MEDAN-Tertangkapnya jaksa Eka Safitra dalam OTT KPK di Yogjakarta karena diduga menerima suap dari sekaitan proyek pemerintah membuat Kejagung mengeluarkan ultimatum.
Disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Mukri, korps Adhyaksa mengingatkan agar jaksa-jaksa yang bertugas dalam tim TP4D kembali ke fitrahnya. Mengawal jalan dan tertibnya proyek-proyek pemerintah daerah (Pemda).
Di Sumut, penegasan serupa juga dikeluarkan Kejatisu.
Kasipenkum Kejatisu, Sumanggar Siagian mengatakan pada dasarnya Tim TP4D bekerja sesuai koridor.
“Pada dasarnya perintah dari Ketua Tim TP4D pusat bahwa tim pengawal pengamat pembangunan daerah itu sebagai pendamping dalam hal pembangunan proyek strategis nasional,” ujar Sumanggar kepada orbitdigitaldaily.com, Rabu (30/10/2019).
Ia menyebut, sedari awal tim sudah diwanti-wanti pimpinan agar tidak bermain-main sebagai jaksa TP4D.
“Secara kelembagaan kita sudah memberikan penegasan kepada anggota tim TP4D agar tidak main-main dalam pengawasan proyek yang ada didampingi ataupun yang akan didampingi,” tegasnya lagi.
Ketika ditanya ada tidaknya sikap konkrit Kejatisu untuk menutup celah atau kesempatan jaksa yang tergabung di tim TP4D ‘bermain’ dalam menjalankan fungsinya, Sumanggar menyebut sudah barang tentu ada.
“Pada dasarnya tim TP4D komit, ya. Tapi kembali ke person nya juga. Kalau personnya tidak bisa ikut aturan, tidak bisa digenearilisi kesalah institusinya. Kalau ada person yang mengulah, pasti ada tindakan. Sanksinya ya PP 53, disiplin pegawai,” terangnya.
“Intinya, Kejatisu tetap tegas bagi anggota TP4D.Yang kedapatan bermain-main dalam kinerja mengawal sejumlah proyek yang menjadi pengawalannya akan diberi sanksi tegas,” pungkas Sumanggar.
Evaluasi Kinjera TP4D di Sumut
Sementara itu, pendapat lain terkait kinerja tim TP4D Kejatisu datang ari Aktivis 98, Acil Lubis. Aktivis Sumut ini mengatakan kinerja TP4D cenderung seremonial malah menghambur-hamburkan anggaran.
Komentarnya itu bukan tanpa alasan. Ia mengambil contoh bagaimana proyek mangkrak hingga akhirnya bermasalah yang terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut. Padahal, TP4D mengawal jalannya proyek di sana.
“Secara prosedur masih tetap sesuai prosedur, tapi sistem pengawasannya (TP4D) tidak begitu tajam. Justru yang diawasi TP4D bermasalah semua, seperti (proyek) di UIN. Itu ka nada TP4D, kok muncul permasalahan di situ, berarti kan tim ini tidak bekerja, hanya meneken MoU saja,” kata Acil heran.
Seperti diketahui, memang beberapa waktu lalu KPK memeriksa sejumlah pejabat UIN menyoal suap dugaan proyek gedung kuliah terpadu dengan anggaran Rp 45.766.730.079,91 yang diikuti 25 perusahaan dan PT Multikarya Bisnis Perkasa keluar sebagai pemenang lelang.
Kembali menyoal kinerja TP4D, Acil merasa perlu dilakukan kajian apa sebenarnya yang mereka kerjakan.
“Apakah TP4D punya wewenang untuk memeriksa, mempelajari kelemahan-kelemahan proyek yang mereka awasi, atau hanya untuk menjalin kerjasama saja. Harusnya kalau ada penyimpangan (dalam proyek) itu, di-operkan dong ke Pidsus,” sebutnya.
Menurutnya, harusnya TP4D bekerja mengawal proyek-proyek yang sudah di-MoU kan. Alhasil, ia sendiri kesal dengan kinerja TP4D.
“Jadi apa kerja yang dilakukan tim ini, kok malah proyek yang dikerjakan malah timbul masalah. Di sini yang bertanggungjawa adalah Asintel. Bagaimana pengawasannya terkait kinjer TP4D. Besar loh anggaran yang dikeluarkan untuk tim ini,” ungkapnya.
Untuk itu ia meminta agar Kejati Sumut mengevaluasi kembali keberadaan TP4D. Masih ada beberapa proyek-proyek, kata Acil, yang diawasi oleh TP4D bermasalah.
“Yang sekarang terbuka, ya itu, proyek di UIN. Saya sebagai alumni UIN malu. Maka dari itu saya berharap Kajatisu evaluasi kembali kinerja dari TP4D,” pungkasnya. (Diva Suwanda)