Adek Berry: Jurnalis Harus Berhitung dan Berani Ambil Risiko

Fotografer AFP Adek Berry (kanan) didampingi moderator Hendra Syamhari memberikan penjelasan di sela-sela acara diskusi, di Medan, Jumat ( 18/1).

Medan – Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan menggelar diskusi bertajuk “Duduk Ngopi, dan Berbagi Bersama Adek Berry seputar Foto Jurnalistik di Kawasan Konflik dan Bencana,” di Nine Cafe Jalan Perjuangan, Medan, Jumat (18/1/2019).

Lebih dari 50 orang hadir dalam kegiatan ini, terdiri dari jurnalis foto, komunitas fotografi, mahasiswa dan lain sebagainya.

Adek Berry yang merupakan Fotografer AFP bercerita bahwa jurnalis di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk meliput bencana. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pertemuan lempengen sehingga rawan terjadi gempa dan bencana lainnya.

Lantas, seperti apa rasanya mencari foto saat bencana?

“Ada beberapa bencana yang penyebabnya macem-macem. Ada natural disaster seperti gempa bumi. Yang terbaru saya foto adalah gempa Lombok. Terjadi empat hari sebelum ASIAN Games. Begitu selesai dari Lombok saya langsung ke Palembang untuk memotret ASIAN Games. Tapi sebagai jurnalis kita haris siap dengan kondisi seperti ini,” ujar Adek Berry.

Menurutnya jurnalis adalah pekerjaan 24 jam. Ketika peristiwa memanggil harus siap kapanpun.

Meskipun Adek Berry sudah berkeluarga, memiliki suami dan dua anak. Namun bekerja menjadi jurnalis bukanlah suatu halangan. Kuncinya adalah manajemen dan membagi waktu.

Khusus untuk meliput ke wilayah bencana, menurut Adek, para jurnalis harus punya perhitungan yang tinggi.

“Kalau kita masuk kira-kira bisa keluar gak. Risikonya seperti apa kita harus betul-betul perhitungkan. Untuk pekerjaan seperti ini kita memang harus berani mengambil keputusan dengan cepat dan mengambil risiko,” ujar perempuan yang pernah meliput ke beberapa negara yang mengalami perang.

Kemudian, tambahnya, jurnalis juga harus memiliki pengetahuan yang banyak dan paham manajemen bencana.

Ia mengingatkan jika memotret bencana jangan lupa memotret ekspresi masyarakat. Karena foto yang diabadikan bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang banyak.

“Selain memotret saya terbiasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang yang saya foto. Karena foto kuat tidak akan pergi jauh tanpa berita yang kuat dan lengkap. Kalau foto sudah kuat dan berita kuat maka efeknya juga akan lebih jauh,” jelasnya.