Batubara-ORBIT: Pantai Perupuk yang lebih dikenal dengan sebutan pantai sejarah di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara dulunya adalah tempat pendaratan pertama bala tentara Dai Nippon (Jepang) 1941 di Pulau Sumatera.
Di pantai tersebut dahulu dibangun bunker panjang sebagai tempat bala tentara Jepang saat mendarat. Peninggalan bunker Jepang yang dibangun Jepang tersebut masih terlihat di sisi jalan Perupuk.
Keasrian pantai sejarah di Desa Perupuk, Kecamatan Lima Puluh yang dulunya terkenal di Sumatera Utara dengan pasir yang halus dan putih, kini kondisinya sangat memprihatinkan.
Soalnya, selain bibir pantai yang kian terkikis abrasi kondisi salah satu pantai kenamaan di era Asahan itu kini terkesan kumuh.
Pasir putih yang dulunya terbentang luas kini berubah menjadi hamparan lumpur menjadi sarang tembakul (ikan).
Dampaknya, lokasi objek wisata di Lima Puluh itupun semakin kurang diminati pengunjung. Lokasi pantai kian menyempit, lesehan tempat duduk pengunjung juga terkesan tak naik kelas.
Ke-engganan pengungjung sepertinya semakin bertambah lantaran berdirinya sebuah kantor pemerintah daerah persisnya di tepi pantai itu.
Salah seorang warga di lokasi pantai yang enggan namanya dipublikkasikan kepada wartawan, Selasa (8/1/2019) membenarkan kini pantai tersebut sepi pengunjung.
“Sekarang uda jarang pengunjung yang datang kemari bos. Kalau dulu hampir disetiap hari libur ramai bahkan sempat beberapa kali kedatangan artis ibukota”, katanya.
Menurut dia, untuk dapat menarik minat pengunjung, pantai sejarah perlu sentuhan tangan pemerintah dengan melakukan pemugaran serta terus menjaga kelestarian pantai.
“Jangan kumuh seperti ini, ya orang malas datang,” sebut warga dengan logat melayunya.
Pantauan wartawan, lokasi pantai tampak sepi bahkan warung-warung yang menjadi tempat usaha maayarakat nyaris kosong.
Dibibir pantai hanya terlihat sejumlah sampan kecil para nelayan yang digunakan mengais rezeki. Sedangkan disudut pantai dijadikan tempat perdagangan hasil tangkapan para nelayan.
Mirisnya, di bibir pantai berlumpur tersebut berdiri belasan pondok yang diduga dijadikan tempat “kitik-kitik” (esek-esek). Pondok-pondok tersebut mengarah ke laut namun bertiraikan hutan bakau sehingga tidak terlihat aktifitas di dalamnya. Od – 37