Ungkap Kasus PPPK Langkat, Guru Honorer Diintimidasi

Meilisya (Guru honorer) Ungkap kasus PPPK Langkat (Dok.LBH Medan)

LANGKAT | Persoalan kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat tahun 2023 semakin menimbulkan polemik publik, sementara ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat hingga saat ini berjuang mendapatkan keadilan baik di Polda Sumut dan PTUN Medan.

Namun, perjuangan panjang ratusan guru honorer yang diduga menjadi korban seleksi PPPK Langkat terus mendapat tantangan dan hambatan di antaranya dugaan intimidasi terhadap para guru untuk tidak menyuarakan permasalah tersebut ke publik.

Selain itu ancaman pemecatan sepihak, serta ketiga menakut-nakuti para guru dengan memblacklist nama-nama guru yang sedang berjuang.

Hal itu disampaikan Direktur LBH Medan, Irvan Saputra SH MH, dan Sofyan Muis Gajah SH, dalam siaran persnya kepada wartawan, Rabu (26/9/2024).

Tidak berhenti disitu, dalam keterangan pers tertulisnya, LBH Medan yang diketahui kuasa hukum 103 guru honorer menyampaikan, kali ini seorang guru honorer, Meilisya Ramadhani yang mengungkap dugaan kecurangan dan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaran seleksi PPPK Langkat tahun 2023, kini dilaporkan ke Polres Langkat.

Dilaporkan di Polres

Diketahui, Meilisya (terlapor) kini dilaporkan salah seorang pengacara bernama Togar Lubis SH MH, yang diduga kuasa hukum dari Kepala Dinas Pendidikan Langkat, dan Pj Bupati Langkat (Tergugat) dalam sengketa TUN Nomor: 30/G/2024/PTUN.MDN yang diajukan ratusan guru honorer (Penggugat) sedang berproses di PTUN Medan. 

Menurut informasi yang dihimpun wartawan, terlapor Meilisya dilaporan atas dugaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STTLP/B/502/IX/2024/SPKT/POLRES LANGKAT/POLDA SUMATERA UTARA, tanggal 24 September 2024.

Sambungnya, Irvan memaparkan, Meilisya Ramadhani adalah guru honorer SMPN 1 Tanjung Pura, Kabupaten Langkat mengungkap adanya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.

Hal tersebut diketahui Meilisya ketika adanya nilai seleksi kompetensi teknis tambahan (SKTT) dalam pengumuman kelulusan yang ditandatangani Plt. Bupati Syah Afandin.

Sebagaimana PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023.

Padahal, diketahui bersama jika dalam seleksi PPPK Langkat tahun 2023 tidak ada jadwal dan kegiatan SKTT. Akibat adanya pengumuman tersebut 103 guru honorer dinyatakan tidak lulus PPPK Langkat. Seyogianya para guru yang dinyatakan tidak lulus mendapatkan nilai yang tinggi dan sesuai passing grade.

Anehnya, salah satu guru yang berjuang atas nama, Dinda Nurfan mendapatkan nilai CAT tertinggi dalam formasi guru se-Kabupaten Langkat yaitu dengan skor 601 dinyatakan tidak lulus, dikarenakan adanya pencantuman nilai SKTT yang tidak pernah diikutinya namun yang bersangkutan mendapatkan nilai dan parahnya nilai tersebut sangat tidak masuk akal.

Beranjak dari adanya kejanggal terhadap pengumuman Plt Bupati tersebut, Meilisya dan para guru melakukan investigasi dan alhasil dalam investigasi tersebut ditemukan banyaknya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK Langkat.

Semisal, adanya SKTT yang tiba-tiba yang tidak berdasarkan aturan hukum (diselundupkan). Kemudian adanya guru yang diduga siluman dalam artian tidak pernah mengajar jadi guru dan parahnya terdaftar sebagai honorer PUPR Langkat tetapi lulus PPPK. Serta adanya dugaan praktik suap dengan nilai fantastis 40-80 juta untuk meluluskan guru yang mengikuti seleksi PPPK Langkat.

Hal ini menyebabkan ratusan guru honorer yang menjadi korban PPPK Langkat saat itu melakukan aksi damai terhadap Plt. Bupati Syah Afandin (Ondim), dan RDP ke DPRD Langkat. Serta para guru melaporkan kasus ini ke Polda Sumatera Utara dan mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Kini upaya yang dilakukan para guru mendapatkan jawaban terkait laporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Polda Sumut yang diketahui telah menetapakan 5 tersangka yaitu, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala BKD, Kasi Kesiswan SD Disdik, dan 2 Kepala Sekolah di Kabupaten Langkat.

Dugaan Kriminalisasi

Sementara, laporan oknum diduga pengacara Kadis Pendidikan tersebut lebih kurang sepekan setelah penetapan Kadis Pendidikan Langkat, BKD dan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat yang diketahui ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumut, dan tepat 2 hari sebelum putusan PTUN Medan tanggal 26 September 2024.

Patut diketahui Meilisya juga dihadirkan para guru di PTUN Medan sebagai saksi guna memberikan keterangan tentang adanya kecurang seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.

Maka dugaan kuat pelaporan terhadap Meilisya adalah upaya pembungkaman dan kriminalisasi. Serta upaya membuat guru-guru honorer lainya takut untuk terus berjuang.

Namun hal tersebut salah besar, dengan adanya dugaan upaya kriminalisasi tersebut membuat para guru semakin semangat untuk melawan ketidakadilan dan membongkar kasus dugaan korupsi PPPK sampai keakar-akarnya.

Dugaan kriminalisasi yang coba dilakukan pengacara tersebut dapat dilihat secara terang benderang (Cetho welo-welo), ketika dalam laporanya menyebutkan/ menuliskan yang menjadi korban adalah ‘Negara Republik Indonesia’.

Dalam hal itu, LBH Medan selaku kuasa hukum Meilisya dan ratusan guru honorer Langkat membenarkan, jika Meilisya ikut seleksi PPPK Langkat tahun 2023 dan dinyatakan lulus. Kemudian Meilisya mengundurkan diri dikarenakan mengikuti kontestasi politik yang didaftakan oleh partai PKS.

Pengunduran diri itupun diamini Plt Bupati Syah Afandin secara hukum sebagaimana berdasarkan, Pengumuman Nomor:810-407/BKD/2024 Tentang Pembatalan Kelulusan Pelamar PPPK Formasi Tahun 2023 Di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Langkat tertanggal 19 Februari 2024, dengan berdasarkan adanya surat pengunduran diri Meilisya tertanggal 26 Desember 2024.

Oleh karena itu, Irvan selaku Direktur LBH Medan menilai jika pelaporan terhadap Meilisya adalah bentuk nyata kriminalisasi dan intmidasi terhadap para guru yang terus menyuarakan kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat. Bahwa upaya kriminalisasi sesunguhnya telah bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR dan Duham. (Rel)

Respon (1)

  1. Kalau di lihat” dari informasi yg beredar, ibu ini ingin menerapkan sekali dayung 2 tiga pulau terlalui. Ngikut caleg sekaligus PPPK yg mana sudah sangat jelas tidak diperbolehkan terlibat diantara keduanya. Saat kalah nyaleg, eh malah mau nuntut kelulusan P3K nya yg sudah sangat jelas beliau sendiri yg mengundurkan diri saat pengisian DRH. Jdi memang beliau sudah sangat jelas punya motif kepentingan pribadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *