MEDAN – Penetapan Pembatasan Sosial Dalam Skala Besar (PSBB) untuk mencegahpenyebaran virus corona atau Covid-19 telah dilakukan di beberapa daerah.
Hingga Sabtu (18/4/2020), diketahui sudah ada dua provinsi dan 16 kabupaten dan kota yang mengajukan dan menerapkan PSBB.
Sayang, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), saat ini belum melakukan hal itu. Menurut keterangan Aris Yudhariansyah, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, saat ini Pemprov Sumut sedang berkoordinasi dengan beberapa lintas sektor yang ada.
Pada kesempatan lain, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menganggap Sumut belum membutuhkan penerapan PSBB.
Menurut Ahli Ilmu Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dr. Rahayu Lubis, M.Kes, PhD berpendapat Covid-19 merupakan salahsatu penyakit dengan kemampuan menularkan yang sangat cepat (super spreader).
Penularan Covid-19 antar manusia bisa melalui percikanludah (droplet) dari orang yang terinfeksi Covid -19 bilabersin, batuk atau berbicara, jarak tular droplet sekitar 1-1,8 meter.
“Bisa juga lewat kontak langsung seperti berjabat tangan atau kita menyentuhbenda-benda lain seperti handle pintu, pegangantangga yang sudah terkontaminasi virus lalu tangan kita menyentuh mulut, hidung atau mata sehingga virus tersebut dapat masuk ke tubuh kita,” terangnya mengingatkan.
Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU itu menambahkan, dibutuhkan peran yang lebih serius untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, sering mencuci tangan pakai sabun, menghindari keramaian (physical distancing), menggunakan masker.
Menurutnya, yang paling penting adalah menerapkan strategi memantau keseimbangan penderita masyarakat.
“Memantau status demam harian warga dengan menggunakan thermal scan atau survey demam di lingkungan RT/RW, bekerja dari rumah, memantau pergerakan warga, melakukan deteksi dini dan membantu proses rujukan,” tuturnya.
Walaupun pemerintah telah berusaha melakukan rapid test, namun tidak cukup untuk menentukan apakah seseorangpositif Covid-19 atau tidak kata dr Rahayu.
“Perlu juga dilakukan tes PCR atau pengambilansampel swab nasal/tenggorokan,” ungkapnya.
Menurutnya, setelah semua hal itu dilakukan, agar tidak bermunculan kasus-kasus baru, pemerintah sebaiknya cepat melakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), sebelum virus ini sampai ke daerah-daerah yang kekurangan SDM danfasilitas pelayanan kesehatan, karena hal itu akan membuat semakin banyak korbanberjatuhan.
“Kebijakan PSBB merupakan salah satu langkah baik yang diambil pemerintah untuk berusaha membatasipenyebaran virus ini tetapi sebaiknya dilakukan secara serentak seluruh Indonesia,” tutur Rahayu.
Ancaman Transmisi Lokal Maupun Kiriman
Di sisi lain, Pakar Geospasial, dari Fakultas Teknik, Dr. Ir. PerwiraMulia, M.Sc, juga telah memberitahukan agar pemerintah Kota Medan segera melakukan tindakan khusus terutama yang berada pada wilayah zona merah agar transmisi lokal maupun transmisi kiriman (imported cases) bisa diredam peningkatannya.
Menurut Komisaris Independen di BUMN Pelindo I ini, persiapan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah mendesak agar Sumut tidak terlambat mengantisipasi transmisi lokal maupun transmisi kiriman (imported cases).
Pendapat senada juga datang dari pakar transportasi Universitas Sumatera Utara, Medis Surbakti, ST., MT., Ph.D.
Menurutnya imbauan pemerintah terkait Covid-19 seperti physical distancing masih kurang efektif untuk membuat masyarakat tetap berdiam diri di rumah.
Masih banyak aktifitas-aktifitas minor yang dilakukan masyarakat di wilayah-wilayah ini. Oleh sebab itu, menurut Medis, Sumut sudah seharusnya turut menerapkan PSBB.
“Pemerintah harus siap bekerjasama dengan semua sektor,” ungkap Medis.
Perencanaan yang menyeluruh dan spesifik di setiap wilayah diperlukan dalam penerapan PSBB di Sumut. Hal ini dikarenakan setiap wilayah di Sumut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, kata Ketua Departemen Teknik Sipil USU tersebut.
“Masalah koordinasi dan kepemimpinan daerah memang sangat menentukan bagaimana mensukseskan PSBB. Harus dilihat di seluruh kabupaten/kota yang ada di Sumut. Apakah harus semuanya? Contohnya Nias yang terletak di sebuah pulau, apakah perlu diterapkan PSBB disana? Atau hanya wilayah Mebidang saja yang menjadi satu-kesatuan transportasi kota. Jadi perencanaan yang menyeluruh dan terperinci diperlukan dalam penerapan PSBB di Sumut”, sebutnya.
Selain itu, Medis menyebut bahwa sosialisasi yang jelas dan menyeluruh kepada masyarakat juga menjadipoin yang sangat penting.
Perlu agar terjadi keseragaman informasi sehingga PSBB dapat diterapkan dan memberikan hasil yang maksimal terhadap upaya pencegahan Covid19 di Sumut.
Sementara itu, Dr. Syafrizal Helmi, pengamat kebijakan publik dari USU mengingatkan agar masyarakat belajar dari keberhasilan Negara China, Singapura, Korea Selatan dalam mengelola pandemic Covid 19 ini.
Mereka tidak hanya melakukan PSBB (lockdown), sebab PSBB hanya efektif untuk menghentikan pergerakan orang (tidak menghentikan virusnya melompat dari orang ke orang).
PSBB hanya mencegah orang-orang dari pindah ke tempat lain. PSBB dimaksudkan untuk memberi tambahan waktu (mis 14 hari) bagi pemerintah untuk mencari tahu, menemukan kasus (ODP, PDP, OTG) dan pelacakan kontak agar covid 19 tidak menyebar.
Lewat lockdown, Singapura melacak semua kasus, melacak semua kasus kontak dan mengisolasi secara professional. PSSB merupakan bagian yang sulit, namun memastikan bahwa kasus tersebut terisolasi secara efektif.
“Ini adalah bagian yang paling sulit. Lihat kegagalan Itali, mereka melakukan lockdown, kasus tidak berkurang. Orang mulai bosan di dalam rumah. Mulai jalan2, apalagi banyak kasus OTG, dia tidak merasa terkena dan menularkan (transmisi local),” tutur Syafrizal Helmi.
Alhasil, menurutnya, agar Pandemi ini bisa cepat berakhir pemerintah harus melakukan langkah yang komprehensif, bukan secara parsial atau bergiliran.
“Pemerintah juga harus memikirkan upaya untuk membantu masyarakat,” pungkas Syafrizal. (Rel)