ACEH SELATAN | Menurut Ketua For Pas Aceh Selatan T. Sukandi, keberadan PT PSU sebagai badan usaha murni bisnis berorientasi pada keuntungan, tetapi dalam aktivitas maupun struktur dan manajemen tidak jelas atau melenceng dari aturan yang berlaku di Republik ini (UU No 3 Tahun 1982 Tentang Badan Usaha).
T Sukandi mengatakan itu saat diminta tanggapan terkait keberadaan perusahaan bijih besi tersebut di Aceh Selatan yang dinilai tidak memberi manfaat kepada pemerintah setempat, sebutnya Rabu (5/2/2025) kepada Orbitdigitaldayli.com.
Dikatakan, keberadaan perusahaan tambang bijih besi PT PSU di Kabupaten Aceh Selatan puluhan tahun tidak memberikan kontribusi apapun pada pemerintah dan masyarakat sekitar yang wilayahnya dimanfaatkan perusahaan tersebut.
“PT PSU dinilai perusahaan yang telah menjadi parasit atau benalu bagi kekayaan sumber alam Kabupaten Aceh Selatan milik negara, dengan penilaian lain PT PSU adalah perusahaan tambang yang hanya menompang dan mencari hidup di Aceh Selatan tanpa rasa kemanusiaan terhadap kehidupan masyarakat Aceh Selatan maupun alamnya berdasarkan aturan hukum positif yang berlaku,” sebut Sukandi.
Padahal di dalam UUD Republik Indonesia dinyatakan bahwa “Bumi dan air serta segala kekayaan yang terkandung didalamnya adalah milik negara yang di pergunakan sebesar – besarnya untuk kesejahteraan rakyat” (pasal 33 ayat 3 UUD 1945).
Demikian juga tentang turunan hukum dasar ini telah dibuat aturan lainnya sebagai pedoman petunjuk pelaksana dan petunjuk teknisnya, tetapi Pemda Kabupaten Aceh Selatan sampai saat ini tidak dapat menemukan dasar hukum untuk membuat regulasi (Qanun) tentang PT PSU untuk dapat berkontribusi pada peningkatan PAD kabupaten Aceh Selatan, padahal UU No 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara telah mengatur tentang segala urusan tambang dan mineral serta dikuatkan lagi dengan segala petunjuk pelaksana dan petunjuk teknisnya seperti: PP No 45 Tahun 2003 Tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), PP No 25 Tahun 2021 Tentang penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral dan serta Keputusan Mentri ESDM No.K/HK.02/NEM.B/2022.
Sebegitu lengkapnya aturan tentang minerba yang telah dibuat oleh pemerintah pusat, tetapi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan hanya untuk mengiplementasikan saja tidak mampu, maka pantas saja pemerintah Aceh Selatan telah dibodohi oleh PT PSU puluhan tahun lamanya.
Tentang berapa penerimaan bagi hasil tentang royalti saja Pemda tidak mengetahui dan tidak pernah mengumumkannya pada public, padahal diregulasi penerimaan royalti itu diberikan pada negara 10% dan dari harga jual bijih besi tersebut perincian pembagian dari penerimaan royalti 10% itu adalah 20% untuk pusat, 32% untuk provinsi, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan sisanya 16% disubsidi pada kabupaten/kota yang bukan daerah penghasil di dalam provinsi yang bersangkutan
Menurut Suksand, pemahaman sederhananya tentang aturan hukum itu adalah kesepakatan – kesepakatan atau perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh dua belah pihak atau lebih yang bebas dari pada paksaan atau tekanan maka hal itu adalah aturan hukum yang sifatnya mengikat.
Bila kita takar dengan nalar hukum positif tentang pernyataan janji PT PSU pada pemerintah Aceh Selatan maka dapat di nilai PT PSU adalah perusahaan tambang bijih besi yang tidak taat hukum karena telah mengingkari janji dan pernyataannya sendiri dengan menipu dan membohongi Pemkab Aceh Selatan, pungkas T.Sukandi.
Reporter : Yunardi