Israel Berkhianat! Gaza Dibombardir Saat Sahur, Ratusan Warga Tewas

Serangan udara di wilayah Jalur Gaza. dok.net

ISRAEL berkhianat terhadap kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok pejuang kemerdekaan Palestina. Selasa (18/3/2025) dini hari, militer Israel kembali membombardir Jalur Gaza dan membantai ratusan warga yang tengah sahur. Laporan sementara lebih dari 400 orang tewas akibat serangan udara militer zionis yang keji dan brutal tersebut.

Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan 404 orang tewas dalam serangan Israel, demikian dikutip Al Jazeera. Kemenkes di Gaza juga mencatat setidaknya 564 terluka dan mayoritas anak-anak.

Operasi ini merupakan serangan Israel terbesar sejak gencatan senjata berlaku pada 19 Januari. Al Jazeera juga mencatat sejak Israel dan Hamas sepakat gencatan senjata hingga 17 Januari, ada 170 orang tewas dalam serangan Israel..

Mengutip Republika, serangan Israel kali ini dilaporkan terjadi di beberapa lokasi, termasuk Gaza utara, Kota Gaza dan Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah di Jalur Gaza tengah dan selatan.

Pejabat Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan banyak dari korban jiwa adalah anak-anak. Di Kota Gaza, Quds News Network melansir video yang menunjukkan jenazah sejumlah anak-anak dan balita yang syahid akibat serangan Israel.

Sumber-sumber medis mengatakan kepada Aljazirah bahwa lebih dari 200 orang kini telah syahid dalam serangan Israel di Gaza. Jumlah ini termasuk 77 orang syuhada di Khan Younis di Jalur Gaza selatan dan sedikitnya 20 orang syuhada di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.

Pihak militer Israel, yang mengaku telah mencapai puluhan sasaran, mengatakan bahwa serangan tersebut akan terus berlanjut selama diperlukan dan akan melampaui serangan udara.

Serangan-serangan itu skalanya jauh lebih luas dibandingkan serangkaian serangan pesawat tak berawak yang biasa dilakukan militer Israel terhadap individu atau kelompok kecil menyusul kegagalan upaya selama berminggu-minggu untuk menyetujui perpanjangan gencatan senjata yang disepakati pada 19 Januari.

Hamas mengatakan Israel telah membatalkan perjanjian gencatan senjata, sehingga nasib 59 sandera yang masih ditahan di Gaza tidak jelas. Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh Hamas “berulang kali menolak melepaskan sandera kami” dan menolak usulan utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff.

“Israel, mulai sekarang, akan bertindak melawan Hamas dengan meningkatkan kekuatan militer,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Di Washington, juru bicara Gedung Putih mengatakan Israel telah berkonsultasi dengan pemerintah AS di bawah Presiden AS Donald Trump sebelum kembali melakukan serangan ke Gaza. “Seperti yang telah dijelaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran – semua pihak yang berusaha meneror tidak hanya Israel tetapi juga AS – akan menghadapi konsekuensi yang harus dibayar, dan kekacauan akan terjadi,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt kepada Fox News.

“Houthi, Hizbullah, Hamas, Iran, dan proksi teror yang didukung Iran harus menanggapi Presiden Trump dengan sangat serius ketika dia mengatakan dia tidak takut untuk membela orang-orang yang taat hukum dan membela AS serta teman dan sekutu kita, Israel.”

Tim perundingan dari Israel dan Hamas berada di Doha ketika mediator dari Mesir dan Qatar berusaha menjembatani kesenjangan antara kedua belah pihak menyusul berakhirnya fase awal gencatan senjata, yang mengakibatkan 33 sandera Israel dan lima warga Thailand dipulangkan oleh kelompok militan di Gaza dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina.

Terkait serangan terbaru, Hamas mengatakan mereka menganggap Netanyahu Israel dan “pendudukan Nazi-Zionis” bertanggung jawab atas serangan berbahaya terhadap warga sipil Gaza yang terkepung dan tidak berdaya. “Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya mengambil keputusan untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata, sehingga para tahanan di Gaza mengalami nasib yang tidak diketahui,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang diposting di media sosial.

Dengan dukungan Amerika Serikat, Israel mendesak agar 59 sandera lainnya yang masih ditahan di Gaza dipulangkan dengan imbalan gencatan senjata jangka panjang yang akan menghentikan pertempuran sampai setelah bulan puasa Ramadhan dan hari raya Paskah Yahudi pada bulan April.

Namun Hamas bersikeras untuk melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang secara permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, sesuai dengan ketentuan perjanjian gencatan senjata awal.

Hamas meminta para mediator gencatan senjata untuk meminta pertanggungjawaban Israel, agar Liga Arab dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mendukung Palestina dalam “menghancurkan pengepungan tidak adil yang diberlakukan di Jalur Gaza”, dan agar Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan mendesak dan mengadopsi resolusi yang mewajibkan Israel untuk “menghentikan agresinya”.

Serangan pada Selasa adalah kelanjutan dari pelanggaran gencatan oleh Israel yang berulang kali dilakukan sejak 19 Januari lalu. Tak hanya pembunuhan yang terus dilakukan Israel atas warga Gaza, Israel juga memblokir pengiriman bantuan untuk memasuki Gaza dan dalam beberapa kesempatan mengancam akan melanjutkan pertempuran jika Hamas tidak mengembalikan sandera yang masih ditahannya.

Tentara Israel tidak memberikan rincian mengenai serangan yang dilakukan pada Selasa dini hari, namun otoritas kesehatan Palestina dan saksi yang dihubungi oleh Reuters melaporkan kerusakan di sejumlah wilayah Gaza, di mana ratusan ribu orang tinggal di tempat penampungan sementara atau bangunan yang rusak.

Sebagian besar wilayah Gaza kini hancur setelah 15 bulan pertempuran, yang meletus pada tanggal 7 Oktober 2023 ketika ribuan pria bersenjata pimpinan Hamas menyerang komunitas Israel di sekitar Jalur Gaza, menewaskan sekitar 1.200 orang, menurut penghitungan Israel, dan menculik 251 sandera ke Gaza.

Menurut otoritas kesehatan Palestina, kampanye balasan Israel telah menewaskan lebih dari 48.000 orang dan menghancurkan sebagian besar perumahan dan infrastruktur di wilayah kantong tersebut, termasuk sistem rumah sakit.

Jihad Islam Palestina (PIJ) mengatakan Israel melanjutkan “perang pemusnahan” di Gaza setelah “dengan sengaja menyabotase semua upaya untuk mencapai gencatan senjata”, menurut pernyataan yang dibagikan oleh organisasi berita Israel Haaretz. PIJ mengatakan serangan baru yang dilakukan Netanyahu dan “pemerintahan Nazi yang haus darah” tidak akan memberikan Israel “kemenangan atas perlawanan, baik di lapangan maupun dalam negosiasi”.

“Kami menegaskan bahwa apa yang gagal dicapai oleh Netanyahu dan pasukan barbarnya dalam 15 bulan kejahatan dan pertumpahan darah, mereka tidak akan berhasil mencapainya lagi, berkat ketabahan rakyat kami yang tertindas dan keberanian mujahidin kami di medan perlawanan,” kata kelompok tersebut. (Rep/BS/OM-03)