MEDAN | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali memilih jalur damai perkara pemukulan anak tetangga di wilayah Kejaksaan Negeri Gunungsitoli lantaran tersangka dan korban sepakat berdamai.
Pasalnya, tersangka Ratakan Harefa alias Ama Flonis dan korban Tri Agusman Laia masih memiliki hubungan keluarga dan bahkan tetangga dekat. Dan upaya Jaksa fasilitator pun berbuah manis bagi semua pihak.
Sebab keadilan tidak selamanya hadir dalam bentuk vonis hukuman penjara tetapi penyelesaian perkara lewat pendekatan humanis lebih manusiawi maka hubungan sosial kembali harmonis sebagaimana pesan para leluhur nusantara, yaitu hukum yang hidup di masyarakat.
Esensi Keadilan
Penyelesaian masalah dengan damai, kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara diwakili Wakajati Sumut Rudy Irmawan, didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang dan Koordinator Bidang Pidum bahwa ekspose perkara tindak pidana disetujui JAM Pidum Kejagung RI dan Direktur C pada JAM Pidum Jhoni Manurung, Selasa (25/3/2025).
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting mengatakan perkara pendekatan humanis diajukan Kejaksaan Negeri Gunungsitoli. Dimana tersangka Ratakan Harefa alias Ama Flonis berprofesi nelayan dan korban seorang bocah bernama Tri Agusman Laia.
Kasus ini bermula ketika Tri Agusman Laia, merasa dirugikan dan kecewa karena layangannya dirusak saksi Julkardni Sozanolo Harefa alias Soza, anak tersangka Ratakan Harefa.
Lalu, Tri Agusman Laia mengadu kepada kakaknya Berkat Operisman Laia alias Open tetapi situasi malah berubah tegang ketika Ratakan Harefa terbawa emosi tak terkendali.
Adre W Ginting menyampaikan kejadian perkara, Sabtu (8/7/2023) sekitar pukul 13.30 WIB di lapangan Pelita Kota Gunungsitoli sesaat saksi Julkardni Sozanolo Harefa Alias Soza merusak layangan milik Tri Agusman Laia.
Lantaran tidak terima dan ingin minta ganti rugi, Tri Agusman Laia bersama saksi Berkat Operisman Laia mendatangi rumah saksi Julkardni Sozanolo Harefa di Jalan Sukarame Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli.
Kemudian, tersangka Ratakan Harefa bertanya maksud dan tujuan kedatangan korban Tri Agusman Laia dan saksi Berkat Operisman Laia. Usai menyampaikan niatnya, tiba-tiba tersangka tersulut emosi karena tidak terima anaknya disuruh mengganti layangan milik korban.
“Akhirnya tersangka menampar pipi sebelah kiri korban sebanyak 2 kali dan bahu sebelah kiri hingga korban menangis kesakitan lalu melaporkan kepada orangtuanya, “kata Adre kepada wartawan.
Adre menjelaskan perkara pemukulan anak ini terus bergulir dua tahun lebih sampai ke Kejari Gunungsitoli. Lalu Jaksa fasilitator melakukan mediasi dan ditemukan fakta luka korban telah sembuh dan korban sudah melaksanakan aktifitas sehari-hari.
“Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan keluarga kedua belah pihak, baik tokoh masyarakat dan penyidik Kepolisian membuka ruang terciptanya harmoni di tengah-tengah masyarakat seperti keadaan semula,”terangnya
Di titik pelanggaran Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hukum menunjukkan wajah yang lebih bijaksana dan beretika.
Sebab, pendekatan keadilan restoratif adalah ruang budaya luhur nusantara sesungguhnya, yaitu menyelesaikan kisah anak bermain layangan dengan jalur damai.
Tentu banyak pelajaran tentang hukum, tidak hanya aturan, tetapi bagaimana memulihkan keadaan yang sesungguhnya, bukan kurungan penjara akhir penegakan hukum. OM – 009