Upayakan Dialog, Security dan Humas PT TPL Malah Dianiaya

Bahara Sibuea, korban penganiayaan sedang mendapat perawatan di Siantar, Selasa (17/9/2019)

SIMALUNGUN – PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT. TPL) menyayangkan terjadinya tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok masyarakat diduga warga Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang menyebabkan 1 orang karyawan PT TPL mengalami luka berat dan 8 orang mengalami luka ringan,  Senin (16/9/19) 

Informasi yang diperoleh , Senin (16/9/2019) pagi (10.30 WIB), personil keamanan yang berjaga di Comptartement (Compt) atau Blok B.068 dan B.081 melaporkan bahwa ada sekitar 100 orang diduga warga Sihaporas melakukan penanaman jagung di Compt. B.553, areal yang dimaksud adalah lahan konsesi yang telah selesai dipanen.

Lalu, tim keamanan dan Humas TPL bergerak menuju areal tersebut dan melihat penanaman jagung yang dilakukan oleh sekelompok oknum masyarakat di dalam konsesi PT TPL. Humas TPL melakukan upaya dialog damai dan menyampaikan kepada warga agar kegiatan penanaman jagung diberhentikan dahulu dan diadakan musyawarah secara baik-baik. 

Saat upaya dialog damai itu disampaikan agar duduk berbicara bersama di salah satu tepian lokasi, warga Sihaporas bersikeras melakukan penanaman sembari mengeluarkan ancaman yang membuat suasana menjadi memanas.

Hingga puncaknya, terjadi pemukulan salah seorang dengan memukul balok kayu ke personil keamanan TPL hingga terjatuh. Kemudian, masyarakat lain mengambil cangkul dan kayu lalu memukul Humas dan personil keamanan PT TPL lainnya.

Direktur PT TPL Mulia Nauli, ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa Izin konsesi PT  TPL berada di kawasan hutan negara. Areal penanaman tersebut merupakan areal konsesi PT TPL yang telah memiliki izin dan telah memasuki rotasi tanam ekaliptus yang ke-empat.

“Pada pelaksanaan operasionalnya, perseroan selalu menghormati hak-hak masyarakat dan komunitas adat yang berada dalam wilayah kerja perseroan dengan mengedepankan proses dialog yang terbuka yang dilandasi undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam penyelesaian masalahnya,” terang Mulia.

Sementara itu, salah satu staf humas PT TPL R Hutapea, dalam keterangannya mengatakan kejadian ini sendiri telah dilaporkan perseroan kepada pihak berwenang dan berwajib, sebagai salah satu tanggung jawab perseroan sebagai pemegang izin pengelolaan konsesi yang diberikan negara.

“Dalam penyelesaian konflik lahan, perseroan melakukan berbagai upaya positif untuk mengatasi penyelesain klaim dengan mediasi yang melibatkan lembaga pemerintahan sebagaimana diwajibkan oleh izin yang dipegang oleh perseroan dan musyawarah dengan masyarakat hingga terwujudnya program kemitraan untuk operasional yang berkelanjutan sebagaimana,” terang Hutapea.

Hal itu, sebutnya, sebagaimana yang diamanahkan Perhutanan Sosial dan ditetapkan oleh pemerintah melalui SK Menhut Nomor P.83/ MenLhk/ Setjen/ KUM.1/ 10/ 2016. Perseroan bersama KPH melakukan sosialisasinya kepada masyarakat dengan pertemuan yang intensif dengan komunitas adat, baik di perkampungan masyarakat, di kantor Kepala Desa, dan di kantor perseroan.

Dalam melakukan penyelesaian dengan konsep perhutanan sosial, perusahaan membangun Tanaman Kehidupan berupa tanaman aren, petai, jengkol, dll dan program tumpang sari jagung, yg hasilnya diperuntukkan bagi masyarakat

Penyelesaian klaim hutan adat sendiri mengikuti proses pengakuan hutan adat sesuai dengan aturan dan peraturan yang berlaku, antara lain; melakukan kajian kebenaran keberadaan hutan adat tersebut, salah satunya adanya PERDA Masyarakat Hutan Adat.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT TPL diberikan oleh Kementerian Kehutanan melalui SK Menhut No. 493 / KPTS II/ 1992 jo SK.179/ Menlhk/ Sedjen/ HPL.0/ 4/ 2017 yang tersebar di beberapa kabupaten kota di Sumatera Utara.

Reporter : Bernard Tampubolon