Waspadai Jejak Digital Bisa Mewakili Kepribadian Diri

MEDAN (orbitdigital): Kemajuan teknologi tidak dapat dihempang, oleh karenanya masyarakat harus bijak menggunakannya sehingga dapat memberikan manfaat yang positif. Termasuk dalam penggunaan media sosial. Pemanfaatan yang salah akan berakibat buruk seperti jejak digital yang dapat mewakili penilaian terhadap kepribadian diri seseorang.

Founder Belantara Budaya Indonesia, Diah Kusumawardani Wijayanti dalam Kelas Literasi Digital Sisternet, yakni program CSR dari XL Axiata yang konsern terhadap pemberdayaan perempuan, Sabtu (13/7) di Plaza Medan Fair Jalan Gatot Subroto, Medan memaparkan bagaimana jejak digital dapat menjadi referensi untuk melihat dan menilai bagaimana kepribadian diri seseorang.
Meskipun pada saat itu orang yang menilai tidak bertemu langsung dengan diri kita.

Tentunya berdasarkan pada penelusuran jejak digital yang buruk dan negatif akan menjadi nilai diri yang negatif, sebaliknya dari penelusuran jejak digital yang baik akan memberikan penilaian diri yang baik.

Menurut Diah, jejak digital itu sangat mempengaruhi segala lini kehidupan kita.

Oleh karena itu dia mengimbau agar masyarakat bijak dalam mempergunakan media sosial dan mengisinya dengan konten-konten yang bermanfaat dan positif.

“Di media sosial sebaiknya kita jangan rasis, memaki, memfitnah atau menghina seseorang yang bisa memberi energi buruk. Hiasilah media sosial kita dengan hal-hal yang positif yang bisa memberi energi positif pada orang lain yang berteman dengan kita,” ujarnya.

Dia merasa heran dengan orang yang selalu menumpahkan setiap detail kehidupan di berbagai platform media sosial.

“Kadang kesal langsung bikin status di insta story, marah juga dijadikan status sedih pun langsung dijadikan status menunjukkan emosional tidak stabil,” ujarnya.

Padahal lanjutnya, jejak digital ini juga mempengaruhi seseorang dalam hubungan pekerjaaan. Saat ini bagian Sumber Daya Manusia (SDM) di berbagai instansi sudah menilai calon karyawan ataupun karyawannya dari jejak digital mereka di media sosial. Jejak digital yang buruk akan sangat mempengaruhi penilaian kerja.

Tak hanya itu Diah juga membagi pengalaman berharganya soal jejak digital media sosial saat dia hendak mengurus visa ke Amerika Serikat.

“Saat kita mengurus visa, pihak Kedubes akan lebih dulu melacak media sosial kita, dan memeriksa jejak digital kita untuk mengetahui latar belakang kehidupan kita,” tutur Diah sembari mengatakan dirinya beruntung bisa mendapatkan visa untuk lima tahun di negeri Paman Sam, sementara temannya yang juga sama mengurus visa ke Amerika gagal berangkat karena visa nya tidak keluar.

“Mungkin saat dilacak ada jejak digitalnya yang buruk sehingga pihak Kedubes tidak mengeluarkan visa,” sebut Diah.

Diah menyatakan dirinya memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan Yayasan Belantara Budaya Indonesia (BBI) yakni yayasan yang saat ini memiliki 12 sekolah tari tradisional gratis di Indonesia dengan jumlah murid mencapai 2.138 orang.

“Media sosial saya manfaatkan untuk sharring hal yang positif. Saya kampanyekan orang untuk ikut latihan tari gratis, saya promosikan kegiatan Belantara Budaya dan secara perlahan jumlah murid terus bertambah hingga kini sampai dua ribuan lebih,” papar Diah.

Pengalaman pemanfaatan media sosial yang baik juga disharring oleh Founder dari Rumah Uis, Averiana Barus.

Dikatakan Averiana, dia mempergunakan media sosial Instagram untuk memasarkan produk kain ulos Karo yang mereka produksi.

Dia berpesan, kaum muda khususnya perempuan agar memanfaatkan teknologi berbasis internet untuk mendatangkan income.

Averiana yang memiliki latar belakang jurnalis itu memberi tips berjualan di Instagram yakni dengan mengunggah foto dan caption yang menarik, serta konsisten dalam menguploadnya ke media sosial.

Group Head XL Axiata West Region, Francky Rinaldo Pakpahan mengatakan sebagai perusahaan penyedia layanan internet dan data dengan puluhan juta pelanggan di seluruh Indonesia, XL Axiata tidak mau asal berjualan layanan data saja.

“Kami akan senang jika para pelanggan dan masyarakat secara umum bisa memanfaatkan layanan kami secara positif, lebih-lebih bisa mendorong produktivitas,” sebutnya.

Program Sisternet sendiri telah hadir sejak tahun 2015, yang memberikan warna bagi pemberdayaan perempuan Indonesia.od-02