MEDAN | Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Medan menyoroti Rancangan Undang – Undang Acara Pidana (RUU KUHAP) sebagai wujud tanggungjawab moral dan hak – hak dasar setiap warga negara.
Ketua DPC PERADI Medan Dr Azwir Agus SH MHum mengatakan, KUHAP lama atau UU Nomor : 8 Tahun 1981, sudah tidak sejalan dengan perkembangan sistem hukum.
Dimana KUHAP baru atau UU Nomor : 1 Tahun 2023 akan berlaku awal tahun 2026, tentu advokat sebagai salah satu pilar penegak hukum “officium nobile” memerlukan kedudukan sejajar dalam proses peradilan pidana.
Maka untuk itu, RUU KUHAP, advokat sebagai penegak hukum independen memiliki peran penting dalam menjamin perlindungan hak asasi manusia dan proses peradilan yang adil.
“RUU KUHAP harus memperkuat kepastian hak pendampingan hukum dan kebebasan profesi advokat, termasuk menghapus pasal – pasal yang melemahkan hak” kata Dr Azwir Agus mengawali diskusi umum di Hotel JW Marriott Medan, Jumat (2/5/2025).
Diskusi “Peran Advokat sebagai Penegak Hukum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”, dihadiri Komisi III DPR RI Dr Hinca Panjaitan SH MH ACCS, para dosen 9 kampus ternama di Sumatera Utara dan pengurus PERADI dari berbagai daerah berlangsung alot hingga pukul 18.00 WIB.
Dr Azwir Agus menjelaskan penguatan peran advokat dalam ketentuan RUU KUHAP, yaitu ;
- Pendampingan wajib sejak awal. Pasal 32 menetapkan kewajiban pendampingan advokat sejak tersangka diperiksa penyidik. Jika terdakwa tidak mampu, maka negara wajib menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma, tidak seperti KUHAP lama, pendampingan hanya wajib dalam kasus berat.
- Hak aktif advokat dalam pemeriksaan. Pasal 33 ayat (2), advokat dapat menyatakan keberatan apabila penyidik mengintimidasi atau mengajukan pertanyaan bersifat menjerat. Sementara, KUHAP lama, advokat hanya boleh melihat dan mendengar.
- Pendampingan saksi/korban. Pasal 135 huruf b, hak saksi dan korban pidana untuk mendapat pendampingan advokat dalam setiap pemeriksaan. Kehadiran advokat penting agar saksi/korban tidak tertekan atau terintimidasi saat diperiksa dan dapat memberikan keterangan lengkap dan jujur.
- Pengaturan khusus advokat. Bab VII adalah bab tersendiri mengatur kedudukan advokat dan bantuan hukum adalah ‘setara’ dengan jaksa, hakim dalam sistem penegak hukum (Panca Wangsa).
“Peran advokat lebih kuat dibandingkan KUHAP lama. Pendampingan tidak lagi bersifat opsional dan dapat aktif menyuarakan keberatan di tempat pemeriksaan serta institusi advokat diakui secara eksplisit” ujarnya.
Sebaliknya, terdapat pasal – pasal yang berpotensi melemahkan advokat, yaitu;
- Keterbatasan dalam pemeriksaan tindak pidana terhadap keamanan negara. Pasal 33 ayat (1), advokat dapat hadir dengan cara hanya melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan tersangka.
Pasal 33 ayat (1) melanggar prinsip dasar (fair trial). Sebab, advokat tidak dapat mengakses informasi untuk membela klien secara maksimal. Selain itu, memicu potensi pelanggaran HAM secara terselubung.
Kemudian, dalam perkara ‘keamanan negara’ secara politis dan tersangka rawan menjadi korban penyiksaan, tekanan atau pemaksaan pengakuan. Tanpa kemampuan untuk mendengar, tidak ada kontrol independen terhadap proses.
- Tidak ada mekanisme pembelaan advokat. Advokat tidak bisa mengintervensi bila terjadi intimidasi atau pelanggaran hukum dalam pemeriksaan. Sementara, pemeriksaan umum, advokat dapat menyatakan keberatan (pasal 33 ayat 2).
- Melanggar prinsip equality of arms atau kesetaraan senjata dalam peradilan. Penyidik dan penuntut umum memiliki kekuasaan penuh jalannya pemeriksaan sementara advokat tidak memiliki kesempatan menyajikan pembelaannya, kehilangan fungsi sebagai penyeimbang.
- Peran dalam gelar perkara. Pasal 26, proses gelar perkara menentukan kelanjutan dan penghentian penyidikan, tidak melibatkan advokat. Resikonya, advokat tidak dapat membela hak klien pada tahap penentuan status hukum.
- Minimnya perlindungan advokat. RUU KUHAP tidak secara eksplisit mengatur hak imunitas, baik ancaman kriminalisasi, intimidasi aparat atau pelanggaran independensi profesi. Advokat rentan ditekan dalam kasus politis, apalagi menyangkut kepentingan negara.
- Pemidanaan saksi mahkota kurang transparan. Pasal 69-70, advokat tidak memiliki kontrol formal terhadap proses negosiasi saksi mahkota.
- Larangan berkicau di luar pengadilan. Pasal 142 ayat (3) huruf b bertentangan dengan pasal 15 UU Advokat Nomor : 18 Tahun 2003. Untuk itu, pasal ini diusulkan dihapus karena mengekang kebebasan berpendapat dan non litigasi advokat.
- Hak menolak pendampingan. Pasal 146 ayat (4) dan (5) tersangka/terdakwa tidak didampingi advokat apabila menyatakan menolak didampingi dan dibuktikan dengan berita acara.
Ketentuan membuka celah pelanggaran hak, tersangka sering diiming-imingi berkas cepat selesai agar menandatangani surat penolakan pendampingan kasus ancaman hukuman tinggi.
- Pembuktian timpang. Pasal 197 ayat (10) memungkinkan jaksa menghadirkan saksi tambahan untuk menolak bukti pembelaan. Sementara, advokat tidak mendapat hak sanggah simetris.
Ketentuan, pasal 142 dan 146 mengandung batasan advokat dan resiko menghambat akses keadilan.
Praktik Pembelaan dan Keadilan
Penguatan posisi advokat dalam hak keberatan akan meningkatkan perlakuan setara dan adil semua pihak (fairness). Sebaliknya, pembatasan advokat justeru menimbulkan ketimpangan penyidik menggunakan wawancara intimidatif tanpa cek balasan.
Jika advokat tidak bebas menyuarakan di luar persidangan maka dampaknya kepercayaan masyarakat terhadap persidangan bisa menurun.
Demikian pula, klausul penolakan pendampingan mempengaruhi hak atas bantuan hukum tersangka miskin atau rentan secara faktual tidak paham haknya berisiko kehilangan pembelaan tanpa konsekuensi hukum pada aparat, tidak dijelaskan dalam RUU KUHAP.
Hak Korban dan Saksi
Pemberian hak advokat kepada saksi/korban berdampak positif (Pasal 135). Advokat bisa membantu korban tidak tertekan menyampaikan fakta seluas-luasnya sehingga memperoleh ganti rugi dan keadilan substantif.
Kemudian, pasal-pasal yang memperkuat advokat akan meningkatkan akses keadilan dan perlindungan HAM. Sedangkan pasal pasal yang membatasi dapat memicu pelanggaran hak dalam penegakan hukum.
“Hapuskan pasal 142 ayat (3) huruf b dan penambahan kata wajib dalam pasal 141 ayat (1) huruf e. Penambahan pasal 141 point L, yaitu advokat berhak menolak dipanggil pejabat berwenang tanpa izin dewan kehormatan organisasi advokat” tegas Dr Azwir Agus.
Hakim Pengawas dan Pengamat
Kaji ulang hakim pengawas dan pengamat (Hawasmat) karena posisi dan fungsinya cenderung ditiadakan. KUHAP lama dalam pasal 280 – 283, peran Hawasmat sangat strategis pengawas jalannya eksekusi pidana.
Bukan tanpa sebab, banyak laporan penyiksaan di Lapas dan Rutan tanpa pengawasan hakim. Hawasmat adalah jembatan antara aparat pelaksana pidana dan korban ketidakadilan.
Di sisi lain, pasal 180 – 182 ayat (1) penetapan tersangka minimal 2 alat bukti tidak memiliki kalimat jelas, frasa ambigu.
Selanjutnya, sebelum menyerahkan hasil diskusi hukum penyempurnaan RUU KUHAP, Dr Hinca Pandjaitan didampingi Ketua DPC PERADI Medan Dr Azwir Agus dan Hermansyah Hutagalung menegaskan posisi advokat bagian dari penegak hukum harus sejajar dengan aparat penegak hukum lainnya.
“Kita sepakat setelah 44 tahun, KUHAP harus dievaluasi untuk memastikan hak-hak advokat terlindungi dan setara dengan institusi negara. Adanya ketimpangan antara penegak hukum dibiayai negara sementara advokat bekerja mandiri”kata Hinca
Hinca menjelaskan ketimpangan yang dimaksud membuat posisi masyarakat mencari keadilan menjadi lemah. Dimana, penyidik dan penuntut umum mempunyai anggaran, infrastruktur, dan regulasi.
“Advokat tidak memiliki anggaran. Jadi merekalah satu-satunya penjaga hak warga negara dalam proses hukum. Maka, wajib hukumnya setiap warga negara yang diperiksa aparat penegak hukum didampingi advokat,” tegasnya.
Dalam diskusi alot juga mengemuka kritik praktik penyidikan yang sering mengabaikan putusan pra-peradilan. Politisi Partai Demokrat itu pun berjanji akan membawa masukan advokat ke ruang sidang parlemen, demi mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan seimbang bagi semua pihak.
Reporter : Toni Hutagalung