Harga Kakao Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Tembus Rp139.800

Kadir, salah seorang pedagang di tempat penampungan coklat di Jalan Iskandar Muda, Desa Geulumpang Payong, Blangpidie, Abdya, Rabu (27/3/2024)

ABDYA | Harga komoditas Kakao di tingkat pengusaha eksportir pasaran Medan, Sumatera Utara (Sumut), semakin terbang tinggi.

Konon, harga Kakao di dunia mencetak rekor tertinggi sejak 50 tahun terakhir. Sayangnya produksi tumbuhan yang diolah menjadi produk yang dikenal sebagai cokelat ini semakin langka di kalangan petani.

Keterangan diperoleh Awak media ini bahwa harga biji kering yang ditampung pengusaha eksportir di Medan, Sumut, hingga, Kamis (28/3/2024) nyaris menembus Rp140.000, tepatnya Rp139.800 per kilogram (kg).

“Tingkat harga tersebut mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Malahan melihat keterbatasan ketersediaan stok bahan di pasaran, besar kemungkinan harga coklat berpotensi terbang lagi,” ungkap H Adnan Johon, salah seorang pedagang penampung kakao produksi Aceh di Medan.

Lonjakan harga kakao terjadi sejak awal 2024 atau selama kurun waktu tiga bulan terakhir. Harga kakao dalam bahasa latin disebut Theobroma Cacao L ini akhir tahun 2023 pernah mencapai Rp 41.000, namun sempat turun lagi.

Tiba-tiba harga kakao kering meningkat sejak awal Januari 2024, sampai Februari, harga ditampung pengusaha eksportir Medan meningkat signifikan mencapai Rp 75.000 per kg. Naik lagi menjadi Rp 99.800 per kg pada 15 Maret 2024.

Terus Melonjak

Tidak bertahan sampai tingkat ini, tanggal 16 Maret melonjak lagi menembus harga Rp 111.500 per kg. Bahkan pada tanggal 26 Maret 2024 harga coklat kering yang ditampung PT SCC, salah satu pengusaha eksportir di Medan terbang nyaris menyentuh Rp 140.000, tepatnya Rp 139.800 per kilogram (kg), tingkat harga yang belum pernah terjadi kurun waktu 50 tahun terakhir.

Dikutip dari beberapa sumber berita, melambungnya harga coklat selama tiga bulan terakhir akibat terbatasnya peredaran bahan baku sejak awal 2024.

Penyebab utama kelangkaan karena terjadi krisis panen di negara Pantai Gading dan Ghana sebagai negara penghasil kakao di dunia.

H Adnan Johan, pedagang asal Lama Inong, Kuala Batee, Abdya, sekarang membuka gudang di Medan menjelaskan, kelangkaan kakao terjadi di Aceh. Produksi dalam jumlah terbatas hanya ada di Kabupaten Aceh Tenggara dan Pereulak Kabupaten Aceh Timur.

Sedangkan dari Kabupaten Abdya, Nagan Raya dan Aceh Selatan yang pernah dikenal sebagai daerah penghasil coklat di Aceh, kini bahan bakunya sangat sulit diperoleh.

“Saya hanya menerima kiriman coklat kering dari pedagang dari Meukek, Aceh Selatan dalam jumlah ratusan kilogram sekali pengiriman,” katanya.

Bahan baku kakao kering yang terkumpul dalam kisaran 500 sampai 800 kg, kemudian dipasok ke pengusaha eksportir di Medan. Melihat trend perkembangan kenaikan harga coklat sangat luar biasa,

Untuk itu, H Adnan mengajak petani di Kabupaten Abdya, termasuk kabupaten lain di Aceh untuk kembali menanam tanaman kakao.

Ajakan ini, setelah petani Kabupaten Abdya, termasuk di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Selatan, ramai-ramai menebang pohon kakao yang terjadi era tahun 2000-an. Tindakan ekstrem ini dilakukan setelah harga di pasaran mengalami stagnan paling tinggi Rp 30.000 per kg.

Sambungnya lagi, Kondisi semakin diperburuk dengan serangan hanya yang menyerang buah coklat sangat sulit dikendalikan. Buah kakao yang terserang hama dalam waktu singkat berubah warna menjadi hitam, lalu membusuk dan akhirnya gagal panen.

Produksi tanaman kakao turun drastis sehingga para petani tidak bergairah lagi merawat areal tanaman coklat milik mereka. Lalu, para petani mengambil jalan pintas dengan menebang tanaman kakao, kemudian di lahan bekas tersebut ditanami tanaman kelapa sawit.

Tindakan ini terjadi di kawasan Kabupaten Abdya, juga di kawasan Kabupaten Nagan Raya, terutama di Kecamatan Darul Makmur, Kecamatan Tripa Makmur, termasuk Kecamatan Kuala Pesisir.
Alhasil, perkebunan tanaman kakao di daerah tersebut tidak ditemukan lagi.

“Kalau pun masih ada hanya pohon coklat dalam jumlah terbatas tumbuh di lahan perkarangan rumah, pojok-pojok kebun dan pohon coklat yang tumbuh di pagar areal perkebunan lain di kawasan pedesaan. Tentu, produksinya tidak biasa diandalkan lagi, meskipun di tengah terjadi lonjakan harga sangat luar biasa.”

Galakkan Kembali

Kadir, salah seorang pedagang yang masih eksis penampung hasil tanaman coklat di Abdya ketika dihubungi, Rabu (27/32024) mengakui stok bahan baku kakao di petani sangat sulit diperoleh, meskipun tingkat harga terbang tinggi.

Ia membuka tempat penampungan di Jalan Iskandar Muda, Desa Geulumpang Payong, Blangpidie, Abdya, tapi biji coklat yang diperoleh dari luar kabupaten setempat, jumlahnya pun sangat-sangat terbatas.

“Dalam satu atau dua minggu hanya terkumpul 200 sampai 500 kg, kemudian dipasok ke pedagang Medan, Sumut. Harga kakao yang ditampung Rp 90.000 per kg, itu pun harus dikeringkan kembali.

Kadir, yang sudah cukup lama mengeluti bisnis penampungan kakao kering dan hasil bumi lainnya menjelaskan, bahwa upaya mengatasi kelangkaan kakao yang terjadi sekarang ini, pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Pangan Abdya perlu menumbuhkan kembali semangat petani untuk menanam tanaman coklat.

Karena lahan-lahan di kawasan Abdya sudah berubah menjadi areal tanaman kelapa sawit, Kadir juga menyarankan agar pemerintah harus mengarahkan petani untuk membuka perkebunan coklat dengan memanfaatkan lahan kawasan pegunungan di kecamatan-kecamatan.

Lahan pengunungan dikatakan cocok untuk budidaya kakao, hanya saja yang perlu diketahui bahwa pengelola areal tanaman kakao harus benar-benar serius, dalam artian petani harus menjadikan lokasi perkebunan sebagai tempat tinggal kedua.

Terkait hal ini, disarankan Pemkab Abdya perlu membantu pembangunan rumah bantuan di kawasan pegunungan sebagai tempat tinggal petani untuk merawat kebun miliknya. Kemudian, pemerintah juga perlu kesiapan membantu petani untuk mengatasi hama ganas yang menyerang buah kakao sebagaimana terjadi sebelumnya.

Selain kakao, Kadir juga menampung biji pala basah seharga Rp 27.000 per kg, biji pala kering Rp 70.000 per kg, cengkeh Rp 110.000 per kg. Sedangkan produksi pinang di Abdya di Abdya memang melimpah, namun harga belum begitu menjanjikan, hanya Rp 4.500 per kg. “Dalam satu bulan bisa terkumpul 200 ton biji pinang, kemudian dipasok ke Medan,” demikian uraian Kadir.

Reporter : Nazli