MEDAN – Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera (Kajatisu) Amir Yanto mengingatkan sejumlah pemerinta daerah (Pemda) di Sumatera Utara (Sumut) baik itu Pemprovsu, pemerintah kota (Pemko) dan pemerintah kabupaten (Pemkab) untuk transparan dalam pengelolaan maupun penyaluran dana bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak Covid 19.
Amir Yanto menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti soal carut marut pendataan maupun penyaluran dana bansos Covid 19 di Sumut.
Apalagi bila ada tindak pidana korupsi dalam praktik pendataan maupun penyalurannya.
“Dengan adanya pemberitaan di beberapa media soal kekisruhan maupun protes warga di sejumlah daerah terkait bantuan sosial bagi warga terdampak Covid 19, Kejati Sumut akan melakukan monitoring dan pengumpulan data untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi,” jawab Kajati Sumut Amir Yanto kemarin.
Disebutkannya, Kejatisu akan mengawasi secara ketat penggunaan dana penanganan Covid-19 di Sumut. Kejati Sumut telah meminta penggunaan dana tepat sasaran.
Sebelumnya, Wakil Kepala Kejati Sumut, Sumardi di hadapan tim Gugus Tugas Penanganan Covid 19 beberapa waktu lalu di Rumah Dinas (Rumdin) Gubernur meminta komitmen bersama pemerintah daerah untuk transparan dan tepat saran penggunaan anggaran penanggulangan Covid 19.
Sementara itu, Gubsu Edy Rahmayadi sebelumnya sempat menyebut ada dana Rp 1,5 triliun yang disiapkan untuk penanganan Covid-19 di Sumut. Dana itu bakal digunakan dalam beberapa tahap.
Kejanggal Mata Anggaran Gugus Tugas
Sementara itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara (Sumut) menemukan sejumlah kejanggalan pada mata anggaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut bersumber refocusing anggaran pendapatan belanja daerah atau APBD Sumut 2020 untuk tahap pertama April hingga Juni 2020.
Koordinator Advokasi dan Kajian Hukum FITRA Sumut Siska Barimbing mengatakan, lembaganya menyoroti anggaran tahap pertama Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut senilai Rp502, 1 miliar dari total Rp1.5 triliun.
Anggaran yang disorot FITRA yaitu perbandingan anggaran kesehatan (medis) dan pendukung (non medis) sebesar Rp 191,7 miliar.
Anggaran tersebut antara lain penyediaan bahan dan peralatan pendukung Covid-19 sebesar Rp 110 miliar.
Selain itu, FITRA juga menyoroti anggaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga medis sebesar Rp15, 5.
“Ada lagi mata anggaran aneh yakni dukungan organisasi perangkat daerah (OPD) lain senilai Rp 9,750 miliar,” kata Siska.
Hal lain yang jadi perhatian FITRA, sambung Siska, yakni anggaran pendukung non medis sebesar Rp55,3 miliar.
“Ada item barang pelindung warga dianggarkan Rp5 miliar namun tidak disebut jenis alat pelindung yang dibeli dengan anggaran itu. Kemudian anggaran Sekretariat Gugus Tugas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan dukungan OPD terkait sebesar Rp 40 miliar,” kata Siska lagi.
FITRA menganalisis anggaran sekretariat gugus tugas tersebut tidak transparan. “Anggaran Rp 40 miliar per tiga bulan artinya tiap bulan sekretariat gugus tugas dapat anggaran Rp13 miliar. Jika satu bulan 30 hari kerja maka setiap hari sekretariat gugus tugas mendapat anggaran Rp444 juta,” kata Siska.
Hal lain yang menjadi sorotan FITRA, ujar Siska adalah biaya-biaya keamanan Satpol PP Rp2,7 miliar dan TNI/Polri Rp740 juta. “Anggaran ini juga aneh,” ujar Siska. FITRA menuding Pemprov Sumut tidak transparan mengelola anggaran Covid – 19. (Rel/Diva Suwanda)