jalan tol, sebelumnya sudah pernah rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Langkat di tahun 2022 awal.
Tak hanya itu. Mediasi di Polres Langkat juga sudah beberapa kali. Tapi keluhan yang disampaikan oleh para pemilik lahan diduga tak ada penyelesaiannya.
“Dan satu yang penting, pelaksana pihak pengembang proyek ini, kami menduga sudah ada kongkalikong dengan pejabat desa kami, termasuk kepala desa. Sehingga mereka berani langsung bertindak di lahan kami dan mungkin karena sudah ada yang menjamin. Dan kepala desa kami tidak pernah terbuka sama kami yang terkena lahannya,” ucap Sianturi.
Pemilik lahan ini pun memohon kepada pemerintah, agar persoalan ini dibongkar secara terang-benderang.
“Kalau kami salah, ajarin kami biar benar, jangan kami diseret-seret ke hukum. Kami berharap ke bapak Presiden Joko Widodo atau presiden terpilih, agar lebih peka. Presiden itu ada karena rakyat. Yang tadinya ada program mensejahterakan rakyat, jadi kami dimiskinkan,” ujar Sianturi.
Seharusnya dari lahan yang dipakai untuk pembangunan jalan tol ini, Sianturi menambahkan pemilik lahan bisa mengembangkan ekonominya agar lebih sejahtera.
Sementara itu, Kapolsek Gebang AKP Abed Nebo menjelaskan persoalan yang terjadi di Dusun III, Desa Bukit Mengkirai.
“Kami mulanya diinformasikan bahwa ada beberapa warga yang masalah ganti rugi lahannya belum juga ada proses atau belum juga terealisasi mungkin ada hambatan administrasi, yang mana masih berproses,” ujar Abed.
Abed mengungkapkan, tujuan pihaknya di sana adalah dalam rangka menjaga stabilitas situasi kamtibmas, jangan sampai timbul hal-hal yang bisa melanggar hukum.
“Baik dari pekerja HKI dan masyarakat yang menuntut ganti rugi lahan. Kita juga menengahi dan memediasi masing-masing pihak agar menunggu proses yang sedang berjalan,” ujar Abed.
Kapolsek berharap kepada masyarakat agar menahan diri jangan memaksakan kehendak, dan menunggu sementara waktu proses penyelesaiannya.
Terkait hal ini, wartawan masih berupaya mendapatkan komentar dari pihak PT HK ataupun PT HKI terkait persoalan. (Tim)
Kapolsek berharap kepada masyarakat agar menahan diri jangan memaksakan kehendak, dan menunggu sementara waktu proses penyelesaiannya.
tapi kalau PT HKI Memaksakan kehandak, boleh” saja yaa pak kapolsek?